NEWSLETTER

The Fed Tetap Galak, Nasib IHSG dan Rupiah Genting?

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
Senin, 13/11/2023 06:00 WIB
Foto: layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (11/9/223). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

o Pekan ini pergerakan IHSG dan rupiah akan dihiasai pengumuman BI mengenai neraca perdagangan periode Oktober 2023
o Kebijakan The Fed yang masih hawkish menjadi pemberat pergerakan rupiah
o Investor menanti data penting dari AS mulai dari IHK hingga data dari China mengenai pinjaman dan hutang China

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia kompak ditutup melemah pada perdagangan Jumat (5/10/2023), IHSG anjlok serta rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Pasar keuangan Indonesia diperkirakan akan bergerak beragam pada hari ini. Selengkapnya mengenai sentimen pasar hari ini akan dibahas pada halaman 3 artikel ini.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup terkoreksi 0,42% di level 6.809,26 pada perdagangan Jumat (10/11/2023). Namun, dalam sepekan kemarin masih mencatatkan positif dengan naik 0,30%.

Sentimen pasar mengenai kebijakan hawkish dari bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) untuk menekan inflasi ke target 2% menjadi hal negatif bagi rupiah dan pasar saham terutama sektor properti. Sektor properti adalah sebagai salah satu sektor yang pergerakannya bergejolak di tahun 2023, terutama terkait sentimen suku bunga tinggi.

Sentimen negatif properti juga didukung oleh kebijakan Bank Indonesia yang menaikkan suku bunga pada 18-19 Oktober lalu dengan menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,75%.

Beralih ke rupiah, dilansir dari Refinitiv rupiah ditutup melemah pada perdagangan Jumat (10/11/2023) di level Rp15.690/US$ atau turun 0,26%. Namun, dalam sepekan kemarin masih mencatatkan pergerakan positif dengan menguat 0,22%.

Pelemahan rupiah didorong dari sentimen dalam negeri, dimana BI mencatatkan posisi cadangan devisa Indonesia pada Oktober 2023 turun menjadi sebesar US$133,1 miliar, dari US$134,9 miliar pada September 2023.

Kemudian dari Amerika Serikat (AS), pidato dari ketua The Fed Jerome Powell masih menjadi pemberat rupiah. Jerome Powell memberikan kode bahwa inflasi cukup sulit mencapai target yang ditentukan, sehingga memungkinkan adanya pengetatan kembali. Pernyataan ini mematahkan harapan pelaku pasar yang telah menyaksikan pelemahan data tenaga kerja AS sebagai indikator melunaknya The Fed.

Hal ini memberikan kekhawatiran bagi pelaku pasar khususnya di Indonesia karena jika The Fed menaikkan suku bunganya, maka selisih suku bunga acuan The Fed dengan Bank Indonesia (BI) akan semakin sempit yang berujung pada capital outflow dan semakin menekan pasar keuangan domestik termasuk rupiah.

Dari pasar obligasi Indonesia, Surat Berharga Negara (SBN) kembali dilepas oleh pelaku pasar sejalan dengan pelemahan rupiah seperti tercermin dari penurunan imbal hasil obligasi tenor 10 tahun naik 0,40% di level 6.768 pada perdagangan Jumat (10/11/2023). Namun, dalam sepekan imbal hasil obligasi tenor 10 tahun turun 1,60%.


(saw)
Pages