Newsletter

Waspada! Ada Pengumuman Genting dari AS Usai Debat Capres

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
11 December 2023 06:03
Tiga pasangan Calon Presiden-Wakil Presiden (Capres-Cawapres) RI resmi menandatangi Deklarasi Kampanye Pemilu Damai 2024 di Kantor KPU RI, Senin (27/11/2023).
Foto: Tiga pasangan Calon Presiden-Wakil Presiden (Capres-Cawapres) RI resmi menandatangi Deklarasi Kampanye Pemilu Damai 2024 di Kantor KPU RI, Senin (27/11/2023). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Pelaku pasar perlu mencermati banyaknya data dan agenda yang akan berlangsung pada pekan ini. Data-data tersebut diperkirakan akan menggerakkan sentimen sepanjang pekan, terutama dari keputusan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed).

Kondisi ekonomi China yang masih lesu, ditambah pekan ini ada banyak rilis data ekonomi baik dari eksternal dan internal bakal mempengaruhi pergerakan pasar keuangan Tanah Air mulai dari pasar saham, nilai tukar mata uang, hingga obligasi.

Dari pasar saham dahulu, perlu dicatat bahwa kenaikan IHSG pada pekan sebelumnya yang signifikan sudah semakin mendekati posisi tertinggi tahun ini di 7201,62. Biasanya, semakin mendekati resistance, dalam jangka pendek pelaku pasar akan mewaspadai adanya aksi taking profit kendati musim window dressing masih potensi menjadi pemanis pasar.
Ekonomi China Masih Loyo, Perlukah RI Khawatir?

Beralih ke sentimen dari China, pada Sabtu kemarin (9/12/2023) Tiongkok merilis data Consumer Price Index (CPI) yang tercatat kembali mengalami deflasi 0,5% (year on year/yoy). Angka ini lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yakni deflasi 0,2% yoy.

Penurunan ini merupakan penurunan CPI tercepat sejak November 2020, seiring dengan penurunan harga pangan pada laju terkuat dalam dua tahun terakhir (-4,2% vs -4,0% di bulan Oktober) di tengah penurunan harga daging babi yang lebih lanjut.

Lebih lanjut, Producer Price Index (PPI) China juga mengalami deflasi 3% yoy pada periode November 2023 atau lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yakni deflasi 2,6% yoy.

Kedua data deflasi tersebut menunjukkan bahwa perekonomian China sedang tidak baik-baik saja dan berpotensi berdampak negatif pada roda perekonomian Indonesia. Pasalnya, China memegang peranan penting sebagai mitra dagang terbesar bagi ekspor-impor Tanah Air.

China juga merupakan dua besar investor asing di Indonesia sehingga pelemahan ekonomi China bisa berdampak besar terhadap aliran modal ke RI.

Penjualan Ritel RI, Membaik Atau Loyo Jelang Akhir Tahun?

Sementara pada hari ini, Senin (11/12/2023) Bank Indonesia (BI) akan merilis data penjualan ritel pada Oktober 2023. Survei Bank Indonesia menunjukkan penjualan ritel hanya mencapai 1,5% (yoy) pada September dan diprediksi meningkat menjadi 1,8% pada Oktober 2023. 

Pada September 2023, pertumbuhan penjualan meningkat untuk pakaian (13,6% vs 8,1% di bulan Agustus) dan bahan bakar (9,9% vs 1,4%) sementara suku cadang & aksesoris otomotif meningkat tajam (11,5% vs -0,9%). Sementara itu, penjualan makanan terus meningkat (2,3% vs 3,4%).

Penjualan ritel RI menurun tajam sejak pertengahan tahun dari 7,9% (yoy) pada Juni 2023 menjadi hanya di bawah 2% pada Juli-September 2023. Menarik disimak apakah penjualan ritel Indonesia akan meningkat atau melemah di tengah banyaknya laporan pelemahan daya beli masyarakat serta ketatnya peredaran uang.

Jika penjualan ritel terus menurun maka ini menjadi warning pemerintah karena bisa menjadi sinyal melemahnya ekonomi ke depan mengingat 53% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia bergantung pada belanja masyarakat.

Inflasi AS, Melandai Atau Panas?

Selanjutnya, pada Selasa (12/12/2023) dari negeri Paman Sam akan merilis data inflasi dan inflasi inti untuk November 2023. Konsensus berekspektasi bahwa inflasi inti akan tetap di angka 4% yoy pada November. Sedangkan inflasi akan sedikit melandai ke angka 3,1% yoy, melandai dibandingkan periode Oktober di angka 3,2% yoy.

Jika inflasi dan inflasi inti AS dapat terkontrol dan terus melandai, hal ini mengindikasikan bahwa suku bunga bank sentral AS (The Fed) tidak perlu dinaikkan dan akan menjadi angin segar bagi pasar keuangan domestik karena capital inflow berpotensi mengalir deras.

Debat Capres dan Cawapres, Langsung Sengit Atau Adem?

Di luar agenda ekonomi, Indonesia akan menggelar agenda panas pekan ini yakni debat bakal calon presiden (bacapres) dan bakal calon wakil presiden (bacawapres). Debat pertama akan digelar pada Selasa (12/12/2023) dengan menghadirkan tiga bacapres dan bacawapres.

Seperti diketahui, ada tiga pasangan yang akan bertarung dalam pemilihan presiden (pilpres) 2024 yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar(CakImin), Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-MahfudMD.
Tema yang akan diangkat untuk debat perdana ini yakni Hukum, HAM, Pemerintahan, Pemberantasan Korupsi, dan Penguatan Demokrasi.

Nantinya debat akan ditayangkan di stasiun TV nasional dengan total durasi 150 menit. Debat akan dapat dibagi menjadi enam segmen.

Pada segmen pertama adalah pembukaan, pembacaan tata tertib dan penyampaian visi, misi, dan program kerja. Di segmen kedua bakal ada pendalaman visi, misi, dan program kerja.

Lalu di segmen ketiga, moderator akan menjelaskan kembali pendalaman visi, misi, dan program kerja. Di segmen keempat dan kelima, pasangan capres dan cawapres akan melakukan tanya jawab dan sanggahan.

Bagi pelaku pasar keuangan, debat menjadi penting karena setidaknya bisa memberi petunjuk kemana arah kebijakan masing-masing bacapres. Hal ini akan berdampak besar terhadap kebijakan ekonomi Indonesia ke depan.

Seperti pada debat-debat periode sebelumnya, debat akan menjadi bahan perbincangan masyarakat karena mereka ingin mengetahui visi dan misi bacapres sekaligus melihat kemampuan bacapres dalam menguji gagasan.

Kebijakan The Fed, Masih Galak atau Melunak?

Sehari setelah debat capres, pelaku pasar keuangan Indonesia akan dibuat was-was oleh pengumuman The Fed. The Fed saat menggelar rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada Selasa dan Rabu waktu AS atau Rabu dan Kamis waktu Indonesia. Kebijakan The Fed menjadi yang paling ditunggu pasar pekan ini tak hanya di Indonesia tetapi juga dunia.

Pada Kamis (14/12/2023) dini hari waktu Indonesia, The Fed akan merilis data suku bunga acuannya. Perangkat CME FedWatch memproyeksikan bahwa The Fed tidak akan menaikkan suku bunganya lagi pada pertemuan terakhir di tahun ini dan dan Januari 2024. Suku bunga The Fed diperkirakan akan tetap bertahan di level 5,25--5,50%.

Proyeksi CME FedWatch, The Fed menahan suku bunga pada pertemuan pekan ini sudah mencapai 97,1%. Bahkan, survei pelaku pasar CME FedWatch sebesar 49,3% menunjukkan The Fed akan mulai memangkas suku bunganya untuk pertama kalinya pada Mei 2024 sebesar 25 basis poin (bps).

Hal tersebut menunjukkan bahwa pelaku pasar cukup optimis, tahun depan akan ada soft landing. Sebagai informasi, sejak Maret 2022, suku bunga The Fed telah dinaikkan sebanyak 11 kali hingga ke posisi 5,25-5,5%.

Neraca Dagang Indonesia, Surplus Menyusut?

Pada Jumat (15/12/2023), dari dalam negeri akan ada Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data ekspor-impor dan neraca dagang November 2023. Sebelumnya, neraca dagang Indonesia masih tercatat surplus US$ 3,48 miliar pada Oktober 2023 yang memperpanjang surplus  menjadi 42 bulan beruntun.

Surplus yang beruntun ini menjadi hal positif bagi Indonesia karena artinya ekspor masih jauh lebih besar dibandingkan impor dalam memenuhi kebutuhan domestik.

Meski surplus terus berlanjut tetapi nilainya kemungkinan tergerus karena secara historis nilai impor akan menanjak pada kuartal terakhir. Harga komoditas seperti batu bara dan minyak sawit mentah juga merosot pada Oktober sehingga nilai ekspor bisa tergerus.

Menarik dilihat seberapa besar nilai impor barang modal dan barang mentah/perantara pada November. Jika nilainya anjlok maka laju investasi dalam tiga bulan ke depan bisa menurun sehingga laju ekonomi bisa ikut melandai.

 

(tsn/tsn)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular