
Gila! Harga Kakao Rekor Lagi, Nyaris Rp 160 Juta per Ton

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga kakao berjangka melonjak dan mencatatkan kenaikan tertinggi sepanjang sejarah pada perdagangan intraday kemarin Selasa (26/3/2024) di level US$10.080 per ton atau sekitar Rp 159.667.200 per ton (kurs US$1=Rp 15.840) sebelum ditutup lebih rendah di level US$9.622 (Rp 152.412.480).
Hal ini berarti kakao berjangka telah mencatatkan kenaikan sejak awal tahun 2024 hingga perdagangan rekor kemarin sebesar 140,23%.
Harga kakao terbang karena dunia kemungkinan akan menghadapi defisit pasokan tahunan ketiga berturut-turut setelah negara-negara penting di Afrika Barat melaporkan hasil panen yang buruk.
Rendahnya hasil produksi telah mengguncang pasar. Hal ini disebabkan industri kakao tengah berjuang dengan buruknya imbal hasil yang dibayarkan kepada petani kakao dan adanya kekhawatiran mengenai apakah perusahaan dapat memperoleh cukup biji kakao.
Menurut laporan sebuah perusahaan pengolah kakao yang dikendalikan negara di Pantai Gading, yang memproduksi hampir separuh kakao dunia, mengatakan bahwa pihaknya telah berhenti membeli biji kakao. Laporan lebih lanjut mengatakan bahwa produksi telah berhenti, dan pabrik-pabrik lain juga akan ditutup. Bahkan pedagang komoditas raksasa Cargill dikatakan kesulitan mendapatkan biji kopi untuk fasilitasnya di sana.
Produsen kacang-kacangan nomor dua, Ghana, juga menghadapi kisah serupa. Sebagian besar pabrik pengolahan di negara tersebut telah menghentikan produksi beberapa kali dalam beberapa bulan terakhir, menurut laporan tersebut.
Selain itu, kedatangan pasokan biji kakao di pelabuhan Pantai Gading dan Ghana masing-masing telah menurun sebesar 28% dan 35%, sejak awal musim dibandingkan periode yang sama tahun lalu, menurut laporan Organisasi Kakao Internasional (International Cocoa Organization) pada bulan Februari.
CPC pengolah milik negara mengatakan bahwa mereka beroperasi pada kapasitas sekitar 20 persen karena kekurangan biji kopi.
Selain itu, peraturan Uni Eropa yang diusulkan dapat memicu lonjakan harga karena perusahaan mungkin akan kesulitan mendapatkan pasokan. Aturan baru ini bertujuan untuk menghentikan penjualan produk-produk perusak hutan di toko-toko. Menurut Forum Ekonomi Dunia, Ghana dan Pantai Gading masing-masing kehilangan 94% dan 80% hutan mereka, dalam 60 tahun terakhir akibat perluasan produksi kakao. Selain itu, sekitar 1,5 juta anak dipekerjakan sebagai buruh di perkebunan kakao.
Seiring dengan kekhawatiran terhadap pasokan fisik, terdapat tekanan yang semakin besar di pasar keuangan karena beberapa pedagang telah mulai melakukan nilai lindung (hedging), yang selanjutnya dapat memicu kenaikan.
Kemudian, negara-negara lain mencoba mengambil keuntungan dari situasi ini dan meningkatkan produksi. Produsen seperti Brasil dan Ekuador berupaya meningkatkan produksinya, namun dibutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum mereka bisa memenuhi pasokan global. Rasio persediaan terhadap penggilingan kemungkinan akan turun ke level terendah dalam empat dekade pada musim ini, menurut Organisasi Kakao Internasional.
Pekan lalu, harga biji kakao India menyentuh rekor Rs 650 per kg yang dipicu oleh melonjaknya harga di pasar global. Harga lokal naik 200% dibandingkan tahun lalu yang berkisar antara Rs 200 dan 220 per kg.
Melonjaknya harga kakao dikhawatirkan memicu kelangkaan coklat di seluruh dunia. Para pecinta coklat di seluruh dunia mungkin harus bersiap menghadapi kekurangan makanan manis karena harga coklat mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan para ekonom memperkirakan tidak ada tren penurunan hingga tahun 2024.
Indonesia
Hal ini juga dapat berdampak terhadap Indonesia, terutama Indonesia masuk dalam urutan nomor tiga sebagai negara penghasil coklat terbesar didunia dengan total produksi sebesar 667.296 ton tahun 2022.
Indonesia pun melakukan ekspor kakao. Indonesia pun melakukan ekspor kakao. Berdasarkan kelompok HS kakao, pada tahun 2022 volume ekspor kakao terbesar adalah Kakao Butter diikuti dengan Tepung Kakao Kakao Paste, Kakao Biji Not Fermented, dan Olahan Makanan.
Produksi kakao Indonesia sebagian besar diekspor ke mancanegara dan sisanya dipasarkan di dalam negeri. Ekspor kakao Indonesia menjangkau lima benua yaitu Asia, Afrika, Oseania, Amerika, dan Eropa dengan pangsa utama di Asia.
Pada tahun 2022, lima besar negara tujuan ekspor kakao Indonesia adalah India, United States, Malaysia, China, dan Australia. Total ekspor kakao ke lima negara tersebut mencapai 56,68 persen dari total ekspor kakao Indonesia.
Meskipun Indonesia menjadi produsen kakao terbesar nomor tiga di dunia pada tahun 2022, akan tetapi Indonesia masih melakukan impor kakao.
Meskipun Indonesia menjadi produsen kakao terbesar nomor tiga di dunia pada 2022, akan tetapi Indonesia masih melakukan impor kakao.
Indonesia melakukan impor kakao dari lima benua yaitu Asia, Afrika, Oseania, Amerika, dan Eropa. Lima negara asal impor kakao di Indonesia yaitu Malaysia, Singapore, Ecuador, Pantau Gading, dan Nigeria.
Secara umum, volume maupun nilai impor kakao Indonesia dari tahun 2018 hingga 2022 cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2019, volume impor kakao Indonesia sebesar 309.737 ton atau meningkat sekitar 7,20% dari tahun 2018. Kemudian pada tahun 2020 mengalami penurunan menjadi sebesar 243.334 ton dengan total nilai sekitar US$ 650,71 juta.
Volume impor tahun 2021 kembali meningkat dengan volume sebesar 304.359 ton atau meningkat sekitar 25,08% dari tahun 2020. Selanjutnya, pada tahun 2022, baik volume maupun nilai impor mengalami penurunan yang cukup signifikan dibanding tahun 2021 dengan masing-masing sebesar 146.833 ton dan US$ 447,71 juta
Alasan Indonesia masih melakukan impor karena produksi kakao di dalam negeri masih jauh dari kebutuhan. Kemudian, usia pohon dan hama masih menjadi penyebab rendahnya produksi kakao di dalam negeri.
Dengan kenaikan harga kakao, satu sisi dapat menguntungkan dari ekspor kakao Indonesia yang masih jauh lebih besar dari total impor kakao Indonesia.
Adapun, kakao yang masuk dalam sub sektor perkebunan yang berada di dalam sektor pertanian. Diketahui, sektor pertanian ikut berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2023 sebesar 12,53%. Sektor dengan kontribusi terbesar nomor tiga setelah industri pengolahan dan perdagangan.
CNBC Indonesia Research
