
Deg-Degan Tunggu Keputusan The Fed, Investor Pilih Profit Taking?

Sentimen di luar negeri akan kembali menjadi pendorong utama pergerakan pasar keuangan domestik hari ini. Lebih lanjut, aktivitas perdagangan berpotensi terjadinya aksi profit taking di tengah kenaikan yang luar biasa pada Senin kemarin serta mengingat terdapat hari libur pada Rabu (1/5/2024) karena hari Buruh Internasional.
China Rilis Purchasing Managers Index (PMI)
Hari ini, Selasa (30/4/2024) China akan merilis data PMI versi National Bureau of Statistics of China (NBS) untuk manufaktur, non-manufaktur, dan general.
Secara umum, konsensus memproyeksi data PMI tersebut masih akan bertahan di atas 50 yang artinya aktivitas manufaktur dan non-manufaktur China masih tergolong ekspansif.
Begitu pula PMI manufaktur versi Caixin juga diperkirakan masih tetap tinggi yakni di angka 51. Sebagai informasi, PMI manufaktur umum Caixin periode Maret berada di anga 51,1. Angka ini merupakan pertumbuhan aktivitas pabrik selama lima bulan berturut-turut dan laju tercepat sejak Februari 2023, didorong oleh tingginya pesanan baru dari dalam dan luar negeri, dengan penjualan luar negeri meningkat paling tinggi dalam satu tahun sementara output naik paling tinggi sejak bulan Mei lalu.
Sementara itu, lapangan kerja kembali menurun, yang menunjukkan bahwa perusahaan berhati-hati dalam merekrut pekerja sebagai upaya untuk mengendalikan biaya.
Aktivitas manufaktur maupun non-manufaktur China yang tumbuh baik dan cenderung ekspansif ini akan memberikan angin segar bagi Indonesia yang merupakan mitra dagang dalam hal ekspor-impor.
Jika perekonomian China tumbuh, maka hal ini berpotensi meningkatkan impor barang dari Indonesia. Alhasil neraca perdagangan Indonesia akan surplus.
Wait and See Suku Bunga The Fed
The Fed akan menggelar rapat Federal Open Market Committee (FOMC) mulai hari ini waktu AS atau Rabu dini hari waktu Indonesia.
Pada rabu waktu AS atau pada Kamis (2/5/2024) dini hari waktu Indonesia, The Fed akan mengumumkan kebijakan suku bunga yang berpotensi masih akan tetap tinggi. Hal ini terjadi mengingat data-data ekonomi AS masih cukup solid sehingga potensi pemangkasan suku bunga masih cukup sulit terjadi.
Salah satunya inflasi AS yang masih cukup sticky bahkan cenderung mengalami kenaikan. Angka inflasi AS periode Maret berada di angka 3,5% (year on year/yoy) atau lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang berada di angka 3,2% yoy.
Pasar semakin pesimis mengenai pemangkasan suku bunga di AS setelah data terbaru pengeluaran pribadi warga AS atau Personal Consumption Expenditures (PCE) masih kencang.
Kondisi ini membuat investor memilih kabur dari Emerging Markets, seperti Indonesia, dan kembali membeli aset berdenominasi dolar AS. Indeks dolar menguat ke 105,938 dan masih bergerak di kisaran 106 yang menjadi tertinggi dalam lima bulan terakhir.
AS mengumumkan laju PCE bulanan (month to month/mtm) stagnan di 0,3% tetapi secara tahunan meningkat 2,7% pada Maret 2024.
PCE inti stagnan di 2,8% (yoy) pada Maret 2024. Kondisi ini menandai masih membandelnya inflasi AS sehingga bisa menghalangi The Fed memangkas suku bunga.
Pada beberapa kesempatan sebelumnya, pejabat The Fed termasuk Chairman The Fed Jerome Powell mengindikasikan pemangkasan masih lama. Pasalnya, inflasi AS masih kencang.
Data PCE adalah pertimbangan utama The Fed dalam menentukan kebijakan suku bunga.
Hal ini semakin menjauhi target The Fed yakni 2%. Jika inflasi AS masih cukup sulit ditekan, maka penurunan suku bunga AS akan sulit terjadi tahun ini. Bahkan beberapa survei menunjukkan bahwa The Fed tampaknya tidak akan memangkas suku bunganya (no landing).
Hingga saat ini, survei pelaku pasar yang terdapat dalam CME FedWatch Tool menunjukkan 44,4% meyakini The Fed mulai memangkas suku bunganya untuk pertama kalinya terjadi pada September 2024 sebesar 25 basis poin (bps) dan hingga Desember 2024, total pemangkasan suku bunga hanya terjadi satu kali.
![]() Sumber: CME FedWatch Tool |
Potensi Aksi Profit Taking
Hari ini, pelaku pasar berpotensi melakukan aksi profit taking di tengah kenaikan IHSG yang signifikan pada hari sebelumnya hingga momen libur esok hari.
IHSG yang terpantau menguat 1,7% dan kembali berada di atas level 7.100 justru diikuti dengan aksi net sell oleh investor asing sebesar Rp400,95 miliar. Sedangkan dalam satu minggu terakhir, asing juga mencatatkan net sell sebesar Rp4,5 triliun di semua pasar.
Hari libur nasional (Hari Buruh Internasional) pada Rabu pekan ini juga menjadi salah satu pendorong investor untuk merealisasikan keuntungan pasca kenaikan yang signifikan terjadi kemarin.
Ditambah lagi mengingat kondisi global yang belum cukup stabil khususnya sikap menunggu para pelaku pasar perihal suku bunga The Fed dan konferensi yang akan disampaikan chairman The Fed, Jerome Powell perihal pertanyaan wartawan menjadi hal yang ditunggu pelaku pasar terkait kebijakan yang akan diambil The Fed ke depannya.
Hal ini menjadi penting karena investor dapat bersiap-siap untuk merencanakan strategi apa yang tepat dalam menghadapi kondisi yang dinamis hari demi hari.
Laporan Keuangan Perusahaan
Musim earning berlanjut hari ini dengan sejumlah perusahaan akan mengumumkan kinerja mereka pada kuartal I-2024. Hari ini, Selasa (30/4/2024), PT Bank Mandiri (BMRI) dan Bank Syariah Indonesia (BSI) akan merilis kinerja keuangan Indonesia kuartal I-2024.
Kemarin, Senin (29/4/2024), Bank Negara Indonesia (BBNI), XL Axiata (EXCL), hingga Bank Jawa Timur (BJTM) mencatatkan hasil yang sangat baik.
BBNI mencatat laba bersih Rp 5,33 triliun pada kuartal pertama 2024. Angka tersebut naik 2,03% secara tahunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp 5,22 triliun.
Sementara EXCL mencatat laba yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 539,07 miliar pada kuartal I-2024. Jumlah itu melonjak 168,34% secara tahunan dari laba Rp 200,9 miliar pada periode yang sama setahun sebelumnya.
Pendapatan EXCL juga naik 1,80% yoy menjadi Rp 8,44 triliun sepanjang tiga bulan pertama tahun ini. Pendapatan jasa GSM mobile dan jaringan telekomunikasi berkontribusi sebanyak Rp 8,27 triliun, sementara pendapatan managed service dan jasa teknologi informasi tercatat sebesar Rp 165,7 miliar.
Begitu pula dengan BJTM yang mencatatkan pertumbuhan 1,52% di triwulan I tahun 2024, menjadi Rp310 miliar.
(rev/rev)