
Harga Nikel Dekati US$20.000! Baru 3 Bulan RI Sudah Cuan Rp 73 T

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga nikel terus melesat mendekati level psikologis US$20.000 atau tertinggi sejak September 2023 atau 7 bulan terakhir. Penguatan ini terjadi seiring dengan risiko terbatasnya pasokan akibat rencana penimbunan China, larangan penggunaan produk logam Rusia, dan harga rally harga komoditas logam lainnya.
Menurut data dari London Metal Exchange (LME) yang dikutip dari Refinitiv, pada perdagangan Selasa (23/04/2024) pukul 13.40 WIB, harga nikel kontrak 3 bulan (3MCMNI) menguat 1,8% menjadi US$ 19.675 per ton atau atau sekitar Rp 319.325.250 (kurs US$1=Rp 16.230).
Kenaikan ini menjadikan tren positif harga nikel sepanjang 2024 dengan penguatan 18,5% membawa ke level tertinggi sepanjang tahun.
Harga nikel naik ke level tertinggi dalam beberapa bulan terakhir seiring dengan perhatian pasar mengenai rencana pemerintah Tiongkok untuk membeli logam tersebut untuk persediaan negara memicu kekhawatiran terbatasnya pasokan, ditambah sentimen bullish pada logam dasar juga mendukung hal tersebut.
Kontrak nikel bulan Juni SNIcv1 yang paling banyak diperdagangkan di Shanghai Futures Exchange SCFcv1 melonjak 6% menjadi 147,660 yuan (US$20,389.68) per ton, level tertinggi sejak Oktober lalu.
Nikel terdorong oleh sentimen di pasar bahwa penimbun Tiongkok, Badan Pangan dan Cadangan Strategis Nasional, berencana membeli nikel pig iron, bahan baku utama untuk baja tahan karat, kata sumber industri.
Larangan logam dari Rusia, salah satu pemasok utama nikel dan aluminium dunia, oleh Washington dan London juga meningkatkan kekhawatiran akan gangguan pasokan global.
Lembaga penelitian yang didukung pemerintah Tiongkok, Antaike, memperkirakan prospek logam termasuk tembaga, emas, dan aluminium akan tetap kuat karena prospek permintaan Tiongkok yang kuat dan ketidakpastian makro.
Melansir Reuters, harga timah LME SSNcv1 naik 1% menjadi US$35,950, aluminium CMAL3 meningkat 0,3% menjadi US$2,678 per ton, seng CMZN3 bertambah 0,4% menjadi US$2,863.50, sedangkan timbal CMPB3 turun 0,7% menjadi US$2,204.
Lonjakan nikel ini bisa menjadi berkah bagi Indonesia yang merupakan produsen dan eksportir nikel terbesar di dunia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan nilai ekspor nikel pada Januari-Maret 2024 menembus US$ 3,13 miliar atau sekitar Rp 51,02 triliun. Sementara itu, ekspor nikel dan barang daripadanya menembus US$ 1,39 miliar atau sekitar Rp 22,56 triliun.
Bila digabung maka nilai ekspor serta nikel dan barang daripadanya menembus Rp 73,58 triliun. Data BPS juga menunjukkan 95% dari ekspor Indonesia mengalir ke China. Bila harga nikel terus meningkat maka nilai ekspor Indonesia tentu saja akan ikut melonjak.
Pada 2023, nilai ekspor nikel serta nikel dan barang daripadanya menembus US$ 22,11 miliar atau sekitar Rp 358,85 triliun.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mza/mza)