
3 BPR Bangkrut, Pengelolaan yang Buruk Jadi Biang Kerok

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang tahun ini sudah ada tiga Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang gulung tikar akibat tata kelola bisnis yang tidak memadai sehingga terjadi fraud. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun akhirnya mencabut izin usahanya.
BPR pertama yang tercatat bangkrut pada tahun ini ada BPR Bagong Inti Marga dimana izinnya dicabut OJK pada 2 Februari 2023. Kemudian, pada 12 September 2023 ada BPR Karya Remaja Indramayu dan yang terbaru pada 15 November lalu BPR Indotama UKM Sulawesi juga tercatat gulung tikar.
Dengan pencabutan izin usaha oleh OJK, maka ketiga BPR tersebut telah resmi ditutup untuk umum dan menghentikan segala usahanya. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) hingga November 2023 juga tercatat melakukan pencairan penjaminan kepada para nasabah yang terdampak dan melakukan likuidasi terhadap aset bank, serta mengambil alih segala hak dan wewenang pemegang saham.
Dalam pembayaran jaminan kepada nasabah, LPS akan melakukan rekonsiliasi dan verifikasi terlebih dahulu atas data simpanan dan informasi lainnya untuk menetapkan simpanan yang akan dibayar, melansir dari keterangan tertulis yang diungkapkan Kepala OJK Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat Darwisman pada Senin (20/11/2023).
Secara lebih lanjut, rekonsiliasi dan verifikasi akan diselesaikan LPS paling lama 90 hari kerja sejak tanggal pencabutan izin usaha. Pembayaran dana juga nasabah akan dilakukan secara bertahap selama kurun waktu tersebut.
Kemudian, LPS akan membentuk tim untuk melakukan likuiditas pada aset perusahaan, lalu akan mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk RUPS bank.
Melansir data dari Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat (Perbarindo), BPR Bagong Inti Marga sebelum likuidasi bank memiliki 2.097 nasabah dan simpanan sebanyak Rp13,64 miliar, dari nilai tersebut data LPS mencatat sudah ada jaminan sebesar Rp13,14 miliar yang diberikan kepada nasabah.
Kemudian, untuk BPR Karya Remaja Indramayu saat ditutup tercatat punya nasabah sebanyak 25.176 dengan total simpanan senilai Rp285 miliar. Dari total tersebut, LPS telah mengganti sekitar Rp248 miliar kepada nasabah.
Terakhir, untuk BPR Indotama UKM Sulawesi diketahui sudah tak punya simpanan masyarakat dan sudah tidak lagi menyalurkan kredit. Sekretaris LPS Dimas Yuliharto menyebut pemilik BPR Indotama UKM Sulawesi tidak mau lagi menjalankan bisnis bank tersebut.
Masalah Tata Kelola Buruk Berujung Bangkrut, Jumlah BPR Makin Susut
Persoalan yang menyebabkan ketiga BPR tersebut berakhir gugur disinyalir bukan karena adanya masalah ekonomi, tetapi justru karena tata kelola yang buruk yang menyebabkan terjadinya fraud.
"Sebagian besar masalah BPR bukan karena adanya masalah ekonomi, namun justru karena integritas pemilik ataupun pemegang saham atau pengurus saham yang tidak disiplin, sehingga terjadi fraud" ungkap Didik Madiyono, anggota Dewan Komisioner Bidang Program Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank LPS.
Seiring dengan BPR yang bangkrut, jumlah BPR di Tanah Air tiap tahunnya selalu susut, bahkan per Agustus 2023 menurut data Statistik Perbankan Indonesia dari OJK hanya tercatat 1.412 BPR, sudah susut 38 BPR dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Sebagai informasi, dengan bertambahnya BPR yang bangkrut maka, total sejak 2005 atau sejak LPS berdiri, sudah ada 121 BPR yang bangkrut.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan berdasarkan kajian otoritas dalam 5 tahun ke depan jumlah BPR akan berkurang hingga lebih dari 400 entitas. Dengan demikian hanya akan tersisa 1.000 BPR pada 2027.
Menurut Dian, 1.000 BPR merupakan jumlah yang terbilang cukup. "Ini sudah berdasarkan kebutuhan economic test, sudah memadai," katanya.
Dian mengatakan Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) memberikan kewenangan lebih kepada BPR. Kini, BPR melakukan kegiatan transfer dana, penukaran valuta asing, kerjasama dengan perusahaan asuransi, hingga melantai di pasar modal.
Jumlah BPRĀ Makin Susut, Buntut dari Kualitas Aset BPR Memburuk
Penyusutan jumlah BPR juga tak lepas dari kinerja keuangan yang bergejolak. Secara industri kualitas aset BPR bahkan terus memburuk, ini tercermin dari nilai rasio non performing loan (NPL) atau rasio kredit macet yang terus meningkat.
Data statistik perbankan Indonesia oleh OJK mencatat NPL BPR secara gross meningkat hingga 10,15% atau setara Rp13,92 triliun dari total penyaluran kredit per Agustus 2023 sebanyak Rp137,48 triliun.
Kualitas aset yang memburuk menunjukkan kredit macet perusahaan yang membengkak. Ini bisa menjadi risiko perusahaan sulit mendapatkan profitabilitas karena sumber pendapatan yang terganggu.
Sebagai kita tahu, sumber pendapatan utama bank adalah bunga yang dihasilkan dari penyaluran kredit. Dengan adanya kredit macet, maka bank akan kesulitan mendapatkan pendapatan, imbasnya profitabilitas akan turun.
Profitabilitas yang turun ini juga sudah mulai terlihat dari tingkat pengembalian aset (return on asset/ROA) yang turun dari 1,77% pada Agustus 2022 menjadi 1,24% pada Agustus 2023. Tingkat pengembalian ekuitas (return on equity/ROE) BPR juga turun dari 10,72% menjadi 15,18%.
Kebangkrutan BPR Tak Berdampak Sistemik
Kebangkrutas BPR serta kinerja keuangan yang memburuk ini memang jadi satu persoalan cukup penting. Akan tetapi persoalan BPR tak akan berdampak sistemik pada industri perbankan nasional.
Hal ini karena secara keseluruhan, industri perbankan Tanah Air masih terjaga dengan baik. Hasil uji ketahanan bank (stress test) yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) dan International Monetary Fund (IMF) masih menunjukkan resiliensi perbankan yang terjaga.
Menurut IMF, stabilitas sistem keuangan Indonesia tetap terjaga dengan baik, didukung oleh buffer permodalan serta likuiditas perbankan yang mampu menyerap risiko yang muncul.
Melansir dari pengumuman Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada hari ini, Kamis (23/11/2023) menyatakan, perbankan nasional masih memiliki likuiditas yang didukung oleh implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) yang efektif berlaku sejak 1 Oktober 2023," Ungkap Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Oktober 2023, Kamis (23/11/2023).
Lebih lanjut, Perry mengatakan bahwa rasio alat likuiditas per DPK (AL/DPK) sebesar 26,36%. Angka ini malah naik dibandingkan dengan September 2023, yakni 25,83%.
Kondisi likuiditas yang masih memadai tersebut juga tercermin pada posisi suku bunga deposito. simpanan jangka panjang untuk tenor 1 bulan terjaga pada level 4,4% dengan suku bunga kredit per 1 Oktober 2023 9,7%.
Perry mengatakan bahwa BI selanjutnya akan terus meningkatkan efektivitas implementasi KLM untuk mendorong penyaluran kredit dan pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas guna mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Adapun BI mencatat pertumbuhan kredit perbankan tumbuh 8,99% secara tahunan (year on year/yoy) per Oktober 2023. Secara sektoral pertumbuhan kredit ditopang oleh industri jasa dan pertambangan.
Bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya, pertumbuhan kredit secara tahunan per Oktober 2023 tidak jauh berbeda. BI melaporkan pertumbuhan kredit per September 2023 sebesar 8,96% yoy.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjabarkan pembiayaan bank syariah masih tumbuh lebih tinggi, yakni 14,8% yoy. Bila dilihat dari skala usaha, kredit kepada UMKM tumbuh 8,36% yoy
"Ke depan BI akan terus mendorong penyaluran kredit dan pembiayaan perbankan untuk menjaga momentum per sektor," kata Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur Oktober 2023, Kamis (23/11/2023).
CNBC INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)