
Amerika Sudah Berpesta, Saatnya IHSG-Rupiah Bersorak Gembira

Pelaku pasar perlu mencermati sejumlah sentimen yang bisa menggerakkan pasar hari ini meskipun masih minim data dan agenda penting. Cemerlangnya kinerja Wall Street menjadi salah satu sentimen yang diharapkan kembali menguatkan IHSG dan rupiah.
Selain itu, pengumuman klaim pengangguran AS untuk pekan yang berakhir pada 23 Desember juga bisa menjadi pertimbangan. Berikut beberapa sentimen yang bisa menggerakkan pasar hari ini:
1. Sentimen Inflow Asing yang Konsisten
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) menunjukkan aliran dana asing telah terpantau terjadi dalam enam pekan beruntun. Data terbaru per tanggal 18-21 Desember 2023 menunjukkan bahwa investor asing terus mencatatkan pembelian neto di pasar keuangan domestik.
Total pembelian bersih mencapai Rp6,37 triliun, dengan sebagian besar transaksi terjadi di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebesar Rp4,97 triliun, diikuti oleh pasar saham Rp1,52 triliun, dan Surat Berharga Negara (SBN) Rp0,12 triliun. Inflow asing yang berlangsung selama enam pekan berturut-turut dengan total lebih dari Rp40 triliun net buy, dan lebih dari Rp25 triliun di SRBI.
Pengaruh positif dari sentimen inflow asing menciptakan likuiditas yang melimpah di pasar saham, sehingga dapat membangun kepercayaan pelaku pasar domestik. Masuknya dana asing didukung oleh pasar negara berkembang yang masih memiliki ruang pertumbuhan yang besar di tengah kemungkinan era suku bunga tinggi akan perlahan dipangkas.
Sebagai catatan, Penguatan tahun ini utamanya terjadi sejak November seiring dengan inflasi AS yang semakin terkendali dan adanya sinyal bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) yang akan memangkas suku bunga 3x pada 2024. Sentimen ini yang menjadi angin segar utama IHSG mampu menembus level psikologis 7.000.
2. Anjloknya Dolar AS
Indeks Dolar (DXY) mencapai titik terendah dalam lebih dari lima bulan, berada di level 100,95 pada perdagangan Rabu kemarin. Posisi tersebut adalah yang terendah sejak 26 Juli 2023 atau lebih dari lima bulan.
Penurunan ini terjadi seiring dengan ekspektasi pasar mengenai kebijakan dovish dari bank sentral AS (The Fed). CME FedWatch bahkan memperkirakan kemungkinan pemangkasan suku bunga oleh The Fed pada Maret tahun depan.
Melemahnya indeks dolar mencerminkan jika dolar AS mulai dibuang investor dan investor mencari instrumen lain yang lebih menarik dengan return lebih tinggi, termasuk instrumen berdenominasi rupiah seperti rupiah dan SBN, Kondisi ini membuat inflow mengalir deras ke Indonesia.
Bagi perusahaan Indonesia, melemahnya dolar tentu memberi keuntungan dalam beberapa hal seperti murahnya barnag material hingga berkurangnya beban utang dolar AS.
Pelemahan dolar akan menguntungkan perusahaan yang menggantungkan bahan bakunya ke impor seperti perusahaan farmasi atau mie instan.
Dolar yang melandai juga akan membuat perusahaan yang memiliki banyak utang dalam dolar akan berkurang bebannya karena biaya bunga menjadi lebih murah.
Faktor eksternal dari AS juga memberikan dampak positif, terutama dalam hal data inflasi Personal Consumption Expenditures (PCE). Angka inflasi turun menjadi 2,6% pada November 2023, mencapai level terendah sejak Februari 2021.
Laju inflasi inti PCE juga melandai di bawah ekspektasi pasar, berada di angka 3,2% yoy. Penurunan ini memberikan sentimen positif karena mengindikasikan kecenderungan bahwa AS tidak akan mengetatkan kebijakan suku bunga acuannya di tahun 2024.
Sektor konsumsi domestik, perbankan, dan infrastruktur di Indonesia dapat diuntungkan dari penurunan tekanan inflasi global. Konsumen dapat merasakan daya beli yang lebih kuat, sementara sektor perbankan dapat merasakan dampak positif dari suku bunga yang cenderung stabil.
Di sisi lain, proyek-proyek infrastruktur dan perusahaan teknologi dapat menjadi lebih terjangkau dengan suku bunga yang terkendali. Hal ini dapat menjadi permulaan turnaround untuk perusahaan kontraktor, seperti BUMN karya yang saat ini sedang terlilit utang akibat sulitnya likuiditas.
3. Window Dressing IHSG
IHSG pada perdagangan menjelang akhir 2023 mencapai level tertinggi sepanjang tahun, ditutup pada posisi 7.245,92, menunjukkan kenaikan sebesar 0,12% pada perdagangan kemarin.
Penguatan ini menandai keberhasilan bursa domestik bertahan di atas level psikologis 7.200. Fenomena ini didukung oleh aktivitas window dressing, di mana manajer investasi melakukan penyesuaian portofolio untuk meningkatkan performa.
Salah satu faktor melesatnya IHSG disokong oleh saham milik Prajogo Pangestu, seorang pengusaha sukses asal Kalimantan Barat. Saham dari grupnya, seperti PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA), memimpin kenaikan pasar.
IHSG yang mencapai rekor tertinggi di akhir tahun memberikan optimisme kepada para investor dan membuka peluang bagi sektor-sektor yang terkait dengan energi baru terbarukan dan petrokimia.
Analisis Sektor yang Berpotensi Diuntungkan
Berbagai sentimen penguatan IHSG kali ini dapat menjadi landasan penguatan beberapa sektor saham di pasar domestik.
Sektor Perbankan:
Potensi pemangkasan suku bunga memang dapat mempertipis selisih pendapatan bunga dan beban bunga perbankan (Net Interest Margin/NIM). Meski demikian, perbankan yang notabene merupakan saham defensif diperkirakan dapat turut mendapat manfaat dengan akan adanya potensi kenaikan kredit tersalurkan seiring murahnya pendanaan.
Tidak hanya itu, likuiditas yang meningkat dapat mendorong peningkatan aktivitas perbankan, dan kepercayaan investor yang tumbuh dapat menciptakan peluang bagi perbankan untuk memperluas layanan dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Sektor Teknologi:
Pemangkasan suku bunga dapat meningkatkan likuiditas untuk investasi, seperti inovasi dan pengembangan produk baru. Selain itu, keberhasilan saham-saham teknologi di pasar global yang terlihat pada kenaikan indeks Nasdaq juga dapat memicu minat investor lokal dan asing di sektor ini.
Sektor Konsumsi:
Dengan penurunan tekanan inflasi global, sektor konsumsi dapat mengalami pertumbuhan yang positif. Daya beli konsumen dapat meningkat, mendorong peningkatan penjualan produk konsumsi. Perusahaan-perusahaan di sektor ritel dan barang konsumsi berpotensi mencatatkan kinerja positif.
Dan lagi, produk konsumsi yang mengalami kenaikan harga selama inflasi berpotensi memperoleh pendapatan yang lebih besar. Produk konsumsi cenderung menaikkan harga saat terjadi inflasi, namun harga biasanya tidak diturunkan meski inflasi telah terkendali. Hal ini dapat membuat profit margin perusahaan menjadi tebal.
Sektor Infrastruktur:
Penurunan tekanan inflasi dan kebijakan suku bunga yang cenderung stabil dapat membuat pembiayaan proyek infrastruktur menjadi lebih terjangkau. Hal ini dapat menyelesaikan persoalan sulitnya likuiditas selama pengetatan keuangan yang juga membuat proyek ditunda.
Alhasil, sektor ini berpotensi mengalami perbaikan kinerja, sehingga dalam jangka waktu menengah dapat memberikan imbal hasil investasi yang baik khususnya jika perbaikan memang dilakukan.
Sentimen positif dari inflow asing yang berlangsung selama enam pekan beruntun, pelemahan dolar AS, dan fenomena window dressing telah memberikan landasan yang kokoh untuk pertumbuhan pasar saham Indonesia menjelang akhir tahun ini.
Sektor-sektor seperti perbankan, teknologi, konsumsi, dan infrastruktur berpotensi mendapatkan manfaat dari kondisi ini. Meskipun demikian, investor perlu mempertimbangkan dengan cermat kondisi pasar dan melakukan analisis yang mendalam sebelum membuat keputusan investasi.
(mza/mza)