Posisi penutupan IHSG tersebut menjadi yang tertinggi sejak 5 Januari 2023 dan sudah tinggal 25 poin lagi IHSG bisa mencapai level all-time-high (ATH) sepanjang sejarah.
Selanjutnya, beralih pada imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) yang bertenor 10 tahun terpantau mengalami penurunan menjadi 6,62% pada penutupan perdagangan Jumat (16/2/2024).
Dari bursa Amerika Serikat (AS), Wall Street, saham-saham melemah pada Jumat lalu setelah laporan inflasi panas lainnya memicu kekhawatiran bahwa penurunan suku bunga bank sentral AS (The Fed) mungkin tidak akan terjadi hingga lebih lambat dari perkiraan tahun ini.
Pada perdagangan terakhir pekan lalu, Jumat (16/2/2024), indeks S&P 500 turun 0,48% menjadi berakhir pada 5.005,57, dan Dow Jones Industrial Average turun 145,13 poin, atau 0,37%, menetap di 38.627,99. Komposit Nasdaq kehilangan 0,82% menjadi berakhir pada 15.775,65.
Ketiga indeks utama tersebut mematahkan kenaikan beruntun lima minggu mereka dan mengakhiri minggu kemarin dengan posisi negatif. S&P 500 mengakhiri minggu lalu lebih rendah sebesar 0,42%, sedangkan Dow tergelincir 0,11%, dan Nasdaq anjlok 1,34%.
Minggu lalu merupakan minggu yang penuh gejolak bagi saham, karena investor dengan hati-hati menilai arah perekonomian AS dan kapan The Fed mungkin memutuskan untuk menurunkan suku bunganya khususnya pasca inflasi dari sisi konsumen dan produsen yang berada di atas ekspektasi pasar secara tahunan (year on year/yoy).
Dikutip dari CNBC International, CEO di AXS Investments Greg Bassuk mengatakan bahwa investor harus bersiap menghadapi volatilitas jangka pendek yang lebih besar.
Hingga baru-baru ini, sebagian besar investor yakin "bahwa penurunan suku bunga akan dimulai pada paruh pertama tahun ini, dan tampaknya The Fed akan menunda hingga paruh kedua tahun ini," katanya.
Bassuk menambahkan: "Pasar jungkat-jungkit benar-benar mencerminkan tarik-menarik antara inflasi yang tinggi yang menunjukkan tidak adanya penurunan suku bunga dalam jangka pendek dan pendapatan yang kuat serta tanda-tanda lain dari perekonomian yang kuat, yang menggarisbawahi keyakinan investor bahwa ada lebih banyak pertumbuhan ke depan untuk saham."
Pasar keuangan di Indonesia diperkirakan masih mengalami volatilitas pada pekan ini, seiring dengan pelaku pasar yang menantikan hasil real count KPU dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Apalagi, proses perhitungan suara masih dilakukan oleh KPU hingga 20 Maret mendatang. Banyaknya agenda dan data penting yang akan dirilis pekan ini juga bisa meningkatkan volatilitas pasar keuangan Indonesia.
Sebagai catatan, pada Rabu (14/2/2024) lalu, pesta demokrasi telah berlangsung dalam pemilihan presiden (pilpres) 2024 maupun anggota legislatif.
Hingga saat ini, hasil quick count dua lembaga survei yakni PRC dan Poltracking dengan 100% perolehan suara menunjukkan bahwa Prabowo-Gibran mengungguli kedua paslon lainnya dengan perolehan suara 59,22% (PRC) dan 58,51% (Poltracking).
Begitu pula untuk hasil real count KPU yang masih menunjukkan paslon 2 yang jauh di meninggalkan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Hingga Sabtu (16/2/2024) pukul 21:00 WIB, data yang terbaru masih menunjukkan hasil perhitungan suara per 19:30 WIB dengan 66,61% data Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang telah tertampung dan Prabowo-Gibran kokoh di posisi pertama dengan perolehan suara 57,95%.
Hasil yang ada hingga saat ini berpotensi membuat pemilu kali ini hanya akan berlangsung satu putaran saja.
Menanggapi hal ini, beberapa pemimpin dunia yang telah memberikan ucapan selamat kepada Prabowo Subianto dan Indonesia.
Sebagai contoh Perdana Menteri (PM) Belanda Mark Rutte, PM Australia Anthony Albanese, PM Singapura Lee Hsien Loong, PM Republik Ceko Petr Fiala, serta PM Malaysia Anwar Ibrahim & Presiden Sri Lanka Ranil Wickremesinghe.
Kendati para pelaku pasar dapat merasa lega, namun pekan ini terdapat beberapa sentimen yang datang dari dalam negeri maupun luar negeri yang akan memengaruhi pergerakan pasar.
Keputusan Suku Bunga Bank Sentral China
Pada Selasa (20/2/2024), bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) akan menggelar pertemuan terkait keputusan suku bunga acuan.
Konsensus pasar dalam Trading Economics memperkirakan PBoC akan kembali menahan suku bunga acuannya pada pertemuan kali ini. Suku bunga acuan pinjaman (Loan Prime Rate/LPR) tenor satu tahun akan kembali ditahan di level 3,45%, sedangkan LPR tenor lima tahun juga akan ditahan kembali di 4,2%.
Sebelumnya pada akhir pekan lalu, PBoC juga telah menahan kebijakan bunga pinjaman fasilitas pinjaman jangka menengah (MLF) satu tahun senilai CNY 500 miliar (US$69,51 miliar) kepada beberapa lembaga keuangan pada level 2,5%.
Dalam jajak pendapat Reuters terhadap 31 pengamat pasar, sejumlah 22 orang atau sekitar 71%, dari seluruh responden memperkirakan bank sentral China akan mempertahankan biaya pinjaman pinjaman MLF satu tahun.
Dengan pinjaman MLF senilai CNY 499 miliar yang akan berakhir bulan ini, operasi tersebut menghasilkan suntikan dana segar bersih sebesar CNY 1 miliar ke dalam sistem perbankan.
PBoC juga menyuntikkan CNY 105 miliar melalui reverse repo tujuh hari sambil mempertahankan biaya pinjaman tidak berubah di 1,80%. Perekonomian China yang masih lesu dan kebijakan moneter yang berbeda dari AS memberikan tekanan pada mata uang lokal.
Yuan luar negeri merosot ke level terendah tiga bulan terhadap dolar pada Selasa karena para trader memangkas spekulasi akan adanya kenaikan suku bunga acuan oleh The Fed menyusul data inflasi yang lebih kuat dari perkiraan.
Para pembuat kebijakan telah meningkatkan dukungan dalam beberapa minggu terakhir di tengah-tengah penurunan di pasar saham negara ini, tapi lebih banyak langkah mungkin diperlukan.
Jika stimulus ini dapat berlangsung dengan baik, maka hal ini akan menggerakkan perekonomian China dan akan memberikan dampak positif bagi Indonesia, mengingat China merupakan mitra dagang utama ekspor Indonesia.
Suku Bunga Indonesia & Neraca Dagang Jepang
Pada Selasa dan Rabu pekan ini, Bank Indonesia (BI) akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) terkait keputusan suku bunga acuan dan hasilnya akan diumumkan pada Rabu siang (21/2/2024).
Pelaku pasar dan analis memprediksi BI akan kembali menahan suku bunga acuannya pada pertemuan kali ini, yakni kembali ditahan di level 6%.
BI diproyeksi menahan suku bunga karena melihat kondisi suku bunga The Fed yang masih ditahan dalam pertemuan terakhir. Apalagi, The Fed diprediksi belum akan memangkas suku bunga acuannya dalam waktu dekat.
Untuk diketahui, pada pertemuan Januari lalu, BI memutuskan untuk menahan suku bunga di 6% karena sebagai langkah konsistensi BI menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan, di tengah masih bergejolaknya ketidakpastian ekonomi global. Seiring dengan upaya untuk menjaga kinerja pertumbuhan ekonomi domestik pada tahun ini.
Sementara dari luar negeri, Jepang akan merilis data neraca dagangnya. Konsensus pasar dalam Reuters memperkirakan neraca perdagangan Jepang pada bulan lalu cenderung mengalami defisit, bahkan defisitnya cenderung membesar.
Bahkan, impor Jepang diprediksi akan kembali kontraksi yakni mencapai minus 8,4% pada Januari 2024, dari sebelumnya pada Desember 2023 yang minus 6,8%. Ekspor Jepang juga diprediksi melandai, tetapi cenderung sedikit yakni menjadi 9,5% pada Januari, dari sebelumnya pada Desember 2023 yang mencapai 9,8%.
Transaksi Berjalan & Neraca Pembayaran Indonesia (NPI)
Pada Kamis (22/2/2024), BI akan merilis data transaksi berjalan yang diperkirakan masih mengalami defisit menurut Trading Economics untuk kuartal IV-2023.
Sebelumnya pada kuartal III-2023, kinerja NPI tercatat defisit US$1,5 miliar. Sedangkan transaksi berjalan tercatat defisit US$900 juta atau 0,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh menurun dibandingkan dengan defisit US$2,2 miliar atau 0,6% dari PDB pada triwulan sebelumnya.
Jika defisit ini kembali terjadi, maka hal ini menjadi hal yang kurang baik khususnya di mata investor asing mengingat kebutuhan dolar dalam negeri menjadi lebih besar. Alhasil investor asing dapat menarik dananya dari dalam negeri atau terjadi capital outflow.
Risalah Rapat The Fed (FOMC Minutes)
Pada Kamis dini hari waktu Indonesia (22/2/2024), bank sentral AS The Fed akan merilis risalah rapat Federal Open Market Committee (FOMC Minutes).
Risalah ini diharapkan bisa menjadi petunjuk bagi pasar mengenai kebijakan The Fed ke depan, terutama mengenai kapan pemangkasan suku bunga.
Pada rapat FOMC Januari lalu, The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga acuan di 5,25-5,50%. Namun, The Fed mengindikasikan jika pemangkasan suku bunga belum bisa dilakukan pada Maret sesuai harapan pasar.
Dengan begitu besarnya ekonomi AS dan powerfulnya The Fed dan dolar AS maka risalah rapat The Fed diperkirakan akan mempengaruhi pasar global, termasuk Indonesia.
Agenda ekonomi:
Rilis data index harga properti Indonesia (09:20 WIB)
Rilis data neraca perdagangan Spanyol (16:00 WIB)
Rilis data inflasi produsen Kanada (20:30 WIB)
Agenda perusahaan:
* PT Bank Danamon Indonesia Tbk akan menggelar konferensi pers Laporan Keuangan Tahun 2023 (14:30 WIB)
* PT Bursa Efek Indonesia (BEI) akan melaksanakan Konferensi Pers Implementasi Enhancement SPPA BEI (10:00 WIB)
Berikut indikator ekonomi terbaru:
CNBC Indonesia Research
[email protected]