
Disebut Faisal Basri di Sidang MK, Apa Itu Politik Gentong Babi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi berlanjut hingga hari ini Senin (1/4/2024). Ekonom senior INDEF Faisal Basri turut menjadi ahli yang dihadirkan Tim Hukum Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar pun menjadi sorotan.
Dalam paparannya, Faisal menyampaikan paparan bertajuk "Bansos Menjelang Pemilu 2024 Sangat Ugal-Ugalan untuk Memenangkan Prabowo-Gibran".
Faisal menjelaskan politik gentong babi atau pork barrel politics. Menurutnya, teori ini berkembang di Amerika Serikat (AS), walau dalam konteks di Indonesia, ada perbedaan.
Dia mensinyalir politik gentong babi menjadi salah satu alasan pasangan calon (paslon) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka memenangi pemilihan umum presiden (pilpres).
Faisal menilai, pemerintah dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Dalam Negeri sudah membuat aturan agar tidak boleh ada bansos dua-tiga bulan jelang pemilihan kepala daerah. Akan tetapi, tidak ada pembatasan bansos saat pemilu. Hal ini membuktikan bansos itu secara kuantitatif maupun secara kualitatif dan terdapat mobilisasi pejabat sampai ke level bawah.
Namun, Faisal mengingatkan penyaluran bansos justru gencar dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelang pemilu.
"Efektivitas bantuan sosial sesuai dengan tujuan hakikinya irisan belakangan yang terpenting adalah meraup suara terbanyak. Bansos seolahl-olah kemurah hatian. Bansos adalah kewajiban negara," ujar Faisal di sidang Mahkamah Konstitusi, Senin (1/4/2024).
Faisal menjelaskan politik gentong babi atau pork barrel politics. Teori ini, menurut dia, berkembang di Amerika Serikat (AS), walau dalam konteks di Indonesia, ada perbedaan.
"Kalau di sana umumnya dilakukan oleh anggota DPR baik Senat maupun Kongres yang ingin terpilih kembali, mereka memasukkan proyek-proyek yang menggelontorkan uang banyak di daerah konstituennya, di distrik mereka itu, agar terpilih kembali. Sedemikian makin parahnya keadaan itu membuat sampai ada NGO yang khusus memelototi pork barrel ini karena memang membiaskan demokrasi," ujar Faisal.
Menurut dia, masyarakat AS tidak bisa diiming-imingi oleh sembako. Oleh karena itu, pork barrel politics yang dilakukan menggunakan proyek-proyek besar mulai dari pembangunan jembatan, jalan tol, dan lain sebagainya.
"Nah jadi secara umum bisa dikatakan pork barrel ini di negara-negara berkembang wujudnya berbeda karena pendapatannya masih rendah, angka kemiskinannya tinggi di Indonesia. Penduduk miskin ekstrem, nyaris miskin, rentan miskin, itu kira-kira hampir separuh dari penduduk. Jadi santapan yang memang ada di depan mata para politisi karena mereka lebih sensitif terhadap pembagian-pembagian sejenis bansos utamanya bansos yang ad hoc sifatnya," papar Faisal.
Lalu apa itu Pork Barrel Politics?
Merujuk pada Perludem. org dalam artikel Bahaya Politik Gentong Babi di Pilkada, pemberian bansos menjalang pemilu termasuk jenis politik uang pork barrel atau politik gentong babi.
Pork barrel adalah bentuk penyaluran bantuan materi dalam bentuk kontrak, hibah, bansos, atau proyek pekerjaan umum ke Kabupataen/Kota bahkan desa dari kepala daerah. Karakter utama dari politik gentong babi ialah, adanya pemanfaatan uang yang berasal dari dana publik, atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Politik gentong babi dijalankan dengan menggunakan sumber daya negara melalui program-program populis yang sengaja diimplementasikan pada periode elektoral dengan tujuan merebut suara dan dukungan pemilih. Aktor yang menerapkan program bansos tentunya penguasa, inkumben. Kelompok yang menjadi target sasaran program ini bisa pemilih pendukung atau bahkan pemilih yang condong ke oposisi.
Politik gentong babi dijalankan dengan menggunakan sumber daya negara seperti APBN melalui program-program populis calon yang sengaja dilakukan pada periode elektoral tertentu dengan tujuan merebut suara dan dukungan pemilih.
Pihak-pihak yang biasanya menerapkan program bansos biasanya adalah penguasa dan inkumben.
Namun, politik gentong babi telah dikritik karena sejumlah alasan. Bagi sebagian orang, hal ini menimbulkan kekhawatiran akan pemborosan belanja negara. Proyek gentong babi bisa memakan biaya yang mahal untuk didanai oleh masyarakat luas, namun hanya menguntungkan kelompok yang lebih sempit.
Pejabat terpilih juga dapat dianggap tidak etis jika mendukung proyek hanya untuk memperkuat dukungan politik bagi diri mereka sendiri, atau untuk memberikan kontrak yang menguntungkan kepada sekutu mereka.
Dalam catatan CNBC Indonesia, Jokowi memang kerap memberikan bansos dalam setahun terakhir, terutama dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai.
Sepanjang pemerintahan Presiden Jokowi, setidaknya ia telah meluncurkan berbagai BLT sekurang-kurangnya Rp190 triliun atau 346% lebih besar dibandingkan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang hanya dari Rp40 triliun. Anggaran tersebut masuk dalam anggaran perlindungan sosial yang jumlahnya melebihi Rp 433 triliun pada 2023.
Pada 2020 hingga 2023, Jokowi secara agresif memberikan bantuan tunai langsung dalam bentuk Bantuan Subsidi Upah (BSU), BLT BBM, BLT UMKM, BLT Dana Desa (BLT-DD), BLT Pedagang Kaki Lima dan Warung, BLT Minyak Goreng, hingga BLT El Nino.
Pada Februari 2024 atau menjelang pemilu, pemerintahan Jokowi akan mengucurkan dana sebesar Rp11,2 triliun untuk program BLT kepada warga Indonesia dengan jumlah sasaran 18,8 juta Kelompok Penerima Manfaat (KPM). BLT tersebut mencakup tiga bulan sekaligus yakni Januari, Februari, dan Maret.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bantuan langsung tunai (BLT) kepada 18,8 juta penduduk miskin sebesar Rp200.000 per bulan atau Rp600.000 secara total diberikan untuk memitigasi risiko pangan bagi masyarakat miskin.
Menurut Airlangga bansos BLT ini akan menggantikan program El Nino yang pada 2023 diberikan di akhir tahun sebesar Rp200.000 per bulan. Saat itu, bantuan El-Nino diberikan November dan Desember 2023 sehingga total BLT sebesar Rp400.000.
CNBC Indonesia Research
