
Besok Diumumkan, Apa Jokowi Bakal Sejajar dengan SBY?

Jakarta, CNBC Indonesia - Surplus neraca perdagangan diproyeksi akan mengecil pada Oktober 2023 sejalan dengan makin melandainya harga komoditas.
Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode Oktober 2023 pada Rabu (15/11/2023).
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Oktober 2023 akan mencapai US$ 3,0 miliar.
Surplus tersebut lebih rendah dibandingkan September 2023 yang mencapai US$ 3,42 miliar. Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 42 bulan beruntun.
Jika memang akhirnya surplus maka hal itu akan menjadi pencapaian tersendiri. Surplus 42 bulan terakhir di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menyamai pencapaian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Surplus perdagangan pernah mencapai 42 bulan di era SBY yakni Oktober 2004 hingga Maret 2008.
Pencapaian tersebut adalah yang terpanjang dan terbaik dalam satu periode pemerintahan presiden pasca reformasi. Surplus ditopang oleh melambungnya harga komoditas di era booming komoditas pada 2010-2012.
Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor akan terkontraksi 16,5% (year on year/yoy) sementara impor terkoreksi 8% pada Oktober 2023. Sebagai catatan, nilai ekspor September 2023 terkoreksi 16,2% (yoy) dan menyusut 5,6% (month to month/mtm) menjadi US$ 20,76 miliar.
Nilai impor September turun 8,2% (mtm) dan ambles 12,5% (yoy) menjadi US$ 17,34 miliar. Ekspor diperkirakan melandai pada Oktober 2023 seiring dengan melandainya harga komoditas.
Berdasarkan catatan Refinitiv, rata-rata harga batu bara pada Oktober 2023 sebesar US$ 142,56 per ton, lebih rendah dibandingkan September yang ada di angka US$ 162,47/ton. Harganya jauh di bawah Oktober tahun lalu yang tercatat US$ 389,78 per ton.
Batu bara menyumbang nilai ekspor sekitar 15% terhadap total ekspor Indonesia sehingga pergerakan harganya akan sangat menentukan.
Rata-rata harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) pada Oktober 2023 tercatat MYR 3.699,32 per ton. Harganya lebih rendah dibandingkan September yang tercatat MYR 3.782 per ton pada September 2023.
Harga CPO juga lebih rendah dibandingkan Oktober 2022 yang tercatat MYR 3.892,1 per ton.
Pelemahan ekspor impor juga tercermin dari aktivitas manufaktur Indonesia melandai pada Oktober 2023. Untuk periode Oktober 2023, PMI manufaktur Indonesia ada di angka 51,5. Indeks PMI terjun ke level terendah sejak Mei 2023 atau terendah dalam lima bulan terakhir.
S&P Global menjelaskan PMI melambat karena menurunnya pemesanan baru dari luar negeri sejalan dengan melambatnya permintaan. Pemesanan dari luar negeri berkurang. Kondisi ini berdampak pada berkurangya backlog pemesanan meskipun di sisi lain membuat produksi juga berkurang.
PMI negara lain juga terus mengalami penurunan. PMI manufaktur China turun dari 50,6 menjadi 49,5 atau dengan kata lain dari ekspansif menjadi kontraksi. Sedangkan PMI manufaktur India turun cukup jauh yakni sebesar 2 poin dari 57,5 menjadi 55,5.
PMI Vietnam turun ke 49,6 pada Oktober, dri 49,7 pada September sementara PMI Thailand turun menjadi 47,5 pada Oktober dari 47,8 pada September.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mae/mae)