Pasar keuangan Indonesia diperkirakan bergerak positif hari ini setelah kabar baik dari Amerika Serikat (AS). Simak bagaimana proyeksi pasar hari ini pada halaman 3 artikel ini.
IHSG pada perdagangan kemarin, Rabu (13/12/2023) ditutup melemah 0,7% ke posisi 7.075,34. Pelemahan kemarin berbanding terbalik dengan pergerakan satu hari sebelumnya dimana IHSG sempat rebound 0,52% dan membuat IHSG kembali keluar dari level psikologis 7.100
Sepanjang perdagangan kemarin, di bursa saham terpantau ada 220 saham menguat, 346 saham koreksi, sementara sisanya 194 saham tidak ada pergerakan. Nilai transaksi harian yang tercatat juga cukup ramai mencapai Rp10,64 triliun, melibatkan volume saham sebanyak 21,25 miliar lembar dalam frekuensi perdagangan sebanyak 1,17 juta kali.
Koreksi IHSG kemarin sejalan dengan aksi jual asing yang tercatat mencapai Rp817,79 miliar di seluruh pasar. Saham yang paling banyak dijual asing antara lain saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebanyak Rp152,3 miliar, kemudian saham PT United Tractors Tbk (UNTR) sebanyak Rp121,4 miliar dan saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebanyak Rp101,3 miliar.
Lainnya ada saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan saham PT Barito Pacific Tbk (BRPT), masing-masing dibuang asing sebanyak Rp76,4 miliar dan Rp74,7 miliar.
Oleh karena itu, pelaku pasar jadi lebih konservatif, membuat pergerakan pasar keuangan Tanah Air terkoreksi. Hal ini juga menjadi penyebab rupiah yang masih merana.
Koreksi kemarin membuat rupiah masih melanjutkan tren pelemahan yang telah terjadi sejak Senin, awal pekan ini.
Kembali melemahnya rupiah juga terjadi di tengah indeks dolar AS yang berbalik menguat, Indeks dolar AS (DXY) pada kemarin, pukul 15.05 WIB menguat 0,08% menjadi 103,96. Angka ini lebih tinggi dibandingkan penutupan perdagangan Selasa kemarin yang berada di angka 103,87
Selanjutnya, pada pergerakan imbal hasil surat utang negara (SBN) acuan bertenor 10 tahun pada kemarin, Rabu (13/12/2023) terpantau kembali naik sekitar 5 basis poin (bps) ke posisi 6,74% dibandingkan penutupan satu hari sebelumnya di 6,69%.
Perlu dicatat, pada pasar obligasi hubungan yield dengan harga berbanding terbalik, sehingga penguatan pada yield yang terjadi kemarin menunjukkan harga obligasi yang turun. Hal tersebut berarti investor terpantau membuang SBN.
Kendati SBN dibuang asing selama beberapa hari ini, akan tetapi hasil lelang Surat Utang Negara (SUN) terakhir di Desember ini malah berhasil menyerap sesuai target indikatif sebanyak Rp19 trililun, ditopang dari asing sebanyak Rp5 triliun dan sisanya dari investor lokal. Hal ini menunjukkan sikap pemerintah dalam menyerap surat utang sudah mulai percaya diri walau masih ada banyak tantangan terutama dari eksternal.
Dari Amerika Serikat, bursa Wall Street pesta pora pada perdagangan yang ditutup Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia.
Indeks Dow Jones terbang 512,3 poin atau 1,4% ke 37.090,24. Indeks Nasdaq melesat 1,38% atau 209,57 poin ke 14.733,96 dan indeks S&P melambung 1,37% atay 63,39 poin ke 4.707,09.
Gerak positif bursa Wall Street terjadi di tengah kabar positif bank sentral AS yang kembali menahan suku bunga acuan sebagai hasil pengumuman rapat Federal Open Market Committee (FOMC) terakhir tahun ini.
Pengambilan kebijakan tersebut juga sudah sesuai dengan proyeksi pasar dan mengkonfirmasi perhitungan CME FedWatch Tool yang sebelumnya memproyeksi the Fed mempertahankan suku bunga pekan ini mencapai lebih dari 98%.
Kebijakan the Fed tersebut tentu bukanlah tanpa sebab, sebelumnya rilis inflasi negeri Paman Sam untuk periode November diketahui mengeluarkan hasil pertumbuhan yang sesuai ekspektasi pasar.
Indeks harga konsumen (CPI) naik 3,1% pada bulan November secara tahunan, sejalan dengan ekspektasi para ekonom. Sementara, secara bulanan, inflasi hanya naik tipis 0,1%.
"Data inflasi sesuai dengan ekspektasi, namun masyarakat benar-benar perlu melihat penurunan yang kuat untuk memperkuat penurunan suku bunga," kata Phillip Streible, kepala strategi pasar Blue Line Futures di Chicago, kepada CNBC International.
Selain itu, datang dari AS ada Laporan Departemen Tenaga Kerja yang menunjukkan Indeks Harga Produsen (PPI) untuk permintaan akhir naik 0,9% secara tahunan di bulan November. sedikit lebih rendah dibandingkan ekspektasi pasar yang memperkirakan kenaikan sebesar 1%, melansir dari Reuters.
Sementara itu, dalam basis bulanan harga produsen tidak berubah, dibandingkan perkiraan kenaikan 0,1%.
Berbagai laporan baru-baru ini, termasuk data indeks harga konsumen (CPI) pada hari Selasa, telah memperkuat ekspektasi bahwa suku bunga telah mencapai puncaknya membuat para pelaku usaha dan pemangku kepentingan terkait memperkirakan akan ada pivot suku bunga pada tahun depan.
Para pelaku pasar sekarang juga melihat kemungkinan pelonggaran moneter tahun depan, memperkirakan peluang hampir 7,8 % penurunan suku bunga setidaknya 25 basis poin (bps) pada Mei 2024, menurut alat pengukur CME FedWatch
Pasar keuangan mulai dari bursa saham, nilai tukar rupiah, hingga Surat Berharga Negara (SBN) hari ini tampaknya akan bergerak positif pasca dapat kabar baik dari kebijakan the Fed yang akhirnya menahan lagi suku bunga, sesuai dengan proyeksi pasar.
Gerak bursa Wall Street yang kompak menghijau semalam juga harapannya akan menular ke pergerakan pasar keuangan Tanah Air.
Kabar Bahagia! The Fed Tahan Suku Bunga
Sesuai dengan perkiraan pasar, akhirnya pada rapat terakhir bank sentral AS di penghujung tahun ini, suku bunga kembali dipertahankan. Sebelumnya, The Fed diketahui telah menaikkan suku bunga sebanyak 525 basis poin (bps) atau selama 11 kali sejak Maret 2023 ke posisi 5,25% - 5,50%.
Sebagai catatan, The Fed menggelar rapat Federal Open Market Committee (FOMC) kemarin dan hari ini. Hasil keputusan kemudian diumumkan pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari pukul 02:00 WIB.
Kebijakan the Fed tersebut semakin mengkonfirmasi Perhitungan CME FedWatch memproyeksikan the Fed akan mempertahankan suku bunga mencapai lebih dari 98%. Para pelaku pasar sekarang juga melihat kemungkinan pelonggaran moneter tahun depan, memperkirakan peluang hampir 7,8 % penurunan suku bunga setidaknya 25 basis poin (bps) pada Mei 2024, menurut alat pengukur CME FedWatch
Tak hanya itu, faktor pendorong kebijakan the Fed disinyalir berkat hasil inflasi AS yang melandai sesuai dengan ekspektasi pasar, kendati pasar tenaga kerja sempat memanas lagi pada November.
Diketahui, inflasi AS per November 2023 tercatat tumbuh 3,1% (year-on-year/yoy). Inflasi lebih rendah dibandingkan yang tercatat pada Oktober 2023 yakni 3,2% serta sesuai ekspektasi pasar yakni 3,2%.
Inflasi November menjadi yang terendah sejak Juni 2023. Laju inflasi juga sudah jauh melandai dibandingkan puncak tertingginya pada Juni 2022 yang tercatat 9,1%.
Sementara untuk inflasi inti tumbuh 4% yoy, relatif tak berubah dibandingkan bulan sebelumnya. Realisasi inflasi dan inflasi inti kali ini sesuai dengan harapan pasar, tetapi masih cukup jauh dari target the Fed yang mengharapkan inflasi melandai ke kisaran 2%.
Keputusan The Fed menahan suku bunga, memang menjadi kabar yang paling ditunggu bukan hanya oleh pelaku pasar Indonesia tetapi juga dunia. Dengan status sebagai ekonomi terbesar di dunia maka apapun keputusan The Fed akan berdampak besar terhadap ekonomi global.
Keputusan The Fed mengumumkan menahan suku bunga-nya, hal ini bisa menjadi kabar baik bagi IHSG yang potensi kembali hijau, rupiah menguat, hingga SBN bakal dilirik asing lagi. Pasalnya, dana asing diperkirakan akan mengalir deras ke pasar keuangan Indonesia.
The Fed Isyaratkan Pemangkasan Suku Bunga
Selain kebijakan menahan suku bunga, kabar positif lainnya adalah isyarat The Fed untuk memangkas suku bunga tahun depan. Dalam konferensi pers, Chariman The Fed Jerome Powell menjelaskan jika pembicaraan pemangkasan suku bunga memang sudah ada dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC) bulan ini. Pernyataan Powell ini jauh lebih lunak dibandingkan pada pertemuan November lalu di mana dia menegaskan masih terlalu premature memikirkan pemangkasan suku bunga.
"Itu (pemangkasan) mulai ada dalam pandangan kami dan menjadi topik diskusi kami," ucap Powell, dikutip dari Reuters.
Powell juga mengatakan jika ekonomi sudah berjalan normal dan The Fed tidak perlu lagi mengetatkan kebijakan suku bunga. Dokumen "dot plot" The Fed menunjukkan jika anggota bank sentral mulai mengindikasikan adanya pemangkasan suku bunga.
Sebanyak 17 anggota memperkirakan pemangkasan suku bunga tahun depan sementara hanya dua yang memperkirakan tidak ada penurunan suku bunga.
Tidak ada anggota FOMC yang memperkirakan suku bunga akan naik tahun depan.
Sebanyak delapan anggota memperkirakan adanya pemangkasan suku bunga setidaknya 75 bps pada tahun depan sementara lima lainnya memperkirakan pemangkasan suku bunga lebih dari 75 bps. Median ekspkektasi suku bunga ada di angka 4,6% dalam dot plot terbaru, turun dibandingkan 5,1% pada proyeksi September.
Dot plot, atau proyeksi suku bunga The Fed menjadi fokus lain dari pelaku pasar. Setiap akhir kuartal, The Fed akan memberikan proyeksi suku bunganya, terlihat daridot plot. Setiap titik dalamdot plottersebut merupakan pandangan setiap anggota The Fed terhadap suku bunga. Dalam dot plot, tergambar seperti apa anggota FOMC melihat suku bunga ke depan.
Dalam dokumen terbaru, The Fed juga memperbaharui proyeksi inflasi dan pengangguran. The Fed memperkirakan inflasi inti akan melandai ke 3,2% pada 2023 dan menjadi 2,4% pada 2024. Inflasi akan bergerak ke 2,2% pada 2025 dan kembali ke sasaran The Fed di angka 2% pada 2026.
Belanja konsumsi warga AS (PCE) diproyeksi akan ada di 2,8% pada tahun ini dan 2,4% pada 2024. Pada proyeksi September angkanya ada di 3,3% untuk 2023 dan 2,5% untuk 2024.
Komite The Fed juga memperbaharui proyeksi pertumbuhan ekonomi AS yakni menjadi tumbuh sebesar 2,6% pada tahun ini.
Proyeksi untuk 2023 lebih tinggi dibandingkan pada September yakni 2,1% pada 2023 tetapi lebih rendah untuk tahun depan yakni menjadi 1,4% dari 1,5%.
Angka pengangguran diperkirakan masih tetap di 3,8% pada 2023 dan naikk menjadi 4,1% pada 2024
Kendati begitu, ada sejumlah rilis data yang patut dicermati, data yang rilis baik pasti akan mempengaruhi gerak pasar jadi lebih optimis, akan tetapi jika data tak sesuai ekspektasi bisa menjadi boomerang karena tidak menutup kemungkinan dampaknya buruk bagi perusahaan nilai tukar, surat berharga negara, dan aset lainnya.
Pasar Tenaga Kerja Sempat Memanas, Hari Ini Bakal Rilis Klaim Pengangguran
Beralih ke data yang akan rilis, pada hari ini akan ada data tambahan data untuk pasar tenaga kerja, yakni data klaim pengangguran secara mingguan. Sebelumnya, ketenagakerjaan AS sempat memanas akibat jumlah pekerjaan di luar pertanian tak terduga tumbuh 199.000, meleset dari ekspektasi pasar yang proyeksi hanya tumbuh 180.000 pekerjaan.
Melansir data yang dihimpun platform Tradingeconomics.com, klaim pengangguran dalam seminggu yang berakhir 9 Desember 2023, diperkirakan akan bertambah seperti minggu sebelumnya sebesar 220.000.
Kendati ada tanda pemanasan, sebenarnya dalam basis bulanan tenaga kerja AS sudah mulai mendingin. Ini tercermin dari rata-rata pergerakan empat minggu, data klaim pengangguran hanya naik 500 menjadi 220,750.
Nilai rata-rata tersebut relatif lebih tinggi dibandingkan klaim pengangguran pekan sebelumnya, tetapi ini menjadi satu yang menarik karena sebenarnya kondisi pasar tenaga AS sudah mulai mendingin, terlepas kinerja November yang meningkat.
Lebih lanjut, data pasar tenaga kerja menunjukkan jumlah klaim yang disesuaikan secara non-musiman melonjak sebesar 93,761 menjadi 293,511, di tengah peningkatan tajam di California (+14,057), New York (+9,343), dan Texas (+7,698). Di sisi lain, klaim lanjutan turun sebesar 64.000 menjadi 1.861.000 pada minggu sebelumnya, hal ini menunjukkan perbaikan kondisi bagi para penganggur untuk mendapatkan pekerjaan yang tersedia.
Kamis, 14 Desember 2023
Agenda Ekonomi :
- Penjualan Ritel AS (20.30 WIB)
- Klaim Pengangguran AS (20.30 WIB)
- Foreign Direct Investment (FDI) China
Agenda Perusahaan :
- Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) ATIC, PEHA, PICO, PJAA
- Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) BUCA dan CANI
- Cum date dividen TOWR
Berikut data indikator ekonomi nasional :
CNBC INDONESIA RESEARCH