
Lagi! Jokowi Ungkap Ketakutannya Soal Inflasi, Separah Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menyampaikan kekhawatirannya mengenai tingginya inflasi global serta masih tingginya risiko inflasi pangan ke depan. Jokowi pun meminta semua pemangku jabatan dan kepentingan untuk terus bersiinergi meredam lonjakan inflasi dan dampaknya.
Sebagai informasi, inflasi global sempat mencapai puncaknya pada kuartal II-2022 sebesar 11,6% dan kemudian terus melandai menjadi 5,6% pada Oktober 2023, dengan inflasi negara maju tercatat 3,5% sementara inflasi negara Emerging Market and Developing Economies (EMDEs) tercatat 7,6%.
Negara-negara EMDEs lain telah mampu menurunkan inflasinya kembali ke sasaran, termasuk Indonesia. Perkembangan di atas menunjukkan bahwa pengetatan moneter oleh bankbank sentral negara maju masih akan berlanjut pada tahun 2024 untuk memastikan kembalinya inflasi ke sasaran yaitu 2%.
![]() Sumber: Bank Indonesia |
Inflasi Indonesia sendiri tercatat relatif melandai menjadi 2,56% (year on year/yoy) dan 0,17% (month to month/mtm) pada Oktober 2023. Hal ini dinilai cukup baik mengingat pada September 2022, inflasi Indonesia sempat menyentuh posisi 5,95% yoy sebagai dampak kenaikan harga BBM subsidi. Di lain sisi, inflasi Indonesia saat ini juga sudah berada di dalam target pemerintah 2023 yakni dalam rentang 2-4%.
Inflasi Kelompok Pangan, Momok Utama RI
Kendati inflasi relatif melandai, namun yang patut dicermati yakni inflasi pangan yang masih cukup tinggi bahkan di atas target pemerintah maupun BI.
Inflasi pangan (volatile food) tercatat mencapai 5,54% yoy dan 0,21% mtm pada Oktober 2023. Komoditas yang memberikan andil cukup signifikan yakni beras, daging ayam ras, bawang putih, dan kentang. Inflasi volatile sebesar 5,54% (yoy) ada di atas target pemerintah dan Bank Indonesia (BI) yakni 4-5%.
Inflasi harga pangan menjadi perhatian besar Jokowi sejak tahun lalu. Dalam beberapa kesempatan, mantan Gubernur DKI tersebut mengingatkan jika inflasi pangan bisa menjadi 'hantu' bagi perekonomian. Jokowi bahkan mengizinkan pemerintah daerah untuk menggunakan APBD nya guna menstabilisasi harga pangan.
Inflasi kelompok volatile yang didominasi bahan pangan sempat melonjak hingga 11,47% (yoy) ppada Juli 2022 yang merupakan rekor tertinggi sejak Januari 2014 (11,91%). Inflasi melonjak karena melambungnya sejumlah bahan pangan seperti minyak goreng, cabai, hingga beras.
Inflasi kelompok pangan menjadi penting karena berdampak besar terhadap angka kemiskinan. Sebagai catatan, 75% pengeluaran masyarakat miskin lari ke makanan sehingga pergerakan harga pangan akan langsung berdampak ke daya beli masyarakat miskin.
Kelompok pangan masih menjadi penyumbang inflasi terbesar karena lonjakan harga beras, bensin dan cabai rawit. Hal ini menunjukkan bahwa harga pangan di Indonesia mayoritas menjadi lebih mahal dibandingkan sebelumnya sehingga membebani masyarakat.
Rata-rata harga beras pada Oktober yang dihimpun lewat Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN) mencapai Rp14.575 per kg, naik Rp 415 atau 3% dibandingkan September. Harga gula juga naik Rp 538 atau 3,5% pada Oktober menjadi Rp16.143.
Presiden Jokowi mengkhawatirkan inflasi pangan semakin menjauhi target pemerintah karena perang yang terjadi belakangan ini berdampak pada gangguan rantai pasok global, lonjakan harga pangan, energi semua terdampak semuanya.
Lebih lanjut, situasi El Nino serta pemanasan global yang membuat produksi pangan domestik juga semakin menurun bahkan sejumlah 22 negara sudah membatasi ekspor pangannya. Hal ini memberikan ketakutan sendiri bagi pemerintah karena informasi ini bersifat dadakan.
"Dulu yang namanya impor beras semua negara menawarkan 'saya punya stok', 'saya punya stok', 'saya punya stok', sekarang 22 negara stop ekspor dan membatasi ekspor pangan." ujar Presiden Jokowi, dalam acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia, Rabu 929/11/2023).
Kendati situasi akibat El Nino menyebabkan kekeringan di Indonesia, namun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengungkapkan, fenomena iklim yang memicu anomali kenaikan suhu, El Nino, akan segera berakhir.
"Meskipun saat ini El Nino masih cukup kuat, BMKG memprediksi bahwa fenomena ini akan melemah dan berakhir pada awal tahun 2024. Ini akan diikuti oleh musim hujan yang meningkat, dengan curah hujan di atas normal, terutama pada Januari dan Februari," kata Dwikorita dikutip dari keterangan di situs resmi BMKG, Selasa (31/10/2023).
Beralih ke lain hal, Presiden Jokowi juga mengingatkan bahwa peredaran uang semakin kering di pelaku-pelaku usaha. Broad money (M2) tercatat tumbuh kecil pada Oktober 2023, bahkan pertumbuhan terendah sepanjang sejarah Indonesia yakni sebesar 3,4% yoy menjadi Rp8.505,4 triliun.
Hal ini memang dapat menjadi kekhawatiran bagi para pelaku pasar hingga pemerintah karena artinya perusahaan relatif enggan melakukan ekspansi bisnis serta pertumbuhan kredit akan tidak cukup tinggi.
Namun, dari sudut pandang lain, hal ini juga dapat memberikan tanda bahwa inflasi Indonesia dapat ditekan karena jumlah uang beredar yang relatif tidak bertumbuh banyak.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)