
BI Pangkas Suku Bunga Saat Pemilu? Ini Ramalannya

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di level 6,00% pada bulan ini setelah secara mengejutkan menaikkan sebesar 25 bps pada Oktober lalu.
Keputusan BI menahan suku bunga pada Kamis (23/11/2023) sudah sejalan dengan ekspektasi pelaku pasar. Hal ini berbeda pada Oktober lalu di mana keputusan BI mengejutkan karena BI menahan suku bunganya selama delapan bulan beruntun pada 2023.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, keputusan menahan suku bunga kemarin tetap konsisten dengan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dari dampak tingginya ketidakpastian global serta sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor atau imported inflation, sehingga inflasi tetap terkendali dalam sasaran 3,0±1% pada 2023 dan 2,5±1% pada 2024.
Sementara itu, pada kenaikan suku bunga Oktober lalu, BI menilai pada saat itu diperlukan kenaikan suku bunga untuk menahan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Terlebih, cadangan devisa (cadev) sudah terkuras sekitar US$10,3 miliar dalam enam bulan dari US$145,2 miliar pada Maret 2023 menjadi US$134,9 miliar pada September 2023.
Bahkan pada cadev Indonesia pada Oktober 2023 kembali turun menjadi US$133,1 miliar karena dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar Rupiah sebagai langkah antisipasi dampak rambatan sehubungan dengan semakin meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.
Historikal Suku Bunga BI
Sebelum BI menurunkan suku bunga, posisi suku bunga akan berada pada terminal rate/puncaknya terlebih dahulu lalu ke depan akan diikuti dengan pemangkasan suku bunga.
Sejarah BI sejak 2005 perihal suku bunga mencatat bahwa ketika BI melakukan cut rate pertama kalinya setelah terminal rate tercapai, maka dalam beberapa waktu ke depan akan dilanjutkan dengan cut rate berikutnya atau setidaknya menahan suku bunganya.
Belum pernah secara historis, BI menurunkan suku bunganya lalu kembali menaikkan suku bunganya secara mendadak.
Sebagai contoh pada Desember 2005, suku bunga BI tercatat naik 50 basis poin (bps) ke angka 12,75% dan ditahan selama empat bulan beruntun hingga April 2006. Lalu cut rate pertama dilakukan pada Mei 2006 hingga April 2008 hingga ke level 8%.
Begitu pula pada saat Oktober 2008, BI menaikkan 25 bps ke level 9,5% dan kali ini hanya satu kali ditahan kemudian dilanjutkan cut rate 25 bps pada Desember 2008.
Contoh lain pada Februari 2011, BI menaikkan 25 bps ke level 6,75% dan ditahan tujuh bulan beruntun sebelum akhirnya suku bunga dipangkas pada Oktober 2011 sebesar 25 bps.
Selanjutnya pada November 2014, BI juga menaikkan suku bunganya 25 bps ke posisi 7,75% dan ditahan selama dua bulan saja hingga akhirnya pada Februari 2015 suku bunga dipangkas 25 bps ke level 7,5%.
Kejadian terakhir terjadi pada November 2018 ketika BI menaikkan suku bunganya 25 bps menjadi 6% dan ditahan selama tujuh bulan berturut-turut. Kemudian pada Juli 2019 dilakukan pemangkasan 25 bps ke angka 5,75%. Pemangkasan ini terus berlanjut bahkan hingga Juli 2022 sampai pada level 3,5%.
Jika dirata-ratakan berdasarkan lima kejadian tersebut, maka BI akan menahan suku bunganya sekitar 4-5 kali atau maksimal tujuh bulan jika berkaca pada data historis sebelum memangkas suku bunga.
Dengan perhitungan tersebut, BI menahan suku bunga pada November ini maka pemangkasan suku bunga kemungkinan baru akan turun dalam 4-5 bulan ke depan atau Februari-Maret 2024. Pada periode tersebut, Indonesia tengah dimeriahkan oleh pemilihan presiden dan pemilihan umum atau bahkan sudah diketahui presiden baru bila pilpres satu putaran.
Bila suku bunga dipangkas paling lama tujuh bulan ke depan maka BI-7DRR akan turun pada Mei mendatang.
Proyeksi BI Rate Ke Depan
Sebagai catatan, pada 23 November 2023, BI memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya pada level 6% untuk pertama kalinya sejak suku bunga dinaikkan pada 19 Oktober 2023.
Perry menjelaskan, kebijakan suku bunga acuan ini didasarkan atas kondisi ekonomi global yang masih penuh dengan ketidakpastian. Di antaranya, didasari dari ekonomi Amerika Serikat (AS) masih tumbuh kuat didorong oleh konsumsi rumah tangga dan sektor jasa yang berorientasi domestik, sementara ekonomi China membaik didukung oleh konsumsi dan dampak stimulus kebijakan fiskal.
Bank Mandiri melihat ke depan bahwa volatilitas pasar mungkin tetap tinggi dalam jangka pendek di tengah kekhawatiran yang masih ada tentang perlambatan ekonomi global, suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama, dan ketegangan geopolitik yang sedang berlangsung di Timur Tengah.
Lebih lanjut, konsensus pasar secara luas memperkirakan FFR tidak berubah pada 5,25% - 5,50%, namun panduan The Fed mengindikasikan masih terdapat ruang kenaikan sebesar 25 bps menjadi 5,75% menuju ke arah tersebut akhir tahun 2023.
Bank Mandiri memproyeksikan suku bunga BI saat ini sudah cukup untuk mempertahankan daya tarik asing dan menarik aliran modal perihal kestabilan nilai tukar rupiah.
"Kami masih melihat BI7DRR di 6,00% dan tingkat inflasi akan terjadi mencapai sekitar 3% pada akhir tahun 2023." ujar Ekonom Bank Mandiri, Andry Assmoro dalam laporanya OCE Macro Blast: Macro Brief BI 7-Day RRR.
Kapan BI Pangkas Suku Bunga?
Perry menjelaskan keputusan suku bunga acuan BI ke depan akan bergantung pada beberapa hal. Terutama situasi Amerika Serikat (AS) serta respons Bank Sentral Federal Reserve (Fed).
"Jadi dinamika risk on risk off sangat uncertainty karena di AS ekonominya masih cukup kuat, inflasi sudah turun tapi lelet," ungkapnya dalam konferensi pers, Kamis (23/11/2023).
Saat ini suku bunga The Fed berada di rentang 5,25-5,50% atau sekitar 50 bps lebih rendah dibandingkan suku bunga BI.
Hingga 23 November 2023, perangkat CME Fedwatch menunjukkan bahwa pelaku pasar meyakini The Fed melakukan pemangkasan pertamanya pada Mei 2024 dengan persentase 46,2%.
Sementara itu, 42,7% pelaku pasar lebih konservatif dan meyakini The Fed memangkas suku bunga pertamanya pada Juni 2024 atau di penghujung semester I-2024.
![]() Source: CME Fedwatch Tool |
Jika diasumsikan The Fed memangkas suku bunganya pada Mei 2024, maka paling cepat BI berpotensi juga memangkas suku bunganya pada Mei atau Juni 2024 dengan pertimbangan kondisi global cukup stabil hingga nilai tukar rupiah terhadap dolar AS relatif cukup baik.
Kendati demikian, hingga saat ini, kondisi global masih belum stabil di tengah perlambatan global yang diproyeksikan terjadi pada 2024, kondisi geopolitik Rusia-Ukraina serta perang Hamas dan Israel yang berpotensi menaikkan harga minyak dunia, serta inflasi yang masih cukup tinggi di berbagai belahan dunia.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)