
Lapor Pak Jokowi! Investor Asing Kabur dari RI Jelang Pilpres 2024

Jakarta, CNBC Indonesia - Minat investor, terutama asing, terhadap lelang Surat Utang Negara (SUN) pada lelang Senin (12/2/2024) melemah. Kondisi politik dalam negeri yang memanas serta sikap wait and see pasar mengenai kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed).
Pemerintah telah melaksanakan lelang SUN pada Senin (12/2/2024) untuk seri SPN03240515 (new issuance), SPN12250213 (new issuance), FR0101 (reopening), FR0100 (reopening), FR0098 (reopening), FR0097 (reopening) dan FR0102 (reopening) melalui sistem lelang Bank Indonesia (BI) dengan total penawaran yang masuk sebesar Rp52,63 triliun. Sedangkan total yang dimenangkan (awarding bids) sebesar Rp24 triliun.
Dari ketujuh seri tersebut, total incoming bids atau penawaran yang masuk pada lelang kali ini mencapai Rp52,63 triliun. jauh lebih kecil dibandingkan lelang sebelumnya yang tercatat Rp 72,3 triliun.
Sementara total serapan pemerintah (awarding bids) mencapai Rp24 triliun, sama seperti hasil lelang pada dua minggu lalu, Selasa (13/2/2024).
Untuk minat asing yang masuk pada lelang kali ini jeblok dibandingkan sebelumnya. Total penawaran investor asing pada lelang kemarin mencapai Rp4,23 triliun atau terendah sepanjang tahun ini. Jika ditarik lebih jauh maka penawaran asing yang datang pada lelang kemarin adalah yang terendah sejak 14 November 2023.
Dari total penawaran yang mencapai Rp 4,23 triliun dari investor asing, pemerintah hanya menyerap Rp1,57 triliun atau terendah sejak 3 Oktober 2023. Asing bahkan tidak melirik dua seri surat utang bertenor pendek.
Sementara minat investor asing pada lelang SUN kemarin masih cukup solid dengan jumlah incoming bids sebesar Rp4,23 triliun.
Mayoritas dari incoming bids tersebut pada seri SUN tenor menengah (5 tahun) sebesar Rp2,42 triliun atau 57,13% dari total incoming bids investor asing dan dimenangkan sebesar Rp0,68 triliun atau 2,84% dari total awarded bids.
Sseri yang paling laris diminati asing adalah surat utang bertenor lima tahun. Seri tersebut mencapai Rp2,41 triliun dengan serapan sekitar 25% yakni Rp683 miliar. Obligasi acuan bertenor 10 tahun malah berada di urutan kedua yang terlaris dengan minat asing yang masuk sebanyak Rp0,57 triliun dengan serapan Rp286 miliar.
Rendahnya minta asing pada lelang SUN kemarin semakin menegaskan sikap asing yang memilih mundur terlebih dulu dari pasar keuangan Indonesia, terutama pasar SBN. Pada pekan lalu justru investor asing tercatat keluar dari Indonesia. Hal ini tercermin dari Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Bank Indonesia (BI) telah merilis data transaksi 5 - 6 Februari 2024, investor asing di pasar keuangan domestik tercatat jual neto Rp3,01 triliun terdiri dari jual neto Rp2,79 triliun di pasar SBN, beli neto Rp0,27 triliun di pasar saham, dan jual neto Rp0,49 triliun di SRBI.
Hal ini berbanding jauh terbalik dengan data transaksi 29 Januari - 1 Februari 2024 yang justru tercatat bahwa investor asing masuk ke pasar keuangan domestik baik di SBN, saham, maupun SRBI dengan total Rp8,51 triliun.
Sementara hingga 7 Februari 2024, investor asing tercatat beli neto Rp0,25 triliun di pasar SBN, beli neto Rp11,64 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp31,52 triliun di SRBI.
Keluarnya investor asing juga tercatat dari kepemilikan investor asing dalam SBN yang mengalami penurunan sejak 31 Januari hingga 7 Februari dari 14,76% menjadi 14,7% hanya dalam enam hari perdagangan.
Keluarnya dana asing dari Tanah Air terjadi di tengah sikap bank sentral Amerika Serikat (AS) (The Fed) yang ketat/hawkish serta kondisi politik yang dalam negeri yang memanas.
Hal tersebut disampaikan oleh Chairman The Fed Jerome Powell dan Presiden The Fed Presiden Fed Minneapolis Neel Kashkari pekan lalu. Presiden The Richmond President Thomas Barkin di acara The Economic Club of Washington juga menyampaikan pandangan hawkish. Dia menekankan jika The Fed akan sabar menunggu inflasi turun.
Powell dalam wawancaranya di "60 Minutes" di CBS mengatakan jika The Fed akan berhati-hati dalam memangkas suku bunga tahun ini. Senada, Kashkari dalam paper yang dirilis Senin (5/2/2024) juga mengatakan ekonomi AS yang masih tangguh membuat pemangkasan suku bunga sulit dilakukan saat ini.
"Kami ingin melihat bukti yang lebih meyakinkan jika inflasi melaju ke kisaran 2% sebelum mengambil langkah yang sangat penting berupa pemangkasan suku bunga," tutur Powell, dikutip dari CNBC International.
Presiden Fed Cleveland Loretta Mester mengatakan pada pekan yang sama bahwa jika perekonomian AS berjalan sesuai ekspektasinya, hal ini dapat membuka pintu bagi penurunan suku bunga. Namun Mester mengatakan dia belum siap memberikan waktu untuk kebijakan yang lebih mudah di tengah ketidakpastian inflasi yang sedang berlangsung.
Pernyataan pihak The Fed tersebut menjelaskan jika kemungkinan pemangkasan suku bunga pada Maret memang mustahil terjadi.
"Ekonomi AS yang kuat membuat The Fed lebih fleksibel untuk menahan suku bunga di level tinggi. Mereka tahu jika kebijakannya tidak akan membunuh ekonomi AS," ujar analis dari Cresset Capital, Jack Ablin, dikutip dari Reuters.
Berdasarkan survei dalam CME FedWatch Tool, tercatat 84% pelaku pasar berekspektasi The Fed menahan suku bunganya di angka 5,25-5,5%. Sebagai catatan, The Fed sudah memangkas suku bunga hingga 525 bps sejak Maret 2023 hingga 2023. Namun, ekonomi AS masih sangat kencang.
CNBC INDONESIA RESEARCH
research@cnbcindonesia.com
(rev/rev)