Awan Mendung Selimuti Ekonomi Global, IHSG Rawan Tergelincir

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
Kamis, 26/10/2023 06:00 WIB
Foto: Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (11/9/223). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
  • Pasar keuangan Ri hari ini diperkirakan akan bergerak fluktuatif karena sentimen global yang kurang mendukung sedangkan dari dalam negeri dipenuhi kabar baik
  • Yield obligasi AS terus terjadi kenaikan yang dapat menjadi alarm bagi pasar saham, sebab keduanya bergerak berlawanan
  • Musim laporan keuangan emiten Indonesia sejauh ini memberikan kinerja positif yang dapat menjaga pasar bahkan menjadi pendorong kenaikan IHSG

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham dan nilai tukar rupiah bergerak berlawanan arah pada perdagangan kemarin, Rabu (25/10/2023). Saat pasar saham mampu menguat, rupiah meredup karena takluk dengan dolar Amerika Serikat.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona hijau 0,41% atau di level psikologis 6.834,39 pada akhir perdagangan Rabu (25/102023).

IHSG menguat didorong oleh kabar baik dari China, yang mana pemerintah setempat berencana akan meningkatkan kemampuan sistem keuangan negaranya dalam menopang ekonomi.

Selain itu, IHSG juga menguat didorong oleh kinerja positif dari dua bank terbesar di Indonesia yakni BBCA dan BBRI sheingga mendorong optimisme di sektor perbankan sekaligus menjadi penggerak kenaikan IHSG.

Akan tetapi, euforia di pasar saham tidak terjadi di rupiah yang keok melawan dolar Amerika Serikat.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup di angka Rp15.865/US$ atau melemah 0,13% pada Rabu (25/10/2023). Posisi ini berbanding terbalik dengan penguatan kemarin (24/10/2023) yang ditutup di angka Rp15.845/US$.

Sementara indeks dolar AS (DXY) pada Rabu (25/10/2023) pukul 14.59 WIB menguat sebesar 0,05% menjadi 106,31. Angka ini sedikit lebih tinggi dibandingkan penutupan perdagangan kemarin (24/10/2023) yang berada di angka 106,27.

Pelemahan rupiah hari ini salah satunya didorong akibat ekspektasi konsensus perihal pertumbuhan ekonomi AS untuk kuartal-III 2023 (quarter on quarter/qoq adv) menjadi 4,3% qoq dibandingkan kuartal-II yang sebesar 2,1% pada Kamis (26/10/2023).

Ekonomi AS yang masih kuat didukung dengan pertumbuhan ekonomi kuartalannya yang berpotensi meningkat, akan memberikan tekanan terhadap rupiah karena investor melihat ekonomi AS saat ini sedang ketat dan panas.

Tidak hanya itu, koreksi rupiah saat ini juga terjadi karena sikap bank sentral AS (The Fed) yang diperkirakan akan bertahan tinggi dalam waktu yang lama (higher for longer).

"The Fed berpotensi menahan suku bunga tinggi lebih lama. Hal ini selain karena perang dan harga minyak juga karena data ekonomi AS lebih tinggi dari perkiraan" ujar Praktisi Pasar Modal, Hans Kwee.

Meskipun terjadi pelemahan, komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan merilis paket kebijakan untuk merespons situasi perekonomian terkini. Terutama yang disebabkan oleh global yang memburuk dan berdampak ke ekonomi dan pasar keuangan Indonesia.

Lebih lanjut, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa depresiasi yang terjadi pada mata uang Garuda masih dalam batas aman khususnya untuk berbagai sektor mulai dari riil hingga perbankan. Dirinya juga menyebut, depresiasi yang terjadi juga masih aman untuk inflasi.


(ras/ras)
Pages