Review Sepekan

Harga Minyak Mentah & Batu Bara 'Menggila' Pekan Ini, Ada Apa?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
31 March 2024 11:35
FILE PHOTO: Oil pours out of a spout from Edwin Drake's original 1859 well that launched the modern petroleum industry at the Drake Well Museum and Park in Titusville, Pennsylvania U.S., October 5, 2017. REUTERS/Brendan McDermid/File Photo
Foto: Ilustrasi: Minyak mengalir keluar dari semburan dari sumur 1859 asli Edwin Drake yang meluncurkan industri perminyakan modern di Museum dan Taman Drake Well di Titusville, Pennsylvania AS, 5 Oktober 2017. REUTERS / Brendan McDermid / File Foto

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dan batu bara pada pekan ini terpantau cerah bergairah, di tengah harapan pasar akan prospek pemangkasan suku bunga bank sentral global ke depan.

Merujuk data dari Refinitiv sepanjang pekan ini, harga minyak kontrak jenis Brent melesat 2,4% secara point-to-point (ptp). Sedangkan untuk minyak kontrak jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) melonjak 3,15% pekan ini.

Sementara sepanjang Maret 2024, Brent sudah melonjak 4,62%, sedangkan WTI melejit 6,27%.

Pada perdagangan Kamis (31/3/2024), Brent melesat 1,61% ke US$ 87,48 per barel, sedangkan jenis WTI melonjak 2,24% menjadi US$ 83,17 per barel.

Kenaikan harga minyak mentah dunia terjadi karena kenaikan impor minyak mentah dan permintaan bensin yang lesu, menurut data Administrasi Informasi Energi (EIA).

Namun, peningkatan stok minyak mentah lebih kecil dari perkiraan yang dibuat oleh American Petroleum Institute.

"Kami... mengharapkan inventaris AS akan naik lebih sedikit dari biasanya sebagai refleksi dari pasar minyak global yang sedikit defisit. Hal ini kemungkinan akan memberikan dukungan pada harga minyak Brent ke depan," kata Bjarne Schieldrop, analis komoditas utama di SEB Research, yang dikutip dari Reuters.

Di lain sisi, harga batu bara juga terpantau melesat pada pekan ini, meski sepanjang Maret masih cukup lesu. Merujuk pada Refinitiv, harga batu bara ICE Newcastle kontrak April sepanjang pekan ini melejit 6,02% secara point-to-point. Namun dalam sebulan terakhir, harga batu bara dunia masih loyo 0,19%.

Pada perdagangan Kamis lalu, harga batu bara dunia terpantau menguat 0,69% ke posisi US$ 132 per ton.

Kenaikan harga batu bara utamanya ditopang oleh kekhawatiran berkurangnya pasokan dari AS setelah runtuhnya jembatan di Pelabuhan Baltimore, AS.

Seperti diketahui, jembatan Francis Scott Key, Baltimore, runtuh pada Selasa lalu akibat ditabrak kapal kargo raksasa. Runtuhnya jembatan dikhawatirkan akan mengganggu pengiriman batu bara dari AS yang merupakan salah satu eksportir terbesar di dunia.

Melansir Reuters, sejumlah perusahaan batu bara mengatakan pengiriman terganggu di mana ada potensi penundaan.

Data EIA menunjukkan Pelabuhan Baltimore merupakan hub ekspor batu bara terbesar kedua di AS dengan kontribusi mencapai 28%. Mereka hanya kalah dari pelabuhan Norfolk, Virgina, atau Hampton Roads.

Di lain sisi, data inflasi yang mengecewakan belakangan ini menguatkan alasan bagi bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk menahan diri dari pemotongan target suku bunga jangka pendeknya. Namun The Fed tidak menutup kemungkinan untuk memangkas suku bunga nantinya pada tahun ini.

"Pasar berkonvergensi pada awal Juni untuk pemotongan baik oleh The Fed maupun Bank Sentral Eropa," kata analis JPMorgan yang dikutip dari Reuters.

CNBC INDONESIA RESEARCH

(chd/chd)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation