Harga Kakao Tembus Rp170 Juta per Ton, Masih Bisa Melonjak "Krisis"

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
28 March 2024 09:55
Buah kakao. (Dok. Pexels)
Foto: Buah kakao. (Dok. Pexels)

Jakarta,CNBC Indonesia - Harga kakao berjangka melonjak dan mencatatkan kenaikan tertinggi sepanjang sejarah pada perdagangan intraday kemarin Selasa (26/3/2024) level US$10.080 per ton atau sekitar Rp 171.558.000 per ton (kurs US$1=Rp 15.885) sebelum ditutup lebih rendah.

Hal ini berarti kakao berjangka telah mencatatkan kenaikan sejak awal tahun 2024 hingga perdagangan rekor kemarin sebesar 134,58%.

Sementara, pada perdagangan Rabu (27/3/2024) harga kakao ditutup di posisi US$9.843 per ton (Rp 152.845.470), naik 2,30% dari perdagangan sebelumnya. Kenaikan harga kakao sebelumnya didorong dari buruknya panen sehingga menyebabkan terbatasnya pasokan kakao. Keterbatasan pasokan ini justru terjadi di tengah lonjakan permintaan ke depan.

Harga kakao diprediksi akan tetap melonjak hingga tahun depan, terutama di Peringatan Hari Raya Paskah 2025. Analis dari Bloomberg Intelligence, Diana Gomes, memperkirakan harga kakao akan melesat pada Hari Paskah 2025.

"Cokelat akan lebih mahal pada perayaan Paskah 2025 terutama jika penyakit pohon kakao dan musim buruk yang berkepanjangan di tengah defiistnya pasokan," tutur Gomes, kepada Bloomberg.

Harga kakao diprediksi masih berada di harga tinggi karena tengah menghadapi defisit pasokan tahunan ketiga berturut-turut setelah negara-negara penting di Afrika Barat melaporkan hasil panen yang buruk. Rendahnya hasil produksi telah mengguncang pasar.

Dunia sedang menghadapi defisit pasokan kakao terbesar lebih dari 60 tahun dan konsumen mungkin mulai merasakan dampaknya pada akhir tahun ini atau awal tahun 2025. Organisasi Kakao Internasional memperkirakan defisit pasokan sebesar 374,000 ton untuk musim 2023 hingga 2024, meningkat 405% dari defisit 74,000 ton pada musim sebelumnya.

Selain itu, melambungnya harga kakao karena gangguan pasokan di negara-negara produsen utama di Pantai Gading dan Ghana. Kedua negara tersebut mewakili sekitar 60% produksi kakao global.

Menurut laporan sebuah perusahaan pengolah kakao yang dikendalikan negara di Pantai Gading, yang memproduksi hampir separuh kakao dunia, mengatakan bahwa pihaknya telah berhenti membeli biji kakao. Laporan lebih lanjut mengatakan bahwa produksi telah berhenti, dan pabrik-pabrik lain juga akan ditutup.

Tanaman telah terserang penyakit polong hitam dan virus tunas bengkak serta banyak pohon yang telah melampaui potensi hasil maksimalnya karena belum ada penanaman besar-besaran sejak awal tahun 2000an.

Hujan deras memperburuk masalah penyakit pada tanaman dan fenomena cuaca El NiƱo juga menyebabkan kondisi lebih kering yang mengakibatkan lebih rendahnya hasil panen kakao pada tahun-tahun sebelumnya. Angin musiman yang merusak tahun ini lebih ekstrem, dan juga mempengaruhi hasil panen.

Para petani di Pantai Gading semakin banyak yang meninggalkan produksi kakao dan beralih ke tanaman yang lebih menguntungkan seperti karet. Pemerintah Ghana dan Pantai Gading menetapkan harga tetap bagi para petani pada awal musim sehingga mereka tidak mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga yang terjadi saat ini.

Kenaikan harga kakao baru-baru ini kemungkinan besar disebabkan oleh kepanikan di antara beberapa pembeli komersial daripada spekulasi pasar.

Lonjakan harga kakao pun telah memukul raksasa coklat Hershey, yang memperkirakan pendapatannya stagnan untuk tahun ini. Saham Hershey turun sekitar 22% selama 12 bulan terakhir, sementara saham Nestle yang terdaftar di Swiss telah merosot sekitar 13% pada periode yang sama.

CNBC Indonesia Research

[email protected]

(saw/saw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation