
Dolar AS Tembus Rp16.400, BI Rate Diramal Masih Tetap 6,25%

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) sedang melakukan Rapat Dewan Gubernur (RDG). Salah satu menjadi perhatian yakni suku bunga acuan di tengah situasi rupiah dalam tren pelemahan.
RDG BI berlangsung pada 19-20 Juni 2024. Konsensus CNBC Indonesia yang dihimpun dari 11 lembaga/institusi dengan sepakat memperkirakan BI akan tetap di level 6,25% atau tidak mengalami kenaikan maupun penurunan pada pertemuan Juni ini.
Sebelumnya, pada RDG BI periode April 2024, BI menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps). Kemudian dilanjutkan dengan menahan suku bunganya pada Mei 2024 mengingat kondisi rupiah cenderung relatif stabil.
Gubernur BI, Perry Warjiyo menjelaskan, kebijakan BI Rate itu ditahan mempertimbangkan kebijakan moneter yang yang antisipatif untuk menahan laju inflasi tetap di kisaran sasaran 2,5% plus minus 1% hingga akhir tahun ini sampai 2025.
"Keputusan ini konsisten dengan kebijakan moneter pro-stability, yaitu sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran," kata Perry saat konferensi pers di kantor pusat BI, Jakarta, Rabu (22/5/2024).
"Ekonomi Amerika Serikat (AS) tumbuh kuat ditopang oleh perbaikan permintaan domestik, termasuk fiskal akomodatif, dan kenaikan ekspor. Inflasi AS pada April 2024 tetap tinggi sejalan dengan pertumbuhan ekonomi AS yang kuat tersebut, meski melambat dibandingkan dengan inflasi Maret 2024," tambah Perry.
Selanjutnya, dalam Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Selasa (4/6/2024), Perry menuturkan alasan kondisi inflasi global yang masih tinggi dan lambat penurunannya menyebabkan dolar AS cenderung perkasa.
"Ini juga karena harga komoditas global, ketiga ini juga menunjukkan bahwa The Fed akan turunkan suku bunga akhir tahun ini," kata Perry.
"Ini membuat ketidakpastian kenapa indeks dolar AS masih sangat kuat," tambahnya.
Perry mengungkapkan, perkembangan inflasi ini meningkatkan kemungkinan penurunan Fed Funds Rate (FFR) pada akhir 2024. Pada saat bersamaan, risiko memburuknya ketegangan geopolitik sejak akhir April 2024 juga tidak berlanjut.
Kendati inflasi AS alami pelandaian dalam dua bulan terakhir, namun potensi pemangkasan suku bunga justru diperkirakan hanya terjadi satu kali pada tahun ini. Hal ini berbeda jauh jika dibandingkan pada pertemuan (Federal Open Meeting Committee/FOMC) Maret lalu yang diproyeksikan akan memangkas suku bunganya sebesar tiga kali.
Dalam rapat bank sentral AS (The Fed) pada Kamis (13/6/2024) memutuskan untuk menahan suku bunganya di level 5,25-5,5% untuk ketujuh kalinya secara beruntun yakni sejak September 2023 silam.
Dalam Ringkasan Proyeksi Ekonomi (SEP) pada rapat Juni ini mencakup grafik yang menjadi obsesi banyak pengamat The Fed yakni "dot plot".
Grafik ini menunjukkan kepada konsumen di mana setiap pejabat Fed melihat kenaikan atau penurunan suku bunga di masa depan, saat ini hingga tahun 2026.Setiap titik dalam dot plot tersebut merupakan pandangan setiap anggota The Fed terhadap suku bunga.
Dari 19 anggota, delapan memperkirakan adanya dua kali pemangkasan, tujuh menginginkan sekali pemangkasan sementara empat tidak ingin ada pemangkasan sama sekali.
Proyeksi baru ini jelas mengindikasikan adanya kecenderungan 'hawkish' karena pada proyeksi sebelumnya hanya ada dua yang menentang pemangkasan.
![]() Sumber: The Fed |
Dengan inflasi yang membutuhkan waktu lebih lama untuk mereda dibandingkan perkiraan para pejabat sebelumnya, The Fed memberi isyarat dalam proyeksi terbarunya bahwa mereka kini memperkirakan akan memangkas suku bunga sekali saja pada tahun ini, turun dari estimasi median yang memperkirakan tiga kali pemotongan pada Maret lalu.
Dengan sikap The Fed yang belum menunjukkan sikap untuk membabat suku bunganya, tekanan terhadap rupiah tentu masih akan terjadi khususnya dipengaruhi oleh faktor eksternal.
Dilansir dari Refinitiv, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS cenderung mengalami pelemahan bahkan sempat menyentuh level Rp16.400/US$ pada hari terakhir perdagangan minggu lalu (14/6/2024).
Rupiah yang secara alami depresiasi ini ditanggapi oleh Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti saat rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), di Gedung DPR/MPR/DPD, Jakarta, Selasa (11/6/2024).
"Dengan ketahanan eksternal yang terjaga nilai tukar rupiah relatif stabil sejalan dengan bauran kebijakan moneter BI," ujarnya.
BI mendorong imbal hasil yang menarik melalui kebijakan suku bunga acuan. Di sisi lain BI senantiasa juga selalu berada di pasar dan siap melakukan intervensi apabila dibutuhkan.
"Ke depan BI perkirakan nilai tukar rupiah akan tetap stabil dengan kecenderungan menguat," tegas Destry.
Lebih lanjut, Ekonom Bank Danamon, Irman Faiz menyampaikan bahwa BI akan terus memastikan stabilitas nilai tukar rupiah di tengah memburuknya ketahanan eksternal dengan mempertahankan suku bunga kebijakan sebesar 6,25% sepanjang tahun.
BI akan mulai melakukan normalisasi selisih suku bunga dengan memperlebar selisih antara BI rate dan FFR menjadi 100 basis poin, dengan penurunan FFR sebesar 25 basis poin pada akhir tahun 2024.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)