
5 Isu di Balik Kebangkitan IHSG: BRIS Dicaplok Dubai-INAF Nunggak Gaji

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil ditutup menguat pada perdagangan Kamis (18/4/2024) kemarin, setelah beberapa hari terakhir merana karena memburuknya sentimen pasar di global.
IHSG ditutup menguat 0,5% ke posisi 7.166,81. IHSG berhasil konsisten bergerak di zona hijau, meski masih bertahan di level psikologis 7.100. IHSG akhirnya bangkit dari keterpurukan setelah ambruk pada Selasa dan Rabu pekan ini.
Nilai transaksi indeks pada akhir perdagangan kemarin mencapai sekitar Rp 13,8 triliun dengan melibatkan 17,6 miliar lembar saham yang diperdagangkan sebanyak 1,3 juta.
Investor asing kembali melakukan penjualan bersih (net sell) kemarin yakni mencapai Rp 567,51 miliar di pasar reguler.
Secara sektoral, sektor keuangan menjadi penopang terbesar IHSG di akhir perdagangan kemarin yakni mencapai 0,82%.
Adapun berikut berita-berita terkait IHSG kemarin.
1. Rupiah Menguat, IHSG Perkasa
IHSG menguat di tengah bangkitnya rupiah kemarin. Berdasarkan data dariRefinitivpada pukul 15:00 WIB atau penutupan perdagangan kemarin, rupiah menguat 0,28% ke posisi Rp 16.170/US$. Rupiah yang berhasil menguat pun akhirnya berdampak ke IHSG.
Investor masih memantau perkembangan sentimen pasar global, di mana ketegangan di Timur Tengah dan sikap bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) yang masih cenderung hawkish.
Sebelumnya, Ketua The Fed Jerome Powell menegaskan perlu lebih banyak waktu untuk memastikan pemangkasan suku bunga. Dalam diskusi panel di acara Washington Forum on the Canadian Economy, Washington, D.C. pada Selasa lalu, ia mengatakan perekonomian AS belum melihat inflasi kembali sesuai target bank sentral yakni di kisaran 2%.
"Data terbaru jelas tidak memberikan kita kepercayaan yang lebih besar, dan malah menunjukkan bahwa kemungkinan akan memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan untuk mencapai kepercayaan tersebut," katanya dalam forum bank sentral.
Menurut perangkat CME FedWatch, peluang penurunan suku bunga The Fed baru akan terjadi September sebesar 25 basis poin (bp) menjadi 5%-5,25%. Peluang penurunan tersebut sebesar 46,5%.
Optimisme pasar mengenai penurunan suku bunga sudah bergeser cukup jauh dalam empat bulan pertama 2024.
Pada akhir 2023, pasar memiliki proyeksi penurunan suku bunga terjadi pada Maret 2024. Kemudian bergeser menjadi April dan terakhir Juni 2024.
Pergeseran ini karena data-data menunjukkan bahwa ekonomi Negeri Paman Sam masih kuat.
Tak hanya itu saja, ketegangan di Timur Tengah juga masih akan menjadi fokus investor pada hari ini.Ketegangan di Timur Tengah akan meningkatkan ketidakpastian global sehingga investor menahan diri atau memilih safe haven seperti dolar AS ketimbang di pasar berisiko.
2. Deretan Saham Penopang IHSG Kemarin
Dua saham perbankan raksasa menjadi penopang IHSG di akhir perdagangan. Adapun kedua saham bank tersebut yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) mencapai 20,6 indeks poin dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebesar 16,1 indeks poin.
Selain itu, ada saham telekomunikasi PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) yang juga menopang IHSG sebesar 5,9 indeks poin.
Berikut saham-saham yang menjadi penopang IHSG kemarin.
3. Saham-saham Ini Dilego Asing Saat IHSG Menguat
Beberapa saham terpantau kembali dilepas asing kemarin. Saham bank terjumbo di Indonesia yakni PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi yang paling banyak dilepas oleh asing kemarin yakni mencapai Rp 278,8 miliar.
Berikut saham-saham yang dilepas asing kemarin.
4. Saham BRIS Ngacir, Gegara Mau Dicaplok Bank Syariah Abu Dhabi?
Saham bank syariah terbesar di Indonesia yakni PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) terpantau ditutup melesat pada perdagangan Kamis kemarin, di tengah adanya isu bahwa bank syariah terbesar di Abu Dhabi, yakni Abu Dhabi Islamic Bank (ADIB)berencana untuk membeli saham minoritas BRIS.
Hingga akhir perdagangan kemarin, BRIS ditutup melonjak 4,84% ke posisi Rp 2.600/unit.
Saham BRIS kemarin ditransaksikan sebanyak 15.340 kali dengan volume sebesar 60,71 juta lembar saham dan nilai transaksinya mencapai Rp 156,62 miliar. Adapun kapitalisasi pasar BRIS saat ini mencapai Rp 119,94 triliun.
Saham BRIS melesat di tengah adanya isu bahwa Abu Dhabi Islamic Bank (ADIB)berencana untuk membeli saham minoritas BRIS. Adapun bank syariah terbesar di Abu Dhabi ini berencana membeli sekitar US$ 1,1 miliar.
Menurut sumber Reuters, transaksi ini bertujuan untuk memasuki pasar yang berkembang pesat di Asia Tenggara. Potensi akuisisi 15% BSI dari saham Bank Rakyat Indonesia (BRI) adalah salah satu opsi yang ADIB sedang pertimbangkan.
Sumber yang mengetahui masalah ini menolak disebutkan namanya karena tidak berwenang berbicara kepada media.
ADIB mengatakan setelah publikasi laporan Reuters bahwa mereka "menyangkal keras" terlibat dalam negosiasi apa pun untuk mengakuisisi saham di BSI. Sebelum dipublikasikan, mereka menolak berkomentar.
Terkait hal tersebut, BSImenyerahkan sepenuhnya kepada pemegang saham.
"Yang bisa kami sampaikan adalah informasi di atas ada pada pemegang saham kami," kata Sekretaris Perusahaan BSI Gunawan ArifHartoyo dalam keterangannya saat ditanya apakah ADIB sedang berdiskusi untuk menjajaki kemungkinan berinvestasi di BSI atau membeli 15% saham BRIS yang dimiliki BRI.
Pembicaraan dan pertimbangan masih dalam tahap awal dan tidak ada jaminan kesepakatan akan tercapai.
5. Ada Kasus Gaji Karyawan Belum Dibayar, Saham INAF Ambles
Saham emiten farmasi PT Indofarma Tbk (INAF) terpantau ambles pada perdagangan Kamis kemarin, di tengah kabar yang beredar bahwa perseroan belum membayar gaji karyawannya untuk periode Maret 2024.
Hingga akhir perdagangan kemarin, saham INAF ditutup ambruk 9,72% ke posisi Rp 195/saham. Saham INAF terancam dikenakan suspensi oleh bursa jika koreksi parahnya dapat berlangsung selama berhari-hari.
Saham INAF sendiri masuk ke dalam papan pemantauan khusus, sehingga pergerakannya menggunakan system full call auction.
Adapun beberapa kriteria yang menjadi alasan masuknya saham INAF ke dalam papan pemantauan khusus yakni perseroan memiliki ekuitas negatif (E), perseroan belum melaporkan laporan keuangan terakhir yakni sepanjang 2023 (L), perseroan juga tengah mengajukan permohonan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) dengan notasi (M), dan perseroan juga tengah dipantau oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan notasi X.
Saham INAF ambles ketika kabar karyawan INAF belum menerima gaji untuk periode Maret 2024. Pihak INAF pun mengatakan bahwa perseroan belum memiliki kecukupan dana operasional untuk memenuhi kewajiban pembayaran upah karyawan.
"Berita bahwa Perseroan belum membayarkan upah terhadap karyawan untuk periode Maret 2024 adalah benar," tulis manajemen dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (18/4/2024).
Terkait kondisi keuangan Perseroan saat ini akan disampaikan pada laporan keuangan yang akan dirilis nanti. Saat ini masih dalam proses finalisasi audit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP).
Selain itu, terkait THR karyawan INAF, pembayaran THR Karyawan sudah masuk dalam proposal biaya operasional yang akan diusulkan ke tim pengurus PKPU Sementara.
Perseroan telah menyampaikan laporan insidental putusan Perkara PKPU Sementara kepada PT Bursa Efek Indonesia dengan surat Nomor 0698/DIR/IV/2024 tanggal 1 April 2024.
"Perseroan telah membayarkan THR Karyawan per tanggal 5 April 2024 secara penuh sesuai dengan Perjanjian Kerja Bersama Indofarma." ungkapnya.
Seperti diketahui, berdasarkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan PKPU dengan keputusan Perkara No.74/Pdt.Sus-PKPU/2024/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 29 Februari 2024.
"Dengan adanya putusan tersebut maka proses restrukturisasi atas utang yang dilakukan perseroan masuk dalam proses PKPU sementara," imbuhnya.
Manajemen menegaskan, adanya putusan PKPU ini tidak berdampak secara langsung pada operasional. Perseroan akan tetap beroperasi sebagaimana biasanya dengan tetap berkoordinasi dengan tim pengurus yang ditunjuk pengadilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan:Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)