Newsletter

Setelah AS, Semoga China Beri Kabar Baik Hari Ini: Siap Lanjut Pesta?

Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia
17 May 2024 06:00
Bursa Saham
Foto: Muhammad Sabki

Pasar keuangan hari ini diharapkan masih bergerak di zona hijau. Melandainya dolar indeks dan imbal hasil US Treasury serta optimisme akan pemangkasan suku bunga menjadi sentimen positif pada perdagangan terakhir pekan ini.

Indeks Dolar dan Imbal Hasil US Treasury Terus Melandai
Indeks dolar AS melandai ke kisaran 104,35 pada perdagangan kemarin setelah lama bercokol di level 105. Sementara itu, imbal hasil US Treasury juga melemah ke 4,36%  dari sebelumnya yang ada di kisaran 4,5%.

Melandainya indeks dolar menandai adanya penjualan dolar oleh investor sehingga diharapkan ada aliran dana ke instrumen lain, termasuk instrumen di Emerging Markets.

Melemahnya indeks dolar dan US Treasury terjadi setelah inflasi AS melandai pada April 2024. Melandainya inflasi ini memberi optimisme pasar jika The Fed akan segera memangkas suku bunga.

Biro Statistik Tenaga Kerja melaporkan bahwa Indeks Harga Konsumen (CPI) naik 3,4%  (year on year/yoy)untuk April - di bawah ekspektasi analis dan menunjukkan tren jelas menuju perlambatan inflasi lebih lanjut.

"Berita tentang inflasi inti [tidak termasuk harga makanan dan energi] lebih baik dari yang diharapkan," kata Gary Pzegeo, kepala divisi pendapatan tetap di CIBC Private Wealth US, dalam sebuah pernyataan, dikutip dari CNBC.

"Barang inti [seperti mobil] terus mengalami deflasi, inflasi perumahan melambat, dan layanan lainnya membaik dari bulan ke bulan. Penjualan ritel juga menunjukkan perlambatan dari sektor konsumen yang sebelumnya panas."

Investor cenderung menyukai perlambatan karena ini berarti harga masih naik - tetapi pada tingkat yang lebih berkelanjutan. Hal ini juga berdampak pada suku bunga - biaya pinjaman uang untuk segala sesuatu mulai dari kartu kredit hingga pinjaman mobil, dan, untuk suku bunga hipotek.

Federal Reserve terus menargetkan tingkat inflasi sebesar 2%. Jika bank sentral percaya pertumbuhan harga melambat menuju angka tersebut, mereka mungkin mempertimbangkan untuk menurunkan suku bunga utamanya dari level hampir 5,5% yang telah bertahan selama sekitar satu tahun.

Jika suku bunga turun, ini akan membantu menurunkan pembayaran bulanan yang dihadapi oleh bisnis dan konsumen di seluruh ekonomi.

Jika Federal Reserve AS menurunkan suku bunga karena inflasi yang melambat, hal ini dapat memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk menyesuaikan kebijakan moneternya, mungkin dengan menurunkan suku bunga juga. Suku bunga yang lebih rendah dapat meningkatkan daya beli dan investasi domestik, mendorong kenaikan IHSG.

Produksi Industri China 

Melansir Trading Economics, produksi industri China periode April diperkirakan konsensus akan meningkat menjadi 5,5% lebih tinggi dibanding Maret sebesar 4,5%. 

Produksi industri China tumbuh sebesar 4,5% periode Maret, lebih lambat dibandingkan pertumbuhan 7% pada periode Januari-Februari dan di bawah perkiraan pasar sebesar 5,4%.

Periode Maret merupakan kenaikan terlambat dalam output industri sejak September tahun lalu, akibat kenaikan yang lebih lemah di semua sektor: manufaktur (5,1% vs 7,7% pada Jan-Feb), utilitas (4,9% vs 7,9%), dan pertambangan (0,2% vs 2,3%).

Berdasarkan industri, produksi menurun untuk komputer dan komunikasi (10,6% vs 14,6%), tekstil (2,5% vs 6,6%), industri pertambangan minyak dan gas alam (1,5% vs 3,0%), logam non-ferrous (11,2% vs 12,5%), mobil (0,9% vs 9,8%), dan bahan kimia (9,1% vs 10,0%).

Sementara itu, produksi peralatan umum mandek setelah naik 4,1% pada periode sebelumnya, sedangkan produksi batu bara dan pertambangan menurun (-1,6% vs 1,4%). Secara bulanan, output industri turun tipis sebesar 0,08%. Untuk kuartal pertama tahun ini, output industri tumbuh sebesar 6,1%. 

Produksi industri China yang diperkirakan akan menguat periode April 2024 ini dapat menambah angin segar untuk pasar keuangan Indonesia yang sedang menguat seiring ekspektasi positif akibat inflasi AS yang mereda. Sebagai salah satu mitra dagang terbesar Indonesia, perekonomian China dapat berdampak signifikan terhadap ekonomi Indonesia.

Meski demikian, membaiknya data ekonomi China juga besar dipengaruhi oleh data ekonomi China periode Maret yang cukup tertekan. Selain itu, perkiraan juga memiliki kemungkinan tidak tercapai seperti yang terjadi pada Maret lalu.

Penjualan Retail China

China juga akan merilis data penting yaitu penjualan ritel periode April. Melansir Trading Economics, konsensus memperkirakan penjualan ritel meningkat menjadi 3,8% lebih tinggi dibanding Maret sebesar 3,1%.

Pertumbuhan penjualan ritel china periode Maret lebih rendah dari perkiraan pasar sebesar 4,5%. Meskipun ini merupakan kenaikan berturut-turut selama 14 bulan, namun merupakan peningkatan terlambat sejak Juli 2023. Pertumbuhan penjualan ritel melambat untuk emas, perak, dan perhiasan (3,2% vs 5,0% pada Jan-Feb), furnitur (0,2% vs 4,6%), peralatan komunikasi (7,2% vs 16,2%), dan produk minyak (3,5% vs 5,0%).

Sementara itu, penjualan perlengkapan kantor terus menurun (-6,6% vs -8,8%) dan penjualan mobil turun sebesar 3,7% setelah naik 8,7% pada periode sebelumnya. Di sisi lain, penjualan meningkat untuk minyak dan makanan pokok (11,0% vs 9,0%), pakaian (3,8% vs 1,9%), peralatan rumah tangga (5,8% vs 5,7%), dan bahan bangunan (2,8% vs 2,1%). Penjualan produk perawatan pribadi juga meningkat sebesar 3,5%, berbalik dari penurunan 0,7% sebelumnya. Untuk tiga bulan pertama tahun ini, total penjualan ritel tumbuh sebesar 4,7%

Pertumbuhan penjualan ritel yang di bawah perkiraan pasar pada Maret mencerminkan kondisi ekonomi yang lebih lemah dari yang diharapkan. Hal ini menunjukkan perlambatan dalam sektor konsumen di negara tersebut.

Sentimen ini bisa menandakan adanya penurunan permintaan domestik yang bisa mempengaruhi ekspor Indonesia ke China, terutama dalam produk-produk konsumsi seperti komoditas pertanian dan barang-barang konsumen.

Selain itu, penurunan penjualan mobil dan perlengkapan kantor di China juga bisa memberikan sinyal terhadap aktivitas bisnis yang lebih rendah, yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi investasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

(mza/mza)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular