
Harga Saham Anjlok & Laba Terjun 81%, SPMA Masih Ada Harapan?

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Suparma Tbk (SPMA), salah satu perusahaan kertas terkemuka di Indonesia, sedang menghadapi tekanan berat setelah harga sahamnya merosot tajam sebesar 52,9% menjadi Rp 354 per saham. Penurunan signifikan yang terjadi dari titik tertinggi sepanjang masa, menciptakan ketidakpastian dan kekhawatiran di kalangan investor.
Data menunjukkan bahwa harga saham SPMA mengalami penurunan yang drastis, bersamaan dengan laba bersih kuartal-III 2023 yang juga mencapai titik terendah sejak kuartal-III 2020.
Menurut informasi yang dihimpun, laba bersih SPMA mengalami penurunan signifikan sebesar 81,6%, turun menjadi Rp 24 miliar pada kuartal-III 2023. Penurunan laba bersih ini menjadi kekhawatiran adanya kemungkinan harga saham SPMA jatuh lebih dalam.
Faktor Penyebab Penurunan Laba Bersih
Perusahaan dalam pubic expose menyebutkan bahwa pelemahan penjualan bersih terjadi akibat penurunan harga jual rata-rata produk sebesar 18,5%.
Meskipun terjadi peningkatan kuantitas penjualan kertas Perseroan sebesar 2,0%, dari 153.992 ton menjadi 156.995 ton, namun pendapatan SPMA malah terkoreksi. Ini mengindikasikan kemungkinan besar adanya penurunan Harga Jual Rata-rata (ASP).
Perusahaan dalam public expose juga membenarkan hal ini dengan menyatakan bahwa "Perseroan merevisi target penjualan karena realisasinya jauh dari target awal yang ditetapkan. Hal ini disebabkan turunnya harga jual rata-rata produk, bukan karena turunnya kuantitas penjualan, karena kuantitas penjualan tetap mengalami sedikit kenaikan."
Hal ini menunjukkan SPMA tidak memiliki keunggulan kompetitif produknya dibanding pesaing. Perusahaan harus mempertimbangkan restrukturisasi harga jual rata-rata produk, meningkatkan keunggulan produk, dan meningkatkan efisiensi operasional untuk mengatasi tekanan penurunan laba bersih.
Dalam kondisi pasar yang dinamis, PT Suparma Tbk (SPMA) dihadapkan pada tantangan serius dengan penurunan tajam harga saham dan laba bersih. Langkah-langkah strategis yang diambil oleh perusahaan dalam mengatasi situasi ini akan menjadi penentu utama bagi kinerja SPMA di masa depan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mza/mza)