
Pasar RI Tunggu Kabar dari BI di Tengah Memanasnya Konflik Laut Merah

Perdagangan saham di bursa AS libur pada Senin kemarin. Bursa Wall Street tutup karena liburan Hari Martin Luther King Jr.
Sementara itu, pasar keuangan RI pada hari ini, Selasa (16/1/2024) tampaknya masih akan dipengaruhi sejumlah data ekonomi yang rilis kemarin, seperti neraca dagang Indonesia beserta kinerja ekspor-impor kemudian posisi utang luar negeri (ULN).
Kemudian khusus untuk pasar obligasi, pada hari ini akan dipengaruhi lelang Surat Utang Negara (SUN). Rapat Dewan Gubernur BI yang akan dimulai hari ini juga akan menjadi salah satu sentimen pasar keuangan.
Surplus Neraca Dagang Berlanjut
Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin, Senin (15/1/2024), mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia sebesar US$3,3 miliar pada Desember 2023. Surplus ini jauh lebih besar dibandingkan US$2,41 miliar pada November 2023.
Surplus pada akhir 2023 diperoleh setelah ekspor Indonesia mencatatkan nilai lebih besar dari impor, yakni ekspor US$22,41 miliar dan impor US$19,11 miliar.
Nilai surplus tersebut juga berhasil melampaui ekspektasi yang dihimpun CNBC Indonesia dari 10 lembaga yang memperkirakan surplus neraca perdagangan akan menyempit menjadi US$ 1,95 miliar.
Secara keseluruhan, neraca dagang pada 2023 mencatat surplus US$ 36,93 miliar, jauh lebih rendah dibandingkan pada 2022 sebesar US$ 54,46 miliar. Surplus juga dibayangi oleh melemahnya ekspor dan impor.
Impor Indonesia pada Desember 2023 bahkan tercatat terkontraksi 3,81% yoy pada Desember 2023.
Hal ini juga memberikan sentimen negatif bagi perekonomian Indonesia mengingat impor biasanya naik pada Desember sejalan dengan perayaan Hari Raya Natal dan tahun baru seharusnya mampu mengangkat impor dan permintaan dalam negeri.
Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia Tetap Terkendali Walau Meningkat
Selanjutnya, pada hari yang sama ada Bank Indonesia (BI) mencatatkan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia untuk periode November 2023 sebesar US$ 400,9 miliar, tumbuh 2% secara tahunan (yoy).
Erwin Haryono, Asisten Gubernur BI memaparkan bahwa perkembangan ULN tersebut terutama disebabkan oleh transaksi ULN sektor publik. Selain itu, posisi ULN pada November 2023 juga dipengaruhi oleh faktor pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global yang berdampak pada meningkatnya angka statistik ULN Indonesia valuta lainnya dalam satuan dolar AS.
Posisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,8% dari total ULN pemerintah. Rasio ULN Indonesia terhadap PDB juga masih terbilang aman di posisi 29,3%, sesuai peraturan perundang-undangan UU No.1/2003 tentang Keuangan Negara dimana rasio utang maksimal 60% dari PDB, dengan syarat porsi utang pemerintah 85,89% dalam bentuk SBN dan 90% disumbang oleh pinjaman jangka panjang.
Pemerintah Diperkirakan Masih Konservatif Serap Hasil Lelang Surat Utang Negara (SUN)
Beralih pada hari ini, Selasa (16/1/2024) akan ada lelang surat utang negara (SUN) oleh pemerintah melalui sistem lelang Bank Indonesia (BI) yang secara khusus akan berpengaruh terhadap pasar obligasi.
Melansir data Direktorat Jenderal Pengelolaan dan Pembiayaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan ada tujuh seri yang dilelang yakni SPN03240417 (New Issuance), SPN12250116 (New Issuance), FR0101 (Reopening), FR0100 (Reopening), FR0098 (Reopening), FR0097 (Reopening), dan FR0102 (Reopening)
Lelang SUN kali ini menjadi yang kedua kali-nya pada bulan ini, target indikatif yang direncanakan sendiri mencapai Rp24 triliun. Nilai-nya turun dari target lelang pertama sebesar Rp25 triliun.
Kemungkinan besar, pemerintah masih akan cukup hati-hati dalam menyerap surat utang pada lelang Selasa mendatang. Pasalnya, pada lelang sebelumnya yang diserap juga masih di bawah target sebesar Rp21,75 triliun, kendati penawaran yang masuk mencapai Rp39,8 triliun.
Serapan dari asing juga terbilang masih rendah pada lelang awal tahun ini, hanya sebesar Rp3,81 triliun dari penawaran yang masuk Rp7,36 triliun dan lebih rendah dari serapan asing pada 4 Januari 2023 sebesar Rp3,88 triliun.
RDG Bank Indonesia
Hari ini juga sudah dimulai Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) untuk Januari 2024. Hasil rapat akan diumumkan besok, Rabu (17/1/2024). BI diramal akan kembali menahan suku bunga acuan atau BI Rate di angka 6,00%. Pelaku pasar juga menunggu tanggapan BI perihal kondisi ekonomi secara global khususnya eskalasi geopolitik di Laut Merah yang berkorelasi dengan inflasi.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 10 lembaga/institusi memperkirakan secara absolute bahwa BI akan menahan suku bunga acuan (BI rate) di level 6,00%.
Suku bunga Deposit Facility kini berada di posisi 5,25% dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%.
Jika BI rate benar-benar kembali ditahan di level 6%, maka ini menjadi kali ketiga BI menahan di level tersebut setelah sebelumnya, BI menaikkan suku bunganya pada Oktober 2023 sebesar 25 basis poin (bps) dari 5,75%.
BI kemungkinan besar akan menahan suku bunga untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah sudah melandainya inflasi Indonesia.
Konflik Laut Merah Masih Memanas
Beralih ke sentimen global, ketegangan di wilayah Laut Merah masih belum mereda. Ini terjadi setelah AS dan Inggris mengambil tindakan dengan menyerang beberapa wilayah Yaman untuk melawan kelompok penguasa negara itu, Houthi, yang menyerang beberapa kapal dagang di perairan itu.
Atas serangan ini, pengamat televisi Yaman yang juga pro-Houthi, Hussain Al Bukhaiti, mengatakan pada hari Minggu (14/1/2024) bahwa meski mendapatkan perlawanan, serangan kelompok tersebut terhadap kapal dagang yang melintasi jalur perairan Laut Merah dan Terusan Suez akan terus berlanjut.
Houthi sendiri mengaku serangan ke kapal ini dilakukan sebagai bentuk solidaritas terhadap warga Palestina dalam pertempuran antara milisi penguasa Gaza, Hamas, dengan Tel Aviv. Hampir 24.000 warga Palestina terbunuh di Gaza sejauh ini atas serangan Israel ke wilayah itu.
Selain kapal Israel, kelompok yang didukung Iran itu menyebut akan menyerbu kapal-kapal negara-negara sekutu Tel Aviv. AS diketahui telah menjadi sekutu utama Israel di Timur Tengah. Negeri Paman Sam itu juga telah memberikan Tel Aviv akses terhadap beberapa senjata buatannya.
Operasi Perdagangan Maritim Inggris (MTO), baru-baru ini mengatakan ada laporan tentang dua kapal kecil mendekati sebuah kapal dagang. Dua kapal itu berusaha membujuknya untuk mengubah haluan 23 mil laut Barat Laut mendekat pelabuhan Assab di Eritrea.
Menteri Luar Negeri Inggris, David Cameron, mengatakan kepada BBC bahwa negara-negara Barat siap mengambil tindakan jika serangan Houthi terus berlanjut. Kapal perang AS dan Inggris sendiri masih akan tetap bersiaga tinggi di wilayah tersebut.
Imbas dari memanasnya konflik Laut Merah ini membuat biaya pengiriman melambung sekitar 300% di jalur perdagangan Terusan Suez. Melansir Sky News, berdasarkan data perusahaan logistik global DSV, ukuran biaya pengangkutan Shanghai Containerized Freight Index (SCFI), mencapai US$ 3.101 atau setara Rp 48.220.557 pada Jumat (12/1/2024),
Sesuai angka SCFI, biaya rata-rata perjalanan kontainer sepanjang 20 kaki yang dikirim dari Shanghai ke Eropa naik 310% dibandingkan harga pada awal November. Serangan Houthi juga memaksa perusahaan kontainer mengubah rute perjalan memutar di sekitar Afrika untuk menghindari Terusan Suez yang menambah ongkos bahan bakar.
Tak hanya itu, tagihan asuransi meningkat, perjalanan memakan waktu yang lebih lama, dan biaya gaji karyawan melonjak.
Banyak perusahaan pelayaran besar dunia, seperti MSC, Maersk, CMA CGM, dan Hapag-Lloyd mengalihkan rencana perjalanan melalui Afrika Selatan. Meskipun banyak perusahaan besar, termasuk Tesco di Inggris mengatakan bahwa mereka tidak mengalami kerugian akibat gangguan ini.
Namun, ada IKEA, salah satu yang mengakui bahwa beberapa produk mungkin tidak akan tersedia, sementara Tesla mengungkapkan bahwa mereka menghentikan produksi di pabriknya di Jerman selama dua minggu karena kekurangan suku cadang.
Memanasnya konflik Laut Merah bisa berdampak kepada kenaikan harga komoditas pangan dan energi global sehingga inflasi bisa kembali naik. Hal ini bisa berimplikasi pada kebijakan suku bunga.
(tsn/mae)