
Ini Kritikan Faisal Basri Cs Soal Bansos di Sidang Sengketa Pilpres MK

Jakarta, CNBC Indonesia - Sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden di Mahkamah Konstitusi (MK) kembali digelar pada hari ini, Senin (1/4/2024). Penyaluran bantuan sosial (bansos) Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelang pemilihan umum (pemilu) 2024 menjadi sorotan.
Agenda sidang hari ini adalah pembuktian pemohon yang meliputi mendengarkan keterangan saksi dan ahli serta pengesahan alat bukti tambahan untuk pasangan calon (paslon) Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Ada dua ahli yang didatangkan pada sidang hari ini yakni Vid Adrison, Faisal Basri, dan Anthony Budiawan.
Adrison adalah sdosen di Departemen Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, dan seorang peneliti senior di LPEM FEUI. Sementara itu, Faisal Basri adalah ekonom senior yang sudah lama malang melintang di perekonomian Indonesia. Anthony adalah Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS).
Dalam paparannya berjudul Dampak dari Bansos terhadap Perolehan Suara pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilihan Umum Presiden Indonesia, Adrison mengkritik mengenai besarnya bansos menjelang pemilu serta peran besar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kebijakan bansos.
Dalam hitungannya, estimasi penambahan suara karena "dukungan" presiden dan bansos mencapai 26.615.945.
Dia memperkirakan estimasi perolehan suara pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tanpa adanya dukungan presiden dan bansos hanya mencapai 42,38%. Suara itu jauh dari perolehan suara sesuai hitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yakni 58%.
Sementara itu, Faisal Basri menggarisbawahi ugal-ugalannya pemerintahan Jokowi dalam menyalurkan bansos jelang pemilu.
Dalam paparannya yang berjudul Bansos Menjelang Pmeilu 2024 Sangat Ugal-Ugalan untuk Memenangkan Prabowo-Gibran, Faisal menjelaskan dana publik yang berasal dari APBN digelontorkan terus ditambah hingga menjelang hari pemungutan suara.
Dia juga mengkritik perbedaan perilaku bansos menjelang pemilu dan pemilihan umum daerah (Pilakda). Dalam Pilkada, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong pelarangan penyaluran bansos 3 bulan sebelum pilkada.
Dalam pandangan Faisal, pembagian bansos ad hoc bisa diibaratkan memberi makan bebek secara demonstrative dan manipulative serta tidak beradab.
"Efektivitas bantuan sosial sesuai dengan tujuan hakikinya irisan belakangan yang terpenting adalah meraup suara terbanyak. Bansos seolal-olah kemurahatian. Bansos adalah kewajiban negara," ujar Faisal di sidang Mahkamah Konstitusi, Senin (1/4/2024).
Salah satu yang menjadi sorotan tajam Faisal adalah bansos El Nino. Menurutnya, intensitas dampak El Nino sebenarnya lebih besar pada 2021 bukan di 2024. Namun, bansos justru diberikan pada 2024 saat dampak El Nino mereda.
"Pada 2021 tatkala intensitas El Nino lebih tinggi dibandingkan 2024. (Bansos) 2024 diperpanjang lagi. El Nino hampir selesai malah ada bansos EL Nino. Pada 2021 gak ada bansos. Ya lagi-lagi karena tahun ini ada pemilu," jelas Faisal.
Sementara itu, Anthony Budiawan dalam paparannya Perpanjangan Pemberian Bantuan Sosial Sampai Juni 2024, Diputus Secara Sepihak oleh Presiden Joko Widodo Tanpa Persetujuan DPR, Melanggar Konstitusi dan Sejumlah Undang-Undang.
Menurut Anthony, pemberian bansos secara sepihak oleh Presiden Jokowi tanpa persetujuan DPR dan tidak ditetapkan dengan UU, melanggar pasal 23 UUD dan pasal 1 Undang-Undang No 17 Tahun 2003 Keuangan Negara.
Dia juga menambahkan adanya penyimpangan kebijakan APBN 2024 dan pelaksanaan pemberian bansos pada Desember 2023- Februari 2024 melanggar tugas dan fungsi Kementerian Sosial untuk menguntungkan anak presiden.
Dia juga menggarisbawahi peran besar menteri-menteri Jokowi seperti Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengkaitkan bansos dengan Jokowi.
"Airlangga meminta warga mengucapkan terima kasih ke Jokowi, Airlangga juga menyebut bansos berkat Jokowi dan meminta warga ingat symbol angka 2," ujar Anthony.
Dia memperkirakan kerugian negara akibat pelanggaran penyaluran bansos menjelang pemilu mencapai Rp 50,15 triliun.
Dalam catatan CNBC Indonesia, Jokowi memang kerap memberikan bansos dalam setahun terakhir, terutama dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai.
Sepanjang pemerintahan Presiden Jokowi, setidaknya ia telah meluncurkan berbagai BLT sekurang-kurangnya Rp190 triliun atau 346% lebih besar dibandingkan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang hanya dari Rp40 triliun. Anggaran tersebut masuk dalam anggaran perlindungan sosial yang jumlahnya melebihi Rp 433 triliun pada 2023.
Pada 2020 hingga 2023, Jokowi secara agresif memberikan bantuan tunai langsung dalam bentuk Bantuan Subsidi Upah (BSU), BLT BBM, BLT UMKM, BLT Dana Desa (BLT-DD), BLT Pedagang Kaki Lima dan Warung, BLT Minyak Goreng, hingga BLT El Nino.
Pada Februari 2024 atau menjelang pemilu, pemerintahan Jokowi akan mengucurkan dana sebesar Rp11,2 triliun untuk program BLT kepada warga Indonesia dengan jumlah sasaran 18,8 juta Kelompok Penerima Manfaat (KPM). BLT tersebut mencakup tiga bulan sekaligus yakni Januari, Februari, dan Maret.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bantuan langsung tunai (BLT) kepada 18,8 juta penduduk miskin sebesar Rp200.000 per bulan atau Rp600.000 secara total diberikan untuk memitigasi risiko pangan bagi masyarakat miskin.
Menurut Airlangga bansos BLT ini akan menggantikan program El Nino yang pada 2023 diberikan di akhir tahun sebesar Rp200.000 per bulan. Saat itu, bantuan El-Nino diberikan November dan Desember 2023 sehingga total BLT sebesar Rp400.000.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mae/mae)