Newsletter

RI Mulai Kebanjiran Dana Asing, Siap-Siap Pesta Lagi Nih?

Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia
24 November 2023 06:00
Kenapa Dolar AS Jadi Patokan Mata Uang Dunia? Ini Jawabnya
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
  • Pasar keuangan Indonesia kompak menguat di mana IHSG, rupiah, dan SBN mencatatkan kinerja positif
  • Bursa Eropa dan Asia ditutup menguat seiring optimisme pelaku pasar akan kebijakan The Fed yang akan dovish
  • Kebijakan suku bunga BI dan capital inflow diperkirakan masih akan menjadi penggerak utama pasar hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup kompak menguat pada perdagangan kemarin, Kamis (23/11/2023). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat, rupiah menguat, dan imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) turun yang menandakan kenaikan harga.

Pasar keuangan domestik sumringah, pasca pengumuman suku bunga Bank Indonesia yang dipertahankan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) kemarin. Selengkapnya mengenai sentimen pasar hari ini akan dibahas pada halaman 3 artikel ini. Para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman 4 serta kinerja bursa saham Asia dan Eropa pada halaman 2.

IHSG pada perdagangan kemarin, Kamis (23/1/2023), ditutup menguat 1,41% ke posisi 7.004,34. Kenaikan IHSG pada perdagangan kemarin menunjukkan keberhasilan bursa domestik kembali menembus level psikologis 7.000 yang terakhir kali dicapai pada dua bulan lalu atau sejak 22 September 2023.

Sebanyak 315 saham bergerak naik, 226 bergerak turun dan 320 tidak berubah dengan transaksi turnover Rp 9,7 triliun dengan 25 miliar saham diperdagangkan. Penguatan juga terjadi seiring investor asing mencatat net buy sebesar Rp 940,96 miliar.

Penggerak IHSG kali ini dikontribusikan terbesar oleh penguatan saham dengan karakteristik new economy dengan 3 emiten menjadi top movers. Melesatnya pasar modal domestik dipimpin oleh saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO), dan PT DCI Indonesia Tbk (DCII)

IHSG pada perdagangan kemarin yang melesat dan menembus level psikologis, menjadikan bursa efek Indonesia yang memperoleh 'bahan bakar' dari kebijakan suku bunga Bank Indonesia yang dipertahankan, mengindikasikan sikap semakin melunak.

Secara lebih spesifik, kenaikan IHSG besar diakibatkan oleh emiten energi baru dan terbarukan milik konglomerat Prajogo Pangestu yakni BREN yang naik 30,03 indeks poin dengan posisi harga penutupan Rp 6.425 per saham.

Penguatan juga terpantau pada saham GOTO yang menjadi penggerak terbesar ke-2 dengan kontribusi 20,70 indeks poin untuk IHSG. Saham DCII yang bergerak di bidang data center juga menambah 8,95 indeks poin dari IHSG. Kenaikan juga terlihat pada bank digital PT Bank Jago Tbk (ARTO) dengan tambahan 5,40 indeks poin dan berada di peringkat ke-2 top gainers.

Kenaikan saham new economy memang menjadi pilihan pelaku pasar mengingat prospeknya sejatinya cenderung positif seiring BI yang melunak sebagai indikator pelaku pasar kembali berani mengambil saham berisiko.

Namun, valuasi emiten new economy sering kali jauh terlalu mahal dengan dari harga wajar dan rata-rata industri. Penguatan ini mengindikasikan pelaku pasar yang turut euforia, meski valuasi tergolong mahal dengan pertumbuhan kinerja yang timpang.

Kenaikan ini memungkinkan terjadinya gelembung 'bubble' saham new economy kembali, seperti awal 2021 ketika berbagai insentif keuangan diluncurkan sebagai upaya membangkitkan ekonomi saat pandemi. Pada dasarnya, pergerakan harga saham akan kembali mengacu pada kinerja riil fundamental sebagai landasan pergerakan jangka panjang.

Beralih ke mata uang Garuda, rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) justru setelah Bank Indonesia (BI) mengumumkan suku bunga acuan yang ditahan, namun penguatan didorong arus dana asing yang cukup deras masuk ke domestik.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup menguat di angka Rp15.550/US$ atau terapresiasi 0,13% pada perdagangan kemarin. Penguatan ini berbanding terbalik dengan pelemahan yang terjadi pada hari sebelumnya, Rabu (22/11/2023) sebesar 0,87%.

Rupiah mengalami penguatan pasca BI mengumumkan bahwa suku bunga acuannya ditahan di level 6%. Sementara suku bunga Deposit Facility juga tetap 5,25%, begitu pun suku bunga Lending Facility pada level 6,75%.

Hal ini sejalan dengan mayoritas lembaga yang dihimpun oleh CNBC Indonesia. Dari 13 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, 10 instansi/lembaga memperkirakan BI akan menahan suku bunga di level 6,00%. Suku bunga Deposit Facility kini berada di posisi 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%.

Selain itu, Gubernur BI Perry Warjiyo juga menegaskan bahwa aliran modal asing ke pasar keuangan domestik sejalan dengan persepsi positif investor dengan imbal hasil yang menarik di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi.

Hingga 21 November 2023, BI mencatat net inflow mencapai Rp40,46 triliun.

Lebih lanjut, Perry juga mengatakan strategi operasi militer yang pro market melalui instrumen Sekuritas Rupiah BI (SRBI) dan Sekuritas Valas BI (SVBI) dioptimalkan guna meningkatkan manajemen likuiditas industri keuangan domestik dan menarik masuknya aliran portofolio asing dari luar negeri.

Sebagai catatan, lelang SVBI pada 21 November lalu memberikan hasil yang cukup menggembirakan, di mana instrumen tersebut disambut baik pelaku pasar.

Tidak sampai di situ, BI juga akan terus menjaga nilai tukar sesuai dengan fundamentalnya. Di samping itu tetap siaga dengan sederet instrumen untuk menjaga stabilitas nilai tukar.

Dari pasar obligasi Indonesia, adanya aliran dana asing turut menjadi sentimen positif Surat Berharga Negara (SBN) yang mulai kembali dikoleksi oleh pelaku pasar tercermin dari penurunan imbal hasil obligasi tenor 10 tahun yang turun 0,01 poin ke level 6,62% pada perdagangan Kamis (23/11/2023).

Penurunan Imbal hasil mengindikasikan keberanian pelaku pasar berinvestasi di surat utang Indonesia yang memberikan keuntungan besar. Meski pasar AS juga cukup bergairah, nampaknya investor juga lebih berani mengambil risiko dengan harapan imbal hasil yang juga cukup besar.

Bursa saham Asia dan Eropa, hampir seluruhnya kompak menghijau pada penutupan perdagangan Kamis (23/11/2023), seiring dengan harapan era suku bunga tinggi yang sudah berada di fase penghujung akhir. Selain itu, faktor pasar Eropa kompak di zona hijau akibat pelemahan data tenaga kerja akibat penurunan aktivitas bisnis.

Sementara itu, bursa AS, Wall Street libur pada Kamis kemarin untuk merayakan Thanksgiving. 

Pasar Eropa kompak di zona hijau dengan indeks Dax ditutup menguat 0,23% di level 15.994,73, FTSE 500 naik 0,19% di level 7.483,58, CAC terapresiasi 0,24% di level 7.277,93, dan STOXX600 meningkat 0,27% ke level 458,47.

Beralih ke Asia, indeks saham di kawasan ini juga kompak berada di zona penguatan. NIKKEI naik 0,29% ke level 33.451,83, KOSPI menguat 0,13% ke level 2.514,96, dan SHANGHAI melonjak 0,6% berada di 3.061,86.

Saham Eropa ditutup sedikit lebih tinggi pada perdagangan Kamis kemarin, karena investor terus mencari arah suku bunga ke depan dan pasar AS ditutup, sehingga pelaku pasar memilih opsi berdagang di pasar Eropa.

Data di kawasan Eropa menunjukkan lapangan kerja turun untuk pertama kalinya dalam hampir tiga tahun. Pelemahan terjadi seiring aktivitas bisnis terus menurun, meskipun kontraksi ekonomi membaik dari segi output dan bisnis baru.

Investor juga mengamati hasil pemilu Belanda setelah exit poll menunjukkan populis sayap kanan Geert Wilders berada di jalur kemenangan dramatis dengan Partai Kebebasan yang dipimpinnya.

Kenaikan bursa Eropa terjadi setelah sentimen imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10-tahun sempat turun ke level terendah dalam dua bulan dan reli pasar pada bulan November meluas hingga libur Thanksgiving. Hal ini mengindikasikan pelaku pasar yang sudah melihat prospek negara maju yang sudah tidak lagi mengetatkan kebijakan suku bunga ke depan.

Beralih ke Asia, kenaikan bursa terjadi seiring dengan kompaknya bursa AS sebagai pasar modal terbesar dunia. Perdagangan sebelumnya di AS, ketiga indeks utama pulih dari koreksi pada hari Selasa.

Negara dengan perekonomian terbesar dunia ini baru saja merilis risalah FOMC menunjukkan jika pejabat The Fed akan lebih berhati-hati dalam menentukan kebijakan suku bunga. Mereka juga mengisyaratkan hanya akan menaikkan suku bunga jika upaya untuk mengendalikan inflasi goyah.

Tidak hanya itu, dasar pertimbangan akan menunjukkan sedikit perubahan dari obsesi mengendalikan inflasi hingga 2% menjadi menahan suku bunga acuan tetap stabil, khususnya jika tidak ada kejutan kenaikan harga signifikan.

Sentimen ini mengindikasikan era suku bunga tinggi AS, sebagai acuan global dengan peran mata uang dolarnya, memungkinkan adanya peredaan tanpa mengharuskan mencapai target inflasi yang dirasa sulit.

 

Pelaku pasar perlu mencermati sejumlah sentimen di pasar keuangan baik yang datang dari dalam ataupun luar negeri. Sentimen terbesar kemungkinan masih datang dari keputusan Bank Indonesia yang mempertahankan suku bunga acuan bulan ini. Dari laur negeri, sentimen bisa datang dari pengumuman inflasi Jepang untuk Oktober.

BI Menahan Suku Bunga, Kebijakan BI Akan Dipengaruhi Ekonomi AS
Seperti ekspektasi pasar, BI menahan suku bunga acuan BI 7 days reverse repo rate pada level 6% dalam pertemuan November 2023.

Perry menjelaskan, keputusan ini tetap konsisten dengan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dari dampak tingginya ketidakpastian global serta sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor atau imported inflation, sehingga inflasi tetap terkendali dalam sasaran 3,0±1% pada 2023 dan 2,5±1% pada 2024.

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan keputusan suku bunga acuan BI ke depan akan bergantung pada beberapa hal. Terutama situasi Amerika Serikat (AS) serta respons Bank Sentral Federal Reserve (Fed).

"Jadi dinamika risk on risk off sangat uncertainty karena di AS ekonominya masih cukup kuat, inflasi sudah turun tapi lelet," ungkapnya dalam konferensi pers, Kamis (23/11/2023)

BI memperkirakan ekonomi AS kuartal III-2023 masih tetap kuat. Sementara inflasi, meskipun terakhir ada penurunan ke posisi 3,2%, namun pada akhir tahun diperkirakan belum akan menyentuh 2%.

BI juga kembali mengumumkan instrument baru untuk meningkatkan pasokan dolar yakni penerbitan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) Sebelumnya, BI juga sudah mengeluarkan 'senjata' sebagai strategi operasi moneter yang "pro-market" untuk efektivitas kebijakan moneter, termasuk optimalisasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI).


SRBI sudah mulai diterbitkan BI sejak 15 September 2023. Pada tahap awal SRBI diterbitkan dengan tenor 6, 9, dan 12 bulan. Minimal nominal transaksinya adalah senilai Rp 1 miliar dengan kelipatan nominal penawaran Rp 100 juta. Per 22 November 2023 outstanding transaksinya sudah mencapai Rp 178,8 triliun, dan 30% sudah diperdagangkan di pasar sekunder.

Secara nilai, transaksi SRBI di pasar sekunder yang sebesar 30% itu sekitar Rp 50 triliun, dengan besaran porsi dari investor asing mencapai 15,2% atau senilai Rp 27 triliun. Artinya, aliran modal asing yang masuk ke instrumen investasi pasar uang itu kata dia sebesar Rp 27 triliun.

Prospek Ekonomi dan Perbankan Masih Kuat
Perry memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2023 akan tetap baik seiring dengan keyakinan konsumen akan ekspektasi penghasilan dan pertumbuhan manufaktur.

"Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi 2023 diperkirakan dalam kisaran 4,5%-5,3%," papar Perry dalam konferensi pers, Hasil RDG BI, Kamis (23/11/2023).

Dari bacaan ini, BI meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 akan tetap tumbuh didorong oleh tetap baiknya keyakinan konsumen dengan adanya Pemilu dan pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN). Sebagai catatan, ekonomi Indonesia pada kuartal III-2023 hanya tumbuh 4,94%.

BI juga memperkirakan kredit perbankan bisa tumbuh 9-11% pada tahun ini sejalan dengan perbaikan ekonomi.
Kredit perbankan tumbuh 8,99% secara tahunan (year on year/yoy) per Oktober 2023. Secara sektoral pertumbuhan kredit ditopang oleh industri jasa dan pertambangan.

Pertumbuhan kredit Oktober naik tipis dibandingkan per September 2023 sebesar 8,96% (yoy).

Di sisi rumah tangga, permintaan pembiayaan baru terindikasi relatif stabil pada Oktober 2023 dengan pertumbuhan 11,3%, sebulan sebelumnya 11,5%. dengan mayoritas pembiayaan masih dipenuhi dari bank umum (36,3%). Selain perbankan, sumber pembiayaan lain yang menjadi preferensi rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan antara lain koperasi (19,4%) dan leasing (15,5%).

Inflow Terus Masuk
Capital inflow mulai masuk ke pasar keuangan Indonesia, termasuk di pasar bursa. Investor asing sudah mencatatkan net buy sebesar Rp 940,96  miliar. Kabar ini menjadi angin positif mengingat asing mencatat net sell 
sebesar Rp 31,61 miliar di seluruh pasar pada Rabu dan net sell sebesar Rp 338,26 miliar di seluruh pasar pada Selasa pekan ini.

Bank Indonesia juga mencatat pasar keuangan domestik masih menarik di mata investor asing .  Dari awal tahun hingga 21 November 2023, BI mencatat net inflow mencapai Rp 40,46 triliun. kendati demikian, pasar keuangan sempat babak belur karena investor asing menjual aset rupiah mereka pada periode Oktober.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

Rilis data inflasi Jepang periode Oktober 2023 (08.30 WIB)

Rilis data survey properti kuartal-III 2023

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

Cum date dividen PT Ashmore Asset Management Indonesia Tbk (AMOR)

Ex date dividen PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk (JTPE), PT Superkrane Mitra Utama Tbk (SKRN), PT Surya Pertiwi Tbk (SPTO)

Cum date saham bonus Primadaya Plastindo Tbk (PDPP)

RUPS PT Smartfren Telecom Tbk (FREN), PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR), PT Rig Tenders Indonesia Tbk (RIGS)

Public Expose saham AMFG, BIKE, BNGA, FAST, FREN, MEDS, PNBS, CIMB Niaga

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular