Hantu Inflasi Ngamuk Lagi, Warga Miskin RI Makin Nestapa

Revo M, CNBC Indonesia
01 November 2023 17:05
Kolase Bahan Pangan. (CNBC Indonesia)
Foto: Kolase Bahan Pangan. (CNBC Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi Indonesia naik  menjadi 2,56% (year on year/yoy) dan 0,17% (month to month/mtm)pada Oktober 2023. Kelompok pangan masih menjadi penyumbang inflasi terbesar karena lonjakan harga beras, bensin dan cabai rawit. Hal ini menunjukkan bahwa harga pangan di Indonesia mayoritas menjadi lebih mahal dibandingkan sebelumnya sehingga membebani masyarakat.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini dalam konferensi pers, Kamis (1/11/2023) mengatakan inflasi year to date (ytd) Oktober 2023 sebesar 1,80%.

Sedangkan untuk inflasi inti sebesar 1,19% yoy yang merupakan posisi terendah sejak 21 bulan terakhir. Secara tahunan, inflasi Oktober melesat dibandingkan September yang tercatat 2,28% sementara secara bulanan lebih rendah dibandingkan September (0,19%).

Sebagai catatan, inflasi secara tahunan terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya seluruh indeks kelompok pengeluaran, yang tertinggi yaitu kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 5,41%.

Baik secara bulanan maupun tahunan tercatat inflasi dan inflasi inti Indonesia lebih rendah dibandingkan ekspektasi yang dihimpun oleh CNBC Indonesia dari 11 institusi yang memperkirakan inflasi Oktober 2023 akan mencapai 0,26% dibandingkan bulan sebelumnya (mtm). Hasil polling juga memperkirakan inflasi (yoy) akan berada di angka 2,65% pada bulan ini. Inflasi inti (yoy) diperkirakan mencapai 2,00%.

Bank Danamon tetap memproyeksikan bahwa inflasi Indonesia di akhir  2023 tercatat berada di angka 2,7%  Inflasi pada dua bulan terakhir tahun ini akan dibayangi dampak dasar penyesuaian harga bahan bakar bersubsidi tahun lalu dan dampak kecil El Nino terhadap harga pangan domestik yang bergejolak.

Lebih lanjut, Bank Danamon pun mengakui bahwa konflik geopolitik menimbulkan ketidakpastian dan menimbulkan risiko terhadap perkiraan inflasi. Meningkatnya harga minyak, yang dipicu oleh konflik, dapat menyebabkan melonjaknya inflasi dalam negeri jika harga minyak dunia melebihi US$120/barel, sehingga mendorong pemerintah melakukan penyesuaian terhadap harga bahan bakar bersubsidi dalam negeri.

Awas, Hantu Inflasi Pangan Kembali Mengintai
Kenaikan harga pangan memicu tingginya inflasi barang bergejolak (volatile food) hingga mencapai 5,54% yoy dan 0,21% mtm pada Oktober 2023. Komoditas yang memberikan andil cukup signifikan yakni beras, daging ayam ras, bawang putih, dan kentang. Inflasi volatile sebesar 5,54% (yoy) ada di atas target pemerintah dan Bank Indonesia (BI) yakni 4-5%.

Beras merupakan penyumbang andil inflasi pada volatile food dengan inflasi beras sebesar 1,72% mtm dan andil 0,06%, lalu diikuti oleh cabai rawit dengan inflasi 19,59% mtm dan andil 0,03%, serta cabai merah dengan inflasi 3,98% mtm dan andil 0,01%.
B
obot beras dalam perhitungan inflasi terbilang besar yakni 3,33% terhadap kelompok pangan sehingga perkembangan harga beras akan berdampak terhadap laju inflasi.



Sementara di tengah inflasi volatile food yang terjadi, terdapat pula deflasi volatile food yang didominasi oleh ikan segar serta telur ayam ras dengan deflasi 0,03% mtm, sedangkan tomat, bawang merah, minyak goreng, dan bawah putih mengalami deflasi 0,01% mtm.

Kenaikan harga pangan menjadi salah satu besar kekhawatiran Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pasalnya, harga pangan menjadi salah satu penyumbang kemiskinan. Dalam hitungan BPS, warga miskin menghabiskan 75% pengeluarannya untuk makanan. Jika harga pangan semakin mahal maka tingkat kemiskinan bisa meningkat.

Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN) menunjukan bahan pokok yang mengalami lonjakan harga adalah beras, cabai rawit merah, dan gula pasir.

Rata-rata harga beras pada Oktober mencapai Rp 14.575 per kg, naik Rp 415 atau 3% dibandingkan September. Harga gula juga naik Rp 538 atau 3,5% pada Oktober menjadi Rp 16.143.
Rata-rata harga cabai rawit merah melonjak Rp 17.800 per kg atau 43% menjadi Rp59.234 per kg.

Harga cabai terpantau sedang dalam tren naik dan terus beterbangan. Bahkan harga cabai rawit merah sudah mencapai Rp100.000 per kg, di daerah lain di RI bahkan sudah menembus Rp100.000 per kg (di Maluku).

Secara umum penyumbang utama inflasi Oktober 2023 secara mtm yakni kelompok transportasi, makanan, minuman, dan tembakau. Komoditas penyumbang utama inflasi pada kelompok transportasi adalah bensin dan tarif angkutan udara, sementara pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau adalah beras, cabai rawit, dan cabai merah.

Jika dilihat berdasarkan tahunan, penyumbang utama inflasi Oktober 2023 yakni kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan andil 1,39% dengan komoditas utama yakni beras, rokok kretek filter, dan daging ayam ras.

Sementara kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga memiliki andil yang sama besar dengan kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya yakni masing-masing sebesar 0,23% terhadap inflasi Oktober 2023 secara tahunan.

El Nino Berdampak Besar ke Harga Pangan
Salah satu faktor dibalik inflasi yang merangkak naik yakni El Nino yang masih bertahan di level moderat pada Oktober 2023. El Nino yang menyebabkan kekeringan menyebabkan terganggunya produksi pangan, sehingga jika RI hanya mengandalkan pasokan dalam negeri maka lonjakan harga akan terjadi dan menaikkan inflasi.

Untuk mengatasi penurunan produksi dan menjaga stok cadangan beras pemerintah (CBP), pemerintah berencana menambah jumlah importasi beras sebanyak 1,5 juta ton. Plt Menteri Pertanian, Arief mengatakan penambahan impor tersebut dalam rangka mengantisipasi penurunan produksi akibat dampak El Nino.

Adapun per 11 Oktober 2023, stok CBP yang ada di Bulog mencapai 1,6 juta ton. Sedangkan penyaluran Beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) telah mencapai 821 ribu ton. Dengan penambahan impor beras untuk CBP tersebut, diperkirakan cukup hingga akhir tahun 2023.

"Berbagai upaya untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga beras telah kami kerjakan, pemenuhan stok CBP bersama Perum Bulog juga akan terus dilakukan untuk menjaga stabilitas beras nasional hingga tahun depan sesuai arahan Bapak Presiden Jokowi," sebut Arief.

Kendati situasi akibat El Nino menyebabkan kekeringan di Indonesia, namun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengungkapkan, fenomena iklim yang memicu anomali kenaikan suhu, El Nino, akan segera berakhir.

"Meskipun saat ini El Nino masih cukup kuat, BMKG memprediksi bahwa fenomena ini akan melemah dan berakhir pada awal tahun 2024. Ini akan diikuti oleh musim hujan yang meningkat, dengan curah hujan di atas normal, terutama pada Januari dan Februari," kata Dwikorita dikutip dari keterangan di situs resmi BMKG, Selasa (31/10/2023).

Jika hal tersebut benar terjadi, maka produksi pangan Indonesia khususnya beras dapat kembali pulih dan menjadi normal. Alhasil inflasi pun dapat melandai dan harga pangan serta beras di dalam negeri pun lebih stabil dan mengalami penurunan ke depannya.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation