Logam Rusia Diboikot, RI Bisa Dapat Durian Runtuh?

Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia
18 April 2024 18:40
aluminium
Foto: REUTERS/Ilya Naymushin

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa perdagangan komoditas metal global, London Metal Exchange (LME), Chicago Mercantile Exchange (CME), dan bursa logam lainnya melarang menerima aluminium, tembaga, dan nikel baru yang diproduksi oleh Rusia sejak Jumat pekan lalu (12/4/2024).

Produksi Logam Russia Terimbas Larangan

LME, forum perdagangan logam terbesar dan tertua di dunia, dan CME telah mematuhi sanksi baru tersebut. Di sisi lain, bursa logam lainnya, Shanghai Futures Exchange (SHFE) yang diatur oleh Tiongkok, meningkatkan impor logam dari Rusia sejak 2022.

Aluminium, tembaga, dan nikel buatan Rusia pada atau setelah tanggal 13 April 2024 tidak akan diterima untuk dikirim ke gudang yang terdaftar di LME atau fasilitas milik CME. Meski demikian, perdagangan logam Rusia di luar sistem bursa tersebut tidak mendapatkan sanksi.

Sanksi tersebut ditujukan untuk meminimalkan pendapatan ekspor Rusia di tengah perang yang sedang berlangsung di Ukraina dan juga mengurangi risiko gangguan pasar. Akibatnya, stok logam Rusia yang ada di bursa global dikucilkan akibat kebijakan baru ini. Produk logam Rusia yang tidak lagi diperdagangkan masih dapat ditarik dari gudang.

Hal ini akan berpengaruh signifikan untuk bagi LME karena 40% stok logam yang tersedia adalah buatan Rusia. Pangsa stok aluminium asal Rusia yang tersedia di gudang yang terdaftar di LME mencapai 91% pada Maret, sedangkan proporsi tembaga mencapai 62%. Nikel Rusia di gudang LME berjumlah 36% dari total volume.

Rusia adalah produsen logam utama. Pangsanya dalam produksi global adalah 5% aluminium, 6% nikel olahan, dan 4% tembaga. Para pejabat AS dan Inggris berharap sanksi terbaru ini akan meningkatkan diskon perdagangan logam Rusia di luar bursa.

Pasokan logam Rusia ke Inggris telah berkurang karena Inggris melarang impor pada 2023. Pasokan ke Amerika Serikat juga sangat kecil karena Washington memberlakukan tarif tinggi terhadap impor logam Rusia pada tahun lalu.

Sebagai tanggapannya, Rusal dan Nornickel, yang tidak secara langsung menjadi sasaran sanksi Barat, telah mengalihkan sebagian besar penjualan mereka dari negara-negara Barat sejak tahun 2022. Asia kini menjadi pasar penjualan terbesar Nornickel dan menyumbang 38% dari pendapatan Rusal.

Uni Eropa masih menerima aluminium primer Rusia, meskipun beberapa konsumen telah melakukan sanksi sendiri dan belum membeli dari Rusal. Eropa menyumbang 28% terhadap pendapatan Rusal pada tahun 2023, dan kelompok industri Aluminium Eropa telah menyerukan UE untuk menjatuhkan sanksi terhadap aluminium yang dipasok dari Rusia dalam paket sanksi di masa depan.

Langkah-langkah terbaru yang dilakukan AS dan Inggris mengecualikan logam asal Rusia yang telah diubah secara substansial di luar negeri menjadi produk buatan luar negeri.

Melansir Reuters, kedua negara pusat bursa komoditas metal tersebut, Amerika Serikat dan Inggris juga melarang impor logam dari Rusia. Persoalan ini dapat mengakibatkan dampak positif terhadap negara eksportir logam untuk menggantikan peran ekspor Rusia.

Indonesia memiliki sejumlah logam seperti yang Rusia miliki. Lantas, mampukah logam Indonesia menggantikan posisi ekspor Rusia?

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ketiga komoditas logam tersebut memiliki nilai ekspor yang dapat mengganti posisi Rusia. Secara nilai ekspor, ketiga komoditas logam tersebut memiliki nilai ekspor sebesar US$9,8 miliar atau setara dengan Rp 157,78 triliun. (Kurs: Rp 16.100/US$)

Data ini menunjukkan nilai pasar dari produk ekspor logam Indonesia yang cukup besar. Meski demikian, Indonesia menetapkan larangan ekspor untuk beberapa komoditas hingga Mei 2024 diantaranya adalah tembaga, besi, timbal, seng, dan lumpur anoda hasil pemurnian tembaga.

Selain itu, relaksasi ekspor ini juga diberikan kepada lima perusahaan yang progres smelternya telah mencapai di atas 50% pada Januari 2023, diantaranya yaitu PT Freeport Indonesia, PT Amman mineral Industri, PT Sebuku Iron Lateritic Ores, PT Kapuas PRima Citra, dan PT Kobar Lamandau Mineral.

Sebagai catatan, kontrak LME menunjukkan harga Aluminium US$ 2.581, tembaga US$ 9.434, dan nikel US$17.870.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

 

(mza/mza)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation