Selamat Datang Pekan Demokrasi! Pasar RI Menunggu Siapa Presiden Baru
Pasar keuangan Indonesia bergerak beragam pekan lalu di mana IHSG melemah sementara rupiah menguat, dan yield obligasi Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun tidak mengalami perubahan
Wall Street kompak bergerak beragam dengan S&P 500 cetak rekor tertinggi sepanjang masa (All Time High/ATH) menembus level psikologis 5.000
Masa tenang kampanye dan puncaknya Pemilu 2024 menjadi sentimen utama penentu arah pergerakan pasar keuangan domestik pekan ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak beragam pada perdagangan akhir pekan lalu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah, nilai tukar rupiah mampu menguat sementara yield Surat Berharga Negara (SBN) terpantau stagnan.
Pasar keuangan Indonesia diperkirakan akan menantikan sentimen terlaksananya Pemilu 2024 pekan ini, tepatnya pada Rabu (14/2/2024). Selengkapnya mengenai sentimen pasar pekan ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
IHSG pada penutupan perdagangan pekan lalu, Rabu (7/2/2024) ditutup di posisi 7.235,15. Indeks melemah 12,26 poin atau 0,17%. Dalam sepekan, IHSG juga melemah 0,06%.
Sebanyak 203 saham menguat, 316 saham melemah dan 246 saham stagnan. Nilai perdagangan tercatat Rp 9,6 triliun dengan melibatkan lebih dari 18,9 miliar saham.
Investor asing mencatatkan net buy sebesar Rp 1,43 triliun di seluruh pasar. Asing terpantau kembali mengakumulasi saham domestik dengan pembelian sebesar Rp 764,74 miliar pada hari sebelumnya.
Pelemahan IHSG dibebani oleh penurunan saham grup Prajogo Pangestu. Kedua saham Prajogo yang memiliki kapitalisasi raksasa menjadi pemberat IHSG. PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) membebani 7,74 indeks poin IHSG, PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) menjadi laggard dengan penurunan 7,15 indeks poin.
Sejak awal tahun, BREN dan TPIA telah memasuki fase downtrend dengan koreksi 28,95% dan 8,77%. Penurunan ini terjadi setelah fase bullish saham grup Prajogo yang terjadi pasca IPO saham BREN.
Mayoritas sectoral di IHSG melemah di mana penurunan tertinggi disebabkan oleh sektor industri bahan dasar dengan penurunan 1,32% dan infrastruktur 1,12%. Sektor yang juga terkoreksi adalah properti, non-siklikal, siklikal, energi, kesehatan, dan teknologi. Sektor yang berada di zona penguatan adalah sektor transportasi, keuangan, dan industri.
Sementara itu, bursa Asia ditutup beragam. Indeks Hang Seng Hong Kong ditutup terkoreksi 0,83%, Shanghai Composite Iindex menguat 1,28%. Indeks Straits Times Singapura melemah 0,15%, indeks Nikkei naik 0,09%.
Dari pasar uang, rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan terakhir pekan lalu, Rabu (7/2/2024). Nilai tukar rupiah ditutup di posisi Rp15.630/US$ atau terapresiasi 0,61%. Penguatan ini mematahkan tren pelemahan yang terjadi dua hari beruntun.
Dalam sepekan, nilai tukar rupiah menguat 0,16%. Penguatan ini memperpanjang tren positif rupiah yang juga menguat 1,01% pada pekan sebelumnya.
Penguatan rupiah pekan lalu justru terjadi di tengah banyaknya sentimen negatif mulai dari melonjaknya indeks dolar, capital outflow, hingga pernyataan hawkish dari sejumlah pejabat bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed).
Namun, perdagangan rupiah yang hanya berlangsung tiga hari pekan lalu membatasi pelemahan. Fakta ini setidaknya dilandasi bahwa mayoritas mata uang Asia ambruk pada pekan lalu.
Mata uang ringgit Malaysia jatuh 0,95%, yen Jepang ambruk 0,63%, dolar Singapura merosot 0,32%, dan yuan China melemah 0,001%. Hanya won Korea yang menguat sangat tajam.
Dari pasar SBN, yield atau imbal hasil SBN tenor 10 tahun seri benchmark terpantau stagnan tidak mengalami perubahan tetap berada di level 6,61%.
(mza/mza)