
Bukti Baru! Dendam Eropa Masih Berlanjut

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertama kalinya dalam sejarah pembentukan World Trade Organization (WTO), ada sengketa Uni Eropa menuduh produk stainless steel asal Indonesia dapat subsidi dari pemerintah China.
Berdasarkan tuduhan tersebut, Uni Eropa kemudian mengenakan tambahan bea masuk anti dumping (BMAD) dan Countervailing Duties atau bea masuk penyeimbang (BMP) atas lempeng baja canai dingin nirkarat atau stainless steel cold-rolled flat (SSCRF) Indonesia.
Tudingan tersebut dibantah oleh Kementerian Perdagangan. Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Internasional Kementerian Perdagangan, Bara Krishna Hasibuan menilai transnational subsidies atau subsidi transnasional sebetulnya juga tidak bertentangan dengan ketentuan WTO, yang dinamakan dengan agreement on subsidies and countervailing measures.
"Soal transnational subsidies belum pernah satupun negara atau anggota di WTO yang mengangkat kasus ini dalam suatu dispute. Jadi ini adalah pertama kali dalam sejarah pembentukan WTO ada satu anggota yang men-challenge anggota lain dalam dasar ini," kata dia dalam acara Mining Zone CNBC Indonesia, dikutip Selasa (25/12/2023).
Oleh sebab itu, Bara menyebut Indonesia telah resmi menggugat Uni Eropa di WTO atas pengenaan tambahan bea masuk anti dumping tersebut pada akhir November 2023. Terlebih apa yang dituduhkan oleh Uni Eropa tersebut juga tidak mempunyai dasar bukti yang kuat.
"Argumentasi dari Uni Eropa adalah bahwa pabrik yang dimiliki oleh investor China yang beroperasi di kawasan industri Morowali mendapatkan subsidi dari pemerintah China. Sedangkan mereka gak bisa membuktikan jenis subsidi seperti apa itu yang dikenal dengan nama transnational subsidies," jelasnya.
Bara menyebut RI bisa merugi hingga 40 juta Euro atau sekitar Rp 668,8 miliar (asumsi kurs Rp 16.720 per Euro) atau sekitar US$ 43,1 juta bila peningkatan bea impor anti dumping ini diberlakukan Uni Eropa. Jumlah tersebut setara 20.000 ton stainless steel yang dikenakan tambahan biaya bea masuk anti dumping tersebut.
Sebelumnya, Uni Eropa pada tahun lalu mengenakan bea anti-subsidi sebesar 21% terhadap impor produk baja tahan karat cold-rolled flat dari Indonesia, yang merupakan tambahan bea anti-dumping yang diberlakukan pada bulan November 2021, yang berkisar antara 10,2% dan 20,2%.
Melansir dari Reuters, pejabat senior Kementerian Perdagangan Djatmiko Bris Witjaksono mengatakan "Kebijakan UE tidak sejalan dengan aturan WTO. Ekspor Indonesia ke UE berjumlah sekitar setengah miliar dolar (setiap tahun) dan ini (tarif) telah mengurangi daya saing produk Indonesia," terangnya.
Lebih lanjut, Ia juga menuturkan setelah penerapan bea masuk anti-dumping yang pertama, pengiriman Indonesia ke UE turun menjadi sekitar $229 juta pada tahun 2021, katanya
Direktur Jenderal Eurofer, Axel Eggert juga mengatakan "Sejak diberlakukannya kebijakan anti-subsidi dan anti-dumping, impor langsung produk canai dingin (SSCR) baja tahan karat Indonesia hampir hilang."
Menurut data MEPS International, juga menunjukkan bahwa impor baja tahan karat canai dingin Indonesia ke Uni Eropa mencapai puncaknya sebesar 38,205 ton pada kuartal keempat tahun 2021. Kemudian, pada kuartal kedua tahun 2022, impor tersebut mengalami penurunan sebesar 74,4% menjadi 9,781 to dan pada kuartal kedua tahun ini, hanya tersisa 608 ton material yang masuk ke Uni Eropa langsung dari Indonesia.
Namun jika lebih ditelisik, berdasarkan data Kemendag, nilai ekspor produk lempeng baja canai dingin nirkarat atau stainless steel cold-rolled flat (SSCRF) Indonesia dengan kode HS 721933 selama lima tahun terakhir selalu tumbuh positif dan sudah bernilai miliaran dolar AS (Lihat grafik berikut).
Pada grafik di atas terlihat bahwa pada 2019 ekspor mampu tumbuh paling tinggi mencapai lebih dari 140% dari US$ 167,7 juta menjadi US$ 410,1 juta. Kemudian, berlanjut pada 2020 tumbuh 59,28% menjadi US$ 653,2 juta.
Pertumbuhan positif nilai ekspor juga masih berlanjut pada 2021 dan 2022, masing-masing tumbuh sebesar 82,06% menjadi US$ 1,18 miliar dan 63,23% menjadi US$ 1,94 miliar. Terbaru, pada periode sepanjang Januari - Oktober 2023, ekspor baja nirkarat mencapai US$ 1,18 miliar.
Apabila jumlah ekspor baja nirkarat terus menyusut akibat bea impor anti dumping ini diberlakukan Uni Eropa, ada potensi tren positif pertumbuhan nilai ekspor baja nirkarat akan semakin menyusut, mengingat potensi kerugian dari sengketa tersebut ditaksir mencapai US$ 43,1 juta.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)