
RI Mulai Kebanjiran Dana Asing, Siap-Siap Pesta Lagi Nih?

Bursa saham Asia dan Eropa, hampir seluruhnya kompak menghijau pada penutupan perdagangan Kamis (23/11/2023), seiring dengan harapan era suku bunga tinggi yang sudah berada di fase penghujung akhir. Selain itu, faktor pasar Eropa kompak di zona hijau akibat pelemahan data tenaga kerja akibat penurunan aktivitas bisnis.
Sementara itu, bursa AS, Wall Street libur pada Kamis kemarin untuk merayakan Thanksgiving.
Pasar Eropa kompak di zona hijau dengan indeks Dax ditutup menguat 0,23% di level 15.994,73, FTSE 500 naik 0,19% di level 7.483,58, CAC terapresiasi 0,24% di level 7.277,93, dan STOXX600 meningkat 0,27% ke level 458,47.
Beralih ke Asia, indeks saham di kawasan ini juga kompak berada di zona penguatan. NIKKEI naik 0,29% ke level 33.451,83, KOSPI menguat 0,13% ke level 2.514,96, dan SHANGHAI melonjak 0,6% berada di 3.061,86.
Saham Eropa ditutup sedikit lebih tinggi pada perdagangan Kamis kemarin, karena investor terus mencari arah suku bunga ke depan dan pasar AS ditutup, sehingga pelaku pasar memilih opsi berdagang di pasar Eropa.
Data di kawasan Eropa menunjukkan lapangan kerja turun untuk pertama kalinya dalam hampir tiga tahun. Pelemahan terjadi seiring aktivitas bisnis terus menurun, meskipun kontraksi ekonomi membaik dari segi output dan bisnis baru.
Investor juga mengamati hasil pemilu Belanda setelah exit poll menunjukkan populis sayap kanan Geert Wilders berada di jalur kemenangan dramatis dengan Partai Kebebasan yang dipimpinnya.
Kenaikan bursa Eropa terjadi setelah sentimen imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10-tahun sempat turun ke level terendah dalam dua bulan dan reli pasar pada bulan November meluas hingga libur Thanksgiving. Hal ini mengindikasikan pelaku pasar yang sudah melihat prospek negara maju yang sudah tidak lagi mengetatkan kebijakan suku bunga ke depan.
Beralih ke Asia, kenaikan bursa terjadi seiring dengan kompaknya bursa AS sebagai pasar modal terbesar dunia. Perdagangan sebelumnya di AS, ketiga indeks utama pulih dari koreksi pada hari Selasa.
Negara dengan perekonomian terbesar dunia ini baru saja merilis risalah FOMC menunjukkan jika pejabat The Fed akan lebih berhati-hati dalam menentukan kebijakan suku bunga. Mereka juga mengisyaratkan hanya akan menaikkan suku bunga jika upaya untuk mengendalikan inflasi goyah.
Tidak hanya itu, dasar pertimbangan akan menunjukkan sedikit perubahan dari obsesi mengendalikan inflasi hingga 2% menjadi menahan suku bunga acuan tetap stabil, khususnya jika tidak ada kejutan kenaikan harga signifikan.
Sentimen ini mengindikasikan era suku bunga tinggi AS, sebagai acuan global dengan peran mata uang dolarnya, memungkinkan adanya peredaan tanpa mengharuskan mencapai target inflasi yang dirasa sulit.
(mza/mza)
