
Prospek Saham MOLI 2024 Suram Gegara Harga Etanol Terjun, Buy or Bye?

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Madusari Murni Indah Tbk (MOLI) mengalami pertumbuhan pesat laba bersih sepanjang tahun lalu. Investor sumringah mendorong harga sahamnya turut melesat sepanjang 2023. Namun, penurunan harga ethanol baru-baru ini dapat menjadi katalis negatif bagi MOLI, sebab dikhawatirkan akan mencatatkan penurunan kinerja ke depan.
Pasar pun sudah merespon dengan adanya koreksi sekitar 13% ]sejak awal perdagangan 2024 (year to date/ytd) menjadi Rp 350 per saham. Lantas bagaimana prospek kinerja saham MOLI ke depan? Masih layak berinvestasi di emiten ini?
MOLI mencatatkan pertumbuhan laba bersih sebesar 553% menjadi Rp 72,5 miliar pada sembilan bulan pertama 2023 dibandingkan tahun lalu (year on year/yoy) sebesar Rp 11,1 miliar. Besarnya peningkatan laba bersih ini disebabkan oleh kinerja MOLI pada 2022 merupakan yang terendah sejak melantai di bursa alias low base.
Lebih detail, MOLI dapat memperbaiki kinerjanya melalui peningkatan laba bruto etanol dan pupuk yang membaik, meski secara penjualan tidak lebih tinggi dibanding 2022. Masalahnya kelebihan pasokan, penurunan harga, dan dinamika pasar domestik yang sensitif terhadap harga berefek negatif terhadap kinerja perusahaan.
Salah satu tantangan utama yang dihadapi MOLI adalah meningkatnya volume etanol impor dari Pakistan dengan tarif impor nol persen. Hal ini mengakibatkan kelebihan pasokan di pasar, sehingga persaingan semakin ketat. Penurunan harga etanol di pasar domestik turut memperparah situasi ini, memaksa perusahaan untuk bersaing dalam lingkungan yang lebih sulit.
Pasar yang sensitif terhadap harga, seperti hand sanitizer dan disinfektan, beralih ke etanol impor dari Pakistan yang ditawarkan dengan harga yang lebih murah. Hal ini menyebabkan MOLI kehilangan pangsa pasar dalam segmen-segmen tersebut, menimbulkan dampak negatif terhadap kinerja perusahaan.
Tidak hanya itu, harga tetes tebu (bahan baku etanol) sepanjang tahun 2022 tetap tinggi, sebagaimana yang terjadi pada tahun 2020. Proyeksi menunjukkan bahwa harga ini kemungkinan akan tetap tinggi pada musim panen tebu di tahun 2023, menambah beban biaya produksi MOLI.
Kondisi serupa juga terlihat pada harga batu bara yang tetap tinggi, mengikuti tren tahun sebelumnya. Tingginya biaya bahan bakar ini menjadi salah satu faktor pembuat biaya produksi etanol MOLI yang semakin tidak terkendali.
Selain itu, perbandingan harga menunjukkan bahwa etanol yang diproduksi di Indonesia lebih mahal dibandingkan dengan etanol yang diimpor dari Pakistan dengan tarif impor nol persen. Hal ini memberikan tekanan tambahan pada profitabilitas MOLI, karena sulit bersaing dengan harga impor yang lebih rendah.
Data laporan kinerja historis MOLI menunjukkan laba bersih tertingginya dalam setahun dicapai pada 2018. MOLI mampu mencatatkan laba bersih mencapai Rp 77,68 miliar. Namun, emiten ini nampaknya masih akan kesulitan untuk dapat mencapai kinerja laba bersih tertingginya yang disebabkan oleh koreksi harga etanol.
Sebagai kontributor pendapatan terbesar, pergerakan harga etanol akan mempengaruhi kinerja MOLI. Mengutip materi presentasi public expose, Molindo Grup merupakan pabrik etanol good grade, industrial grade terbesar dan pioneer dalam pengembangan fuel grade (bioethanol) di Indonesia.
Total kapasitas produksi MOLI dalam setahun mencapai 80 ribu kilo liter (KL). Selain Etanol, produk utama MOLI diantaranya yaitu Liquid CO2, Dry Ice, dan pupuk kalium.
Ketertarikan terhadap MOLI makin berkurang sebab tidak konsisten membagikan dividen. Emiten ini membagikan dividen pada 2019 - 2020 dan membagikan saham bonus pada 2021. Namun, MOLI terpantau absen membagikan dividen pada tahun 2022 dan 2023.
Absennya dividen yang dibagikan oleh MOLI menjadikan investor kecewa dengan kebijakan tersebut. Oleh sebab itu, absennya dividen yang dibagikan dividen MOLI dalam 2 tahun terakhir dapat sentimen yang dapat mengoreksi harga sama perseroan.
Secara valuasi, emiten MOLI saat ini relatif dihargai lebih premium dibanding saham yang bergerak di sektor bahan kimia PT Indo Acidatama Tbk (SRSN).
Demikian pula dari segi profitabilitas dan efisiensi manajemen dalam mengelola aset menjadi laba, MOLI relatif masih berada di bawah kinerja dari SRSN.
Secara kesehatan keuangan, MOLI juga masih berada di bawah SRSN dengan rasio DER dan quick ratio yang tidak lebih baik. Berdasarkan perhitungan beberapa rasio tersebut, MOLI sewajarnya memiliki valuasi relatif di bawah SRSN.
Layakkah Investasi?
MOLI berhasil mencatatkan pertumbuhan laba bersih sebesar 553% menjadi Rp 72,5 miliar pada 9 bulan pertama 2023 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan yang signifikan ini sebagian besar disebabkan oleh kinerja rendah MOLI pada 2022. Meski demikian, perusahaan telah berhasil memperbaiki kinerjanya melalui peningkatan laba bruto etanol dan pupuk.
Beberapa tantangan yang dihadapi MOLI, seperti kelebihan pasokan, penurunan harga, dan dinamika pasar domestik yang sensitif terhadap harga, telah mempengaruhi kinerja perusahaan. Kelebihan pasokan etanol impor dari Pakistan dengan tarif impor nol persen turut mempersulit persaingan di pasar. Penurunan harga etanol di pasar domestik juga memaksa MOLI untuk menyesuaikan strategi bisnisnya.
Penting untuk dicatat bahwa harga tetes tebu (bahan baku etanol) dan batu bara tetap tinggi, serta harga etanol impor dari Pakistan lebih rendah, memberikan tekanan tambahan pada profitabilitas MOLI. Dalam konteks ini, pertimbangan investor perlu melibatkan analisis menyeluruh terkait faktor-faktor eksternal dan internal yang memengaruhi kinerja MOLI.
Secara valuasi, saham MOLI saat ini diperdagangkan dengan premi yang relatif tinggi dibanding saham sektor bahan kimia PT Indo Acidatama Tbk (SRSN). Namun, dari segi profitabilitas dan efisiensi manajemen dalam mengelola aset menjadi laba, MOLI masih berada di bawah kinerja SRSN. Selain itu, dari segi kesehatan keuangan, rasio DER dan quick ratio MOLI juga belum menunjukkan performa yang lebih baik dibandingkan SRSN.
Dengan pertimbangan ini, saham MOLI memiliki potensi downside yang lebih besar dibanding dengan prospeknya, sehingga berinvestasi saham MOLI saat ini masih cukup berisiko.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mza)