Newsletter

Setelah AS, Semoga China Beri Kabar Baik Hari Ini: Siap Lanjut Pesta?

Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia
17 May 2024 06:00
Bendera China dan Amerika Serikat (AS)
Foto: REUTERS/Carlos Barria/File Photo
  • Pasar keuangan Indonesia kompak menguat, seiring data perlambatan inflasi AS.

  • Wall Street kompak menguat, bahkan indeks DJIA, S&P, dan Nasdaq mencatat rekor pasca rilis data inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan

  • Pesta penguatan pasar AS pasca perlambatan inflasi dan rilis data China menjadi sentimen penggerak pasar hari ini.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan kompak menguat pada perdagangan kemarin, Kamis (16/5/2024). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah menguat, sedangkan imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) turun sebagai indikasi kenaikan harga.

Pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih akan volatile pada hari ini. Pergerakan IHSG, rupiah, dan SBN akan dipengaruhi oleh banyaknya data dan agenda penting hari ini.

Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini. Dan para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman 4.

IHSG pada perdagangan kemarin, Rabu (15/5/2024) ditutup menguat 0,93% ke level 7.246,69. Mengutip RTI, tercatat turnover IHSG berada di angka Rp 14 triliun. Transaksi berasal dari volume saham sebanyak 18,9 miliar lembar, dimana 312 saham naik, 210 turun, dan 250 tidak berubah.

Berdasarkan data Refinitiv, penguatan IHSG didorong dari kenaikan delapan sektor di mana sektor utilities menjadi sektor dengan pendorong IHSG terbesar mencapai 3,93%, kemudian disusul sektor real estate sebesar 3,04%.

Saham milik Prajogo Pangestu yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dan PT Barito Pacific Tbk (BRPT) menjadi pendorong terbesar IHSG pada akhir perdagangan kemarin, masing-masing mencapai 15,5 dan 16,5 indeks poin.

Beralih ke pasar mata uang dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup menguat 0,66% di angka Rp15.920/US$ pada Kamis (16/5/2024). Penguatan rupiah ini melanjutkan apresiasi kemarin (15/5/2024) sebesar 0,4%.

U.S. Bureau of Labor Statistics mengumumkan data inflasi konsumen AS tercatat 3,4% secara tahunan (year on year/yoy) pada April 2024. Tingkat kenaikan harga konsumen AS setara dengan perkiraan konsensus Trading Economics sebesar 3,4%. Tingkat inflasi ini lebih rendah dibanding periode Maret 2024 sebesar 3,5%.

Secara bulanan, inflasi AS ada di angka 0,3% pada April 2024, atau melandai dibandingkan Maret yang tercatat 0,4%.

Inflasi inti di luar harga energi dan pangan melandai ke 3,6% (yoy) pada April 2024, dari 3,8% (yoy) pada Maret 2024. Secara bulanan, inflasi inti melandai ke 0,3% pada April 2024 dari 0,4% pada Maret 2024.

Perlambatan inflasi dan stagnasi penjualan ritel menandakan perlambatan dalam permintaan domestik, yang sejalan dengan tujuan Fed untuk mencapai "soft-landing" bagi ekonomi.

Survei perangkat CME FedWatch Tool juga menunjukkan bahwa probabilitas pemangkasan suku bunga The Fed berpotensi terjadi sebanyak dua kali dengan total 50 basis poin (bps).

Hal ini menjadi angin segar bagi pasar keuangan domestik mengingat jika hal tersebut benar terjadi, maka tekanan terhadap rupiah akan semakin minim.

Sementara dari pasar obligasi Indonesia, imbal hasil obligasi tenor 10 tahun turun sebanyak tiga kali perdagangan beruntun. Yield SBN turun sebesar 2,45% di level 6,76% pada perdagangan Rabu (15/5/2024). Imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membeli Surat Berharga Negara (SBN).

Dari bursa Amerika Serikat (AS) Wall Street ditutup di zona merah pada perdagangan Kamis atau Juat dini hari. Indeks Dow Jones ditutup melemah 0,1% atay 38,62 poin ke 39.869,38.

Indeks Nasdaq melandai 0,26% atau 44,07 poin ke 16.698,32 sementara indeks S&P 500 terdepresiasi 0,21% ke 5.2971.

Semua indeks berakhir di zona merah karena adanya kekhawatiran kembali mengenai suku bunga.

Indeks Dow Jones sempat menyentuh level 40.000 untuk pertama kalinya tahun ini sebelum melandai sebelum penutupan. Indeks S&P sempat menyentuh 5.300 sementara indeks Nasdaq juga sempat menyentuh rekor tertinggi.

"Pasar mendapatkan banyak berita bagus dan sudah priced in. Apa yang terjadi sekarang adalah pergulatan kedua fakta tersebut. Rally terjadi karena orang menggandakan banyak proyeksi mereka. Mereka bilang earnings tahun ini dan tahun depan akan baik padahal hal itu belum kejadian," tutur Thomas Hayes, Chairman dari Great Hill Capital.

Pelaku pasar kini memproyeksi The fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 bps tahun ini dan 70% kemungkinan akan terjadi pada September.
Proyeksi pemangkasan suku bunga semakin menjauh dari semula Maret ke Juni dan sekarang ke September. Kondisi inilah yang menjadi alasan mengapa market bisa jatuh kapan saja.

Pasar keuangan hari ini diharapkan masih bergerak di zona hijau. Melandainya dolar indeks dan imbal hasil US Treasury serta optimisme akan pemangkasan suku bunga menjadi sentimen positif pada perdagangan terakhir pekan ini.

Indeks Dolar dan Imbal Hasil US Treasury Terus Melandai
Indeks dolar AS melandai ke kisaran 104,35 pada perdagangan kemarin setelah lama bercokol di level 105. Sementara itu, imbal hasil US Treasury juga melemah ke 4,36%  dari sebelumnya yang ada di kisaran 4,5%.

Melandainya indeks dolar menandai adanya penjualan dolar oleh investor sehingga diharapkan ada aliran dana ke instrumen lain, termasuk instrumen di Emerging Markets.

Melemahnya indeks dolar dan US Treasury terjadi setelah inflasi AS melandai pada April 2024. Melandainya inflasi ini memberi optimisme pasar jika The Fed akan segera memangkas suku bunga.

Biro Statistik Tenaga Kerja melaporkan bahwa Indeks Harga Konsumen (CPI) naik 3,4%  (year on year/yoy)untuk April - di bawah ekspektasi analis dan menunjukkan tren jelas menuju perlambatan inflasi lebih lanjut.

"Berita tentang inflasi inti [tidak termasuk harga makanan dan energi] lebih baik dari yang diharapkan," kata Gary Pzegeo, kepala divisi pendapatan tetap di CIBC Private Wealth US, dalam sebuah pernyataan, dikutip dari CNBC.

"Barang inti [seperti mobil] terus mengalami deflasi, inflasi perumahan melambat, dan layanan lainnya membaik dari bulan ke bulan. Penjualan ritel juga menunjukkan perlambatan dari sektor konsumen yang sebelumnya panas."

Investor cenderung menyukai perlambatan karena ini berarti harga masih naik - tetapi pada tingkat yang lebih berkelanjutan. Hal ini juga berdampak pada suku bunga - biaya pinjaman uang untuk segala sesuatu mulai dari kartu kredit hingga pinjaman mobil, dan, untuk suku bunga hipotek.

Federal Reserve terus menargetkan tingkat inflasi sebesar 2%. Jika bank sentral percaya pertumbuhan harga melambat menuju angka tersebut, mereka mungkin mempertimbangkan untuk menurunkan suku bunga utamanya dari level hampir 5,5% yang telah bertahan selama sekitar satu tahun.

Jika suku bunga turun, ini akan membantu menurunkan pembayaran bulanan yang dihadapi oleh bisnis dan konsumen di seluruh ekonomi.

Jika Federal Reserve AS menurunkan suku bunga karena inflasi yang melambat, hal ini dapat memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk menyesuaikan kebijakan moneternya, mungkin dengan menurunkan suku bunga juga. Suku bunga yang lebih rendah dapat meningkatkan daya beli dan investasi domestik, mendorong kenaikan IHSG.

Produksi Industri China 

Melansir Trading Economics, produksi industri China periode April diperkirakan konsensus akan meningkat menjadi 5,5% lebih tinggi dibanding Maret sebesar 4,5%. 

Produksi industri China tumbuh sebesar 4,5% periode Maret, lebih lambat dibandingkan pertumbuhan 7% pada periode Januari-Februari dan di bawah perkiraan pasar sebesar 5,4%.

Periode Maret merupakan kenaikan terlambat dalam output industri sejak September tahun lalu, akibat kenaikan yang lebih lemah di semua sektor: manufaktur (5,1% vs 7,7% pada Jan-Feb), utilitas (4,9% vs 7,9%), dan pertambangan (0,2% vs 2,3%).

Berdasarkan industri, produksi menurun untuk komputer dan komunikasi (10,6% vs 14,6%), tekstil (2,5% vs 6,6%), industri pertambangan minyak dan gas alam (1,5% vs 3,0%), logam non-ferrous (11,2% vs 12,5%), mobil (0,9% vs 9,8%), dan bahan kimia (9,1% vs 10,0%).

Sementara itu, produksi peralatan umum mandek setelah naik 4,1% pada periode sebelumnya, sedangkan produksi batu bara dan pertambangan menurun (-1,6% vs 1,4%). Secara bulanan, output industri turun tipis sebesar 0,08%. Untuk kuartal pertama tahun ini, output industri tumbuh sebesar 6,1%. 

Produksi industri China yang diperkirakan akan menguat periode April 2024 ini dapat menambah angin segar untuk pasar keuangan Indonesia yang sedang menguat seiring ekspektasi positif akibat inflasi AS yang mereda. Sebagai salah satu mitra dagang terbesar Indonesia, perekonomian China dapat berdampak signifikan terhadap ekonomi Indonesia.

Meski demikian, membaiknya data ekonomi China juga besar dipengaruhi oleh data ekonomi China periode Maret yang cukup tertekan. Selain itu, perkiraan juga memiliki kemungkinan tidak tercapai seperti yang terjadi pada Maret lalu.

Penjualan Retail China

China juga akan merilis data penting yaitu penjualan ritel periode April. Melansir Trading Economics, konsensus memperkirakan penjualan ritel meningkat menjadi 3,8% lebih tinggi dibanding Maret sebesar 3,1%.

Pertumbuhan penjualan ritel china periode Maret lebih rendah dari perkiraan pasar sebesar 4,5%. Meskipun ini merupakan kenaikan berturut-turut selama 14 bulan, namun merupakan peningkatan terlambat sejak Juli 2023. Pertumbuhan penjualan ritel melambat untuk emas, perak, dan perhiasan (3,2% vs 5,0% pada Jan-Feb), furnitur (0,2% vs 4,6%), peralatan komunikasi (7,2% vs 16,2%), dan produk minyak (3,5% vs 5,0%).

Sementara itu, penjualan perlengkapan kantor terus menurun (-6,6% vs -8,8%) dan penjualan mobil turun sebesar 3,7% setelah naik 8,7% pada periode sebelumnya. Di sisi lain, penjualan meningkat untuk minyak dan makanan pokok (11,0% vs 9,0%), pakaian (3,8% vs 1,9%), peralatan rumah tangga (5,8% vs 5,7%), dan bahan bangunan (2,8% vs 2,1%). Penjualan produk perawatan pribadi juga meningkat sebesar 3,5%, berbalik dari penurunan 0,7% sebelumnya. Untuk tiga bulan pertama tahun ini, total penjualan ritel tumbuh sebesar 4,7%

Pertumbuhan penjualan ritel yang di bawah perkiraan pasar pada Maret mencerminkan kondisi ekonomi yang lebih lemah dari yang diharapkan. Hal ini menunjukkan perlambatan dalam sektor konsumen di negara tersebut.

Sentimen ini bisa menandakan adanya penurunan permintaan domestik yang bisa mempengaruhi ekspor Indonesia ke China, terutama dalam produk-produk konsumsi seperti komoditas pertanian dan barang-barang konsumen.

Selain itu, penurunan penjualan mobil dan perlengkapan kantor di China juga bisa memberikan sinyal terhadap aktivitas bisnis yang lebih rendah, yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi investasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Berikut sejumlah agenda ekonomi dalam dan luar negeri pada hari ini

  • Catatan 10 Tahun Perjalanan BPJS Kesehatan yang ditulis oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti sekaligus Launching Aplikasi BUGAR dan update fitur dalam i-Care JKN (12.00 WIB)

  • Dialog ILUNI: Indonesia Menjawab Tantangan Ekonomi Pasca Pilpres. Hadir sebagai pembicara Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia Suahasil Nazara, (07.00 WIB)

  • Rilis data pertumbuhan produksi industri China periode April 2024 (09.00 WIB)

  • Rilis data penjualan retail China periode April 2024 (09.00 WIB)

  • Laporan survei permintaan dan penawaran pembiayaan perbankan Indonesia April 2024
  • Rilis data inflasi Russia periode April 2024 (11.00 WIB)

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini

  • Press Conference Rapat Umum Pemegang Saham Tahun Buku 2023 PT Bank Syariah Indonesia Tbk (16.30 WIB)

  • Ex date dividen RELF, INDY, KDTN

  • Akhir masa penawaran tender offer PT Nusantara Infrastructure Tbk (META)

  • RUPS BRIS, GTSI, PSSI, WTON, SBMA, PPGL, JAYA, KUAS, BAUT

  • Public Expose JAYA, KUAS, BAUT

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular