Situasi AS dan Global Tak Mendukung, Rupiah Melorot

rev, CNBC Indonesia
25 October 2023 15:07
Penukaran uang dolar (AS) dan rupiah di Valuta Inti Prima (VIP) Money Changer, Menteng, Jakarta, Rabu (11/10/2023). (CNBC Indonesia/ Faisal Rahman)
Foto: Penukaran uang dolar (AS) dan rupiah di Valuta Inti Prima (VIP) Money Changer, Menteng, Jakarta, Rabu (11/10/2023). (CNBC Indonesia/ Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menjelang rilis data ekonomi pertumbuhan AS dan ketidakpastian global.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup di angka Rp15.865/US$ atau melemah 0,13%. Posisi ini berbanding terbalik dengan penguatan kemarin (24/10/2023) yang ditutup di angka Rp15.845/US$.

Sementara indeks dolar AS (DXY) pada pukul 14.59 WIB menguat sebesar 0,05% menjadi 106,31. Angka ini sedikit lebih tinggi dibandingkan penutupan perdagangan kemarin (24/10/2023) yang berada di angka 106,27.

Pelemahan rupiah hari ini salah satunya didorong akibat ekspektasi konsensus perihal pertumbuhan ekonomi AS untuk kuartal-III 2023 (quarter on quarter/qoq adv) menjadi 4,3% qoq dibandingkan kuartal-II yang sebesar 2,1% pada Kamis (26/10/2023).

Ekonomi AS yang masih kuat didukung dengan pertumbuhan ekonomi kuartalannya yang berpotensi meningkat, akan memberikan tekanan terhadap rupiah karena investor melihat ekonomi AS saat ini sedang ketat dan panas.

Tidak hanya itu, koreksi rupiah saat ini juga terjadi karena sikap bank sentral AS (The Fed) yang diperkirakan akan bertahan tinggi dalam waktu yang lama (higher for longer).

"The Fed berpotensi menahan suku bunga tinggi lebih lama. Hal ini selain karena perang dan harga minyak juga karena data ekonomi AS lebih tinggi dari perkiraan" ujar Praktisi Pasar Modal, Hans Kwee.

Kendati pelemahan terjadi, namun Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan merilis paket kebijakan untuk merespons situasi perekonomian terkini. Terutama yang disebabkan oleh global yang memburuk dan berdampak ke ekonomi dan pasar keuangan Indonesia.

"Kita akan terus sinkronkan kebijakan moneter dan fiskal agar dalam situasi di mana pemicunya adalah negara seperti Amerika Serikat dampaknya ke ekonomi kita bisa dimitigasi dan diminimalkan. Baik terhadap nilai tukar, inflasi, maupun terhadap pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sistem keuangan," terang Menteri Keuangan Sri Mulyani usai rapat.

Lebih lanjut, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa depresiasi yang terjadi pada mata uang Garuda masih dalam batas aman khususnya untuk berbagai sektor mulai dari riil hingga perbankan. Dirinya juga menyebut, depresiasi yang terjadi juga masih aman untuk inflasi.

"Kalau kita lihat presentase depresiasi mata uang kita masih aman," kata Jokowi dalam pertemuan kemarin, Selasa (24/10/2023).

Selain itu, Jokowi juga menggarisbawahi ekonomi RI yang mampu tumbuh di atas 5% kala ekonomi dunia lain mengalami perlambatan, bahkan ada pula yang terkontraksi.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]


(rev/rev)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Segini Harga Jual Beli Kurs Rupiah di Money Changer

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular