Review Sidang Sengketa Pilpres MK: Usia Gibran Jadi Sorotan

Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia
02 April 2024 07:10
Gedung Mahkamah Konstitusi RI. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Foto: Gedung Mahkamah Konstitusi RI. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sidang sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) kembali digelarkemarin, Senin (1/4/2024).  Agenda sidang  adalah mendengarkan keterangan ahli dan saksi dari Tim Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN).

Salah satu ahli yang didatangkan adalah Bambang Eka Cahya, ahli Ilmu Pemerintahan dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) serta Prof Ridwan, Dosen Fakultas Hukum UII Yogyakarta. Kedua nama tersebut berperan sebagai ahli hukum administrasi untuk membuktikan dugaan pelanggaran prosedur yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon Wakil Presiden.

Menurut Bambang, KPU dianggap melanggar prosedur karena menerima pendaftaran Gibran tanpa memperhatikan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan ini, yang mengubah syarat usia calon presiden dan wakil presiden, seharusnya menjadi landasan bagi KPU untuk mengubah Peraturan KPU (PKPU) terkait.

Bambang menjelaskan bahwa KPU seharusnya mengubah PKPU setelah pembacaan putusan MK tersebut. Dia merujuk pada Pasal 75 Ayat 4 UU Pemilu yang menuntut KPU untuk membuat PKPU berkaitan dengan tahapan pemilu, yang harus dikonsultasikan dengan DPR dan pemerintah.

Bambang juga menyoroti Pasal 231 Ayat 4 UU Pemilu yang mengatur proses verifikasi dokumen persyaratan administratif calon dalam PKPU. Dia menegaskan bahwa KPU baru mengubah PKPU setelah proses pendaftaran Gibran selesai, sehingga penerimaannya tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Ridwan, seorang ahli hukum administrasi dari Fakultas Hukum UII Yogyakarta, menambahkan bahwa putusan MK memiliki sifat vonis yang mengikat. KPU harus membuat peraturan baru yang merujuk pada putusan MK terkait batas usia calon presiden, karena putusan tersebut mengubah regeling yang berlaku.

Hasil Pilpres 2024 yang diumumkan oleh KPU, di mana pasangan nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dinyatakan sebagai pemenang, kini menjadi pusat gugatan oleh tim AMIN. Mereka meminta MK untuk membatalkan hasil Pilpres dan mengadakan pemilihan ulang tanpa kehadiran pasangan Prabowo-Gibran atau dengan mempertahankan Prabowo tetapi dengan cawapres baru.

Vonis MK dan Implikasinya terhadap Perubahan Regulasi

Selain itu, dalam sidang yang sama, Prof Dr Ridwan, seorang ahli hukum administrasi, turut memberikan pandangannya tentang sifat putusan MK terkait dengan syarat batas usia calon presiden (capres).

Ridwan menjelaskan bahwa putusan MK terkait gugatan memiliki sifat vonis yang mengikat. Dia menekankan bahwa putusan MK bersifat erga omnes, yang berarti berlaku untuk semua pihak yang terkait. Meskipun begitu, putusan tersebut ditujukan kepada KPU sebagai penyelenggara pemilu, bukan untuk mengubah peraturan pemilu secara langsung.

Menurut Ridwan, putusan MK perlu dijalankan melalui pembuatan peraturan KPU yang merujuk padanya. Dia menjelaskan bahwa pelaksanaan administrasi dan tata cara pencalonan calon presiden dan wakil presiden harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, atau yang disebut sebagai regeling. Dalam konteks ini, KPU memiliki kewenangan untuk membuat regeling tersebut.

Dengan demikian, Ridwan menegaskan bahwa KPU harus mengubah peraturannya sesuai dengan putusan MK karena sifatnya yang mengikat. Hal ini memperkuat argumen tim AMIN terkait dugaan pelanggaran prosedur oleh KPU dalam menerima pendaftaran Gibran sebagai calon Wakil Presiden.

 

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(mza/mza)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation