Sembilan Tahun Jokowi

Inflasi Jinak di Tangan Jokowi Tapi.....

Revo M, CNBC Indonesia
18 October 2023 17:45
Apa itu Inflasi? Simak Pengertian, Penyebab & Dampaknya
Foto: Infografis/Apa itu Inflasi? Simak Pengertian, Penyebab & Dampaknya/Aristya rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Laju inflasi yang terkendali menjadi salah satu pencapaian terbaik Joko Widodo (Jokowi) selama sembilan tahun menjabat sebagai presiden. rata-rata inflasi Indonesia ada di kisaran 3%, jauh lebih rendah dibandingkan historisnya di angka 8%.

Inflasi Indonesia pada 2015-2022 atau masa periode Jokowi memimpin secara penuh hanya tercatat 3,11%. Inflasi tahun ini juga sangat terkendali yakni menyentuh 2,28% (year on year/yoy) pada September 2023.

Bila melihat catatan inflasi bulanan (month to month/mtm), inflasi terbesar 2,46% pada Desember 2014. Inflasi menjulang setelah Jokowi menaikkan harga BBM subsidi pada November 2014, hanya sebulan setelah dia menjabat sebagai presiden.

Jika dirata-ratakan, maka inflasi selama sembilan tahun kepemimpinan Jokowi berada di angka 3,46% dengan bulan Agustus 2020 merupakan inflasi yang paling rendah yakni sebesar 1,32% secara tahunan di tengah masa-masa pemulihan pandemi Covid-19.

Sementara pada 2022 tercatat inflasi Indonesia mengalami kenaikan akibat perang Rusia-Ukraina di awal tahun yang menyebabkan terbatasnya suplai barang sehingga menimbulkan cost push inflation dan membuat harga barang mengalami kenaikan.

Inflasi berperan penting dalam menopang daya beli. Melandainya inflasi menandai semakin murahnya harga barang sehingga makin banyak barang yang diharapkan bisa terbeli. Inflasi yang rendah akan menopang pertumbuhan konsumsi rumah tangga.

2020, Jokowi Bawa Indonesia Catat Inflasi Terendah Sepanjang Masa

Selama memimpin Indonesia, Jokowi mampu mendinginkan inflasi Indonesia dari 8,36% pada 2014 menjadi di kisaran 3% pada 2015-2019. Inflasi bahkan menyentuh 1,68% pada 2020. Angka tersebut adalah yang terendah dalam sejarah Indonesia.
Namun, inflasi ultra rendah itu juga dibarengi dengan sejumlah catatan. Inflasi terjadi di tengah ekonomi Indonesia yang mengalami resesi pada periode kuartal II-2020 hingga kuartal I-2021 karena pandemi Covid-19.

Hancurnya ekonomi ikut menekan daya beli sehingga permintaan dan harga barang juga turun drastis.

Sepanjang 2020, Indeks Harga Konsumen (IHK) bahkan tercatat turun atau mengalami deflasi selama tiga bulan beruntun (Juli-September). Padahal, ada Hari Raya Idul Adha pada Juli 2020.
Kondisi tersebut menggambarkan betapa dahsyat dampak Covid kepada daya beli masyarakat.

2022, Tahun Terberat Bagi Jokowi dalam Penanganan Inflasi

Inflasi kembali melonjak pada 2022. Perang Rusia-Ukraina meletus pada akhir Februari 2022 yang membuat harga komoditas pangan dan energi terbang. Inflasi melonjak setelah Jokowi memutuskan untuk menaikkan harga BBM subsidi pada 3 September 2022. Inflasi melonjak menjadi 5,95% (yoy) pada September 2022. Harga BBM Pertalite yang tadinya hanya Rp7.650 per liter naik menjadi Rp10.000 per liter sampai pada hari ini.

Tak hanya BBM Pertalite, di waktu yang sama harga Solar Subsidi juga mengalami kenaikan menjadi Rp6.800 per liter dari yang sebelumnya Rp5.150 per liter.

Dalam periode pertengahan 2022 itu, Presiden Jokowi tampak kelihatan menyerah pada gejolak situasi global yang berdampak signifikan pada Indonesia khususnya terkait melejitnya harga minyak mentah dunia.
Jokowi sebelumnya menolak mengerek harga BBM subsidi. Pemerintah bahkan memilih untuk menambah anggaran kompensasi energi hingga memasukkan 
Pertalite sebagai Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan(JBKP).
Namun, harga minyak mentah yang terus melonjak memaksa pemerintah menaikkan harga subsidi BBM pada awal September 2022.

Sebelum pandemi tiba, harga minyak mentah dunia hanya di kisaran US$ 60-an per barel. Namun, harga itu melejit total hingga mencapai US$ 110-an per barel pada pertengahan tahun 2022 ini, imbas dari memanasnya geopolitik atau perang Rusia dan Ukraina.

Lonjakan inflasi pasca kenaikan BBM memang selalu terjadi di Indonesia. Jokowi juga gagal menaklukkan tabu tersebut dua kali yakni pada akhir 2014 dan 2022. 
Inflasi melonjak pada November 2014 menjadi 6,23% (yoy) dan sebesar 8,36% (yoy) pada Desember 2014 setelah harga BBM subsidi naik.

Inflasi kembali melonjak pada September tahun lalu setelah harga BBM subsidi naik. Kendati demikian, inflasi pasca kenaikan harga BBM subsidi di era Jokowi relatif lebih kecil dibandingkan periode sebelumnya. Lonjakan inflasi hanya terjadi pada bulan pertama setelah kenaikan harga sementara pada bulan berikutnya sudah mencatat deflasi.

Selain harga BBM, tekanan dari inflasi pangan juga sangat tinggi pada 2022. Harga pangan Indonesia 2022 terbang imbas dari perubahan iklim yang sangat ekstrem, pembatasan ekspor, hingga dampak perang Rusia-Ukraina.

Dampak besar tersebut tercermin dari kencangnya laju inflasi harga bergejolak (volatile item), yang didominasi bahan pangan. Harga bergejolak selalu mengalami inflasi secara bulanan (month to month/mtm) sepanjang Januari-Juli 2023. Sejumlah komoditas pangan bergantian menjadi penyumbang inflasi, mulai dari cabai, beras, minyak goreng, hingga telur ayam.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi kelompok bergejolak sepanjang tahun ini mengalami inflasi (mtm) sebesar 1,40% (Januari), 0,28% (Februari), 0,29% (Maret), 0,29% (April), 0,49% (Mei), 0,44% (Juni), dan 0,17% (Juli).
Fenomena tersebut tidak pernah tercatat dalam historis BPS, paling tidak sejak 2009.

Secara historis, inflasi harga bergejolak akan mengalami deflasi jika dalam 2-3 bulan sudah mengalami inflasi. Pasalnya, harga pangan biasanya tidak akan berada dalam harga yang tinggi terus menerus.

Kelompok tersebut juga biasanya mengalami deflasi setelah terbang tinggi setelah periode Ramadan dan Lebaran. Kondisi tersebut tidak terjadi pada tahun ini di mana harga pangan mengalami inflasi pasca Lebaran Idul Fitri yakni pada Mei dan Idul Adha yakni pada Juli.

Harga telur ayam dan beras menembus level tertinggi. Harga kedelai juga terus melonjak. Harga minyak goreng bahkan melambung dan menimbulkan kisruh karena menghilang dari toko dan pasar tradisional.

Melonjaknya harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) di pasar internasional membuat harga minyak goreng dalam negeri melesat dari sekitar Rp 16.000 menjadi di atas Rp 20.000.
Pemerintah berkali-kali mengganti kebijakan untuk menekan harga minyak goreng, mulai dari kebijakan satu harga, pemberlakuan Harga Eceran Tertinggi (HET), hingga larangan ekspor minyak sawit mentah.

Besarnya inflasi pada tahun lalu menjadi salah satu kekhawatiran besar Jokowi. Dalam beberapa kali kesempatan, Jokowi mengingatkan jika inflasi harus dikendalikan karena sudah menjadi momok paling menakutkan tahun lalu.
Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut bahkan mengijinkan pemerintah daerah untuk menggunakan APBD guna menekan harga pangan, termasuk melalui operasi pasar.

Setelah mengalami lonjakan, inflasi mulai mereda dan bergerak ke arah normal pada tahun ini. Dengan laju inflasi hanya mencapai 2,28% (yoy) pada September 2023, inflasi tahun ini diperkirakan akan berada di kisaran 2% pada akhir tahun ini.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation