
Pak Jokowi, Petaka Bumi Menggila! Inflasi Diramal Ganas Lagi

Jakarta, CNBC Indonesia - Inflasi Indonesia diperkirakan kembali merangkak naik karena melesatnya sejumlah harga barang pokok dan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data inflasi Oktober 2023 pada Rabu (1/11/2023).
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 institusi memperkirakan inflasi Oktober 2023 akan mencapai 0,26% dibandingkan bulan sebelumnya (mtm).
Hasil polling juga memperkirakan inflasi (year on year/yoy) akan berada di angka 2,65% pada bulan ini. Inflasi inti (yoy) diperkirakan mencapai 2,00%.
Sebagai catatan, inflasi pada September 2023 tercatat 2,28% (yoy) dan 0,19% (mtm) sementara inflasi inti mencapai 2,00% (yoy).
Jika inflasi kembali melonjak maka ini tentu saja menjadi kabar buruk bagi Indonesia, termasuk Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam setahun terakhir, Jokowi selalu mengingatkan pentingnya menjaga inflasi.
Dalam catatan BPS, inflasi secara bulanan memang biasanya meningkat mulai Oktober setelah melandai di September. Sepanjang periode 2018-2022 atau lima tahun terakhir, inflasi (mtm) Oktober mencapai 0,08%.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan September yang lebih banyak mencatat deflasi.
Inflasi Oktober tahun ini juga diprediksi akan kencang karena melonjaknya sejumlah harga bahan pangan serta BBM non-subsidi.
PT Pertamina (Persero) resmi mengubah harga bahan bakar minyak (BBM) jenis non-subsidi per 1 Oktober 2023.Adalima jenis BBM yang mengalami kenaikan harga, yakni Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite,Pertamina Dex, dan Pertamax Green 95.
Harga BBM Pertamax mulai 1 Oktober Rp 14.000 atau naik dibandingkan periode September sebesar Rp 13.300 per liter. Sementara itu, Pertamax Turbo juga naik menjadi Rp 16.600 per liter dari sebelumnya Rp 15.900 per liter. Harga Dexlite per 1 Oktober 2023 juga naik dari Rp 16.350 per liter menjadi Rp 17.200 per liter.
Ekonom Bank Danamon Irman Faiz menjelaskan inflasi akan meningkat karena kenaikan harga cabai rawit dan beras serta komoditas lain. Dia menjelaskan dampak El Nino sudah terasa kepada harga pangan Indonesia.
"Faktor pendorong utamanya volatile foods seperti cabai merah, cabai rawit, gula, dan beras. Dampak dari El Nino mulai terasa pada komoditas tersebut," tutur Irman, kepada CNBC Indonesia.
Senada, kepala ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro juga memperkirakan inflasi akan meningkat karena semakin mahalnya harga pangan seperti beras.
"Harga cabai merah dan keriting naik signifikan di Oktober," ujarnya.
Selain harga pangan, ekonom Bank Maybank Indonesia Juniman mengatakan inflasi juga meningkat karena kenaikan harga emas perhiasan, harga BBM non-subsidi, serta rokok.
Sementara itu, Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN) menunjukkan bahan pokok yang mengalami lonjakan harga adalah beras, cabai rawit merah, dan gula pasir.
Rata-rata harga beras pada Oktober mencapai Rp 14.575 per kg, naik Rp 415 atau 3% dibandingkan September.
Harga gula juga naik Rp 538 atau 3,5% pada Oktober menjadi Rp 16.143.
Rata-rata harga cabai rawit merah melonjak Rp 17.800 per kg atau 43% menjadi Rp59.234 per kg.
Harga cabai terpantau sedang dalam tren naik dan terus beterbangan. Bahkan harga cabai rawit merah sudah mencapai Rp100.000 per kg, di daerah lain di RI bahkan sudah menembus Rp100.000 per kg (di Maluku).
Harga cabai rawit merah terpantau berbalik naik dan terus menanjak setelah anjlok ke level terendah bulan September 2023. Sedangkan harga cabai merah keriting dalam tren naik sejak bulan Juli 2023.
Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Prihasto Setyanto mengungkapkan salah satu penyebab mahalnya harga cabai karena penurunan produksi, dampak adanya kemarau panjang atau El Nino. Namun dia meyakini kenaikan harga cabai tidak akan berlangsung lama, sebab di beberapa daerah sudah mulai turun hujan.
"Ya biasa lah, kan sekarang produksi agak turun karena El Nino, ini agak panjang kan kemaraunya. Kalau kemarau agak panjang ya biasa lah, semuanya akan mengalami seperti itu. Tapi sebentar lagi akan mengalami kenaikan (produksi)," tutur Prihasto, saat ditemui wartawan di Kementerian Pertanian, Senin (30/10/2023). Saat ini hampir di seluruh daerah, lanjut dia, rata-rata mengalami penurunan produksi yang disebabkan oleh kemarau panjang El Nino.
Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qolbi mengungkapkan dampak El Nino memberikan pengaruh negatif terhadap produksi tanaman pangan. Khusus beras, setidaknya produksi bakal turun hingga 1,2 juta ton.
"Ini yang sementara bisa kita identifikasi kurang lebih 1,2 juta ton," kata Harvick usai Rapat Terbatas terkait Mitigasi Dampak Fenomena El Nino, di Istana Kepresidenan, Selasa (3/10/2023).
Harvic menjelaskan hal itu belum berdampak serius, karena mengacu dari angka produksi beras RI kemungkinan pada tahun ini mencapai 30 juta ton
Fenomena El Nino masih akan bertahan pada level moderat hingga bulan Desember 2023 - Januari 2024.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi El Nino moderat akan berakhir di Februari 2024. Tahun depan pada bulan Maret, El Nino masih ada tapi sudah lemah semakin menuju netral.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mae/mae)