Prediksi Harga Minyak Usai Perang Israel-Hamas, Setinggi Apa?

- Belum selesai konflik Rusia-Ukraina, ditambah lagi dengan ekspektasi pasar akan berkurangnya pasokan.
- Kini harga minyak dihantui kekhawatiran gejolak yang terjadi antara Israel-Hamas.
- Harga minyak dikhawatirkan kembali naik gila-gilaan akibat konflik Israel vs Hamas
Jakarta, CNBC Indonesia - Gejolak ekonomi global yang tiada hentinya membuat harga minyak mentah dikhawatirkan kembali melonjak. Belum selesai konflik Rusia-Ukraina, ditambah lagi dengan ekspektasi pasar akan berkurangnya pasokan, kini harga minyak dihantui kekhawatiran gejolak yang terjadi antara Israel-Hamas. Lantas bagaimana proyeksi harga minyak dunia ke depan?
Sebagaimana diketahui, pecahnya konflik Israel-Hamas tentu menjadi sorotan dunia, bagaimana tidak di tengah 'gonjang-ganjing' ekonomi yang belum pulih akibat perang Rusia-Ukraina kini pelaku pasar harus menghadapi kondisi yang tak terduga lagi. Sialnya! Harga energi di prediksi melonjak, utamanya minyak dunia.
Sebagaimana diketahui, Hamas melancarkan serangan militer terbesar terhadap Israel dalam beberapa dekade. Israel membalas dengan gelombang serangan udara ke Gaza.
"Hasil yang paling serius bagi minyak mentah adalah konflik ini akan meningkat menjadi perang proksi yang lebih dahsyat dan dapat mempengaruhi pasokan minyak mentah," kata Rebecca Babin, pedagang energi senior di CIBC Private Wealth US yang dikutip dari Reuters.
Bagaimana tidak, perdagangan hari pertama setelah perang pecah Senin (9/10/2023) harga minyak langsung melonjak 4% menutup kerugian besar minggu lalu, karena bentrokan militer antara Israel dan kelompok Islam Palestina Hamas memicu kekhawatiran bahwa konflik yang lebih luas dapat mempengaruhi pasokan minyak dari Timur Tengah.
Minyak mentah Brent ditutup U$ 3,57, atau 4,2%, lebih tinggi pada US$88,15 per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS ditutup pada US$ 86,38 per barel, naik US$ 3,59 atau 4,3%. Pada sesi tertingginya, kedua tolok ukur tersebut melonjak lebih dari US$4, atau lebih dari 5%.
Padahal sebelum perang pecah, pekan lalu Brent turun sekitar 11% dan WTI turun lebih dari 8%, penurunan mingguan terbesar sejak Maret, karena suramnya prospek ekonomi makro yang meningkatkan kekhawatiran terhadap permintaan global.
Kendati demikian, harga minyak mentah dunia kompak dibuka melemah pada perdagangan Kamis (12/10/2023) melanjutkan penurunan dua hari beruntun. Hari ini harga minyak mentah WTI dibuka melemah 0,35% di posisi US$83,2 per barel, begitu juga dengan minyak mentah brent dibuka jatuh 0,34% ke posisi US$85,53 per barel.
Sementara, Pada perdagangan Rabu (11/10/2023), minyak WTI ditutup anjlok 2,88% ke posisi US$83,49 per barel, begitu juga dengan harga minyak brent ditutup turun 2,09% ke posisi US$85,82 per barel.
Pelabuhan Ashkelon di Israel dan terminal minyaknya telah ditutup setelah konflik tersebut. Letusan kekerasan mengancam akan menggagalkan upaya AS untuk menengahi pemulihan hubungan antara Arab Saudi dan Israel, di mana kerajaan tersebut akan menormalisasi hubungan dengan Israel dengan imbalan kesepakatan pertahanan antara Washington dan Riyadh.
Goldman Sachs mengatakan konflik tersebut mengurangi kemungkinan normalisasi hubungan Israel dengan Arab Saudi, dan peningkatan produksi Saudi dari waktu ke waktu. Mereka tidak melihat dampak besar langsung terhadap persediaan minyak jangka pendek akibat serangan tersebut.
Riyadh dan Moskow telah menyetujui pengurangan sukarela sebesar 1,3 juta barel per hari (bpd) hingga akhir tahun 2023. Gangguan baru akan memperburuk keterbatasan pasokan yang diperkirakan akan terjadi hingga sisa tahun ini.
Para analis berpendapat bahwa dampak konflik ini dapat mencakup potensi perlambatan ekspor Iran, yang telah tumbuh secara signifikan tahun ini, meskipun ada sanksi dari AS.
"Jika AS menilai Iran terlibat dalam serangan Hamas, hal ini dapat menyebabkan mereka 'menghancurkan' ekspor minyak Iran dengan menerapkan sanksi yang lebih ketat," kata Caroline Bain, kepala ekonom komoditas di Capital Economics.
Di sisi lain, di tengah konflik ini, Arab Saudi mengatakan pada Selasa (10/10/2023) bahwa pihaknya bekerja sama dengan mitra regional dan internasional untuk mencegah eskalasi situasi di Gaza dan wilayah sekitarnya, dan menegaskan kembali bahwa mereka mendukung upaya untuk menstabilkan pasar minyak.
Memang, Israel memproduksi sangat sedikit minyak mentah, namun pasar khawatir konflik akan meningkat dan mengganggu pasokan Timur Tengah, sehingga memperburuk defisit yang diperkirakan terjadi pada sisa tahun ini.
Masukan Israel dalam produsen minyak dunia?
Dalam 10 produsen minyak terbesar di dunia memang tidak ada Israel. Bahkan kedua wilayah ini tidak memiliki produk komoditas hulu yang berkontribusi penting terhadap dunia. Tetapi, kedua negara ini memiliki dukungan dari negara pemasok energi penting dunia, khususnya minyak dan gas.
AS yang mendukung Israel merupakan produsen minyak dan gas terbesar dunia. Sedangkan, Iran yang mendukung Hamas juga berperan penting terhadap kontribusi energi global.
Masalah ini dapat mengancam pasar keuangan lebih luas, sebab konflik yang berada di Timur Tengah ini merupakan wilayah penting untuk sumber energi, khususnya minyak dan gas. Dan lagi, negara pendukungnya juga berkontribusi besar untuk energi dunia.
Berdasarkan laporan Energy Institute, Amerika Serikat (AS) menjadi produsen minyak terbesar di dunia pada 2022, dengan volume produksi mencapai 17,7 juta barel per hari (barrels per day/BPD). Angka ini menyumbang 18,9% atau hampir sepertiga dari total produksi minyak dunia pada 2022.
Produksi minyak AS sepanjang tahun lalu melampaui Arab Saudi, yang biasanya kerap bertengger di posisi puncak. Negara yang dimimpin Raja Salman itu tercatat memproduksi minyak sebanyak 12,13 juta BPD atau menyumbang sekitar 13% dari produksi minyak global pada 2022.
Kemudian Rusia mengekor di peringkat ketiga, dengan volume produksi minyak sebesar 11,20 juta bpd atau setara 5,9% dari produksi global.
Lantas siapa konsumen minyak bumi terbesar di dunia?
Melansir dari laporan Energy Institute negara Amerika Serikat (AS) tercatat sebagai konsumen minyak bumi terbesar di dunia pada tahun 2022, konsumsinya mencapai 19,1 juta barel per hari angka ini merupakan 19,7% dari total konsumsi dunia yang jumlahnya mencapai 97,3 juta barel per hari. Namun memang, AS ini dikenal dengan kosumen setia minyak bumi sejak 2012.
Berdasarkan data di atas selain AS, ada pula China dengan konsumsi minyak mencapai 14,29 juta barel per hari sepanjang tahun lalu alias setara dengan 14,7% dari total konsumsi minyak dunia.
Dimana posisi Indonesia?
Indonesia menjadi negara konsumen minyak terbesar ke-13 di dunia pada 2022. Konsumsi minyak di dalam negeri mencapai 1,58 juta barel atau 1,6% dari total konsumsi minyak global.
Menurut laporan Energy Institute, konsumsi minyak dunia cenderung meningkat dalam sedekade terakhir. Tercatat, tingkat pertumbuhan rata-rata konsumsi minyak dunia sepanjang 2012-2022 sebesar 0,9% per tahun. Dengan kemungkinan harga minyak yang bakal terus melonjak, Indonesia diprediksi menjadi negara yang terdampak dari konflik ini.
Melonjaknya harga minyak yang diiringi melemahnya nilai tukar rupiah, akan berisiko menaikkan impor minyak yang cukup besar. Di sisi lain, lifting minyak setiap tahun cenderung mengalami penurunan produksi.
Belum lagi, pemerintah juga menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax yang selisihnya jauh dibandingkan dengan BBM bersubsidi atau Pertalite. hal ini bisa memicu kenaikan tajam konsumsi Pertalite yang harus dipenuhi dari impor.
Berdasarkan data di atas terbaru, terkait impor migas Agustus 2023 senilaiUS$199,20 juta, naik 23,18% dibandingkan Juli 2023 atau turun 6,18% dibandingkan Agustus 2022. Impor nonmigas Agustus 2023 senilai US$6.592,89 juta, turun 0,75% dibandingkan Juli 2023 atau turun 10,79% dibandingkan Agustus 2022.
Pemerintah perlu mewaspadai melonjaknya impor minyak dan gas bumi (migas) dalam waktu dekat ini. Hal tersebut menyusul perang yang terjadi antara kelompok Hamas Palestina dengan Israel yang semakin memanas.
Nilai impor migas dapat naik signifikan karena dua faktor utama. Salah satunya disebabkan kenaikan harga minyak mentah akibat kekhawatiran gangguan pasokan karena berlanjutnya konflik.
Selain itu, sebagaimana yang terjadi pada tahun 2022, melonjaknya nilai impor migas juga disebabkan oleh faktor lainnya. Misalnya, pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Pelemahan kurs rupiah perlu menjadi perhatian karena faktor kunci dari kenaikan beban impor migas. Defisit migas pada 2023full yeardiperkirakan mencapai US$ 23-24 miliar atau hampir sama dengan defisit migas tahun lalu.
Waspada! EIA Menaikkan Perkiraan Harga Minyak 2024
Dalam Outlook Energi Jangka Pendek (STEO) bulan Oktober, Administrasi Informasi Energi AS (EIA) memperkirakan harga spot Brent rata-rata tahunan pada tahun 2024 memperkirakan rata-rata harga spot Brent tahunan pada tahun 2024 adalah US$ 95/barel, US$ 7/barel lebih tinggi dari perkiraan bulan sebelumnya.
Harga minyak mentah Brent rata-rata US$ 94/barel di bulan September, US$ 8/bbl lebih tinggi dibandingkan bulan Agustus dan US$ 19/bbl lebih tinggi dibandingkan bulan Juni.
Harga minyak naik pada September setelah Arab Saudi memperpanjang pengurangan produksi minyak mentah secara sukarela hingga akhir tahun dan persediaan minyak mentah komersial AS turun ke level terendah sejak awal tahun 2022 pada akhir September.
EIA memperkirakan harga minyak mentah akan naik dalam beberapa bulan mendatang, mencerminkan ekspektasi pengetatan keseimbangan di pasar minyak global.
Berdasarkan penilaian saat ini, EIA mengantisipasi penurunan persediaan minyak global secara bertahap sebesar 200.000 b/d selama paruh kedua tahun 2023.
EIA menunjukkan bahwa pengurangan persediaan akan terus berlanjut pada tingkat ini sepanjang kuartal pertama tahun 2024 karena pengurangan produksi OPEC+, yang mempertahankan penurunan persediaan minyak global. tingkat produksi minyak di bawah permintaan global.
Selama tiga kuartal sisa tahun 2024, persediaan diperkirakan akan tetap relatif seimbang, karena pertumbuhan konsumsi minyak global melambat sementara produksi meningkat.
Akibatnya, EIA memproyeksikan harga spot Brent akan rata-rata US$ 91/bbl pada kuartal keempat tahun 2023 dan naik menjadi rata-rata US$ 96/bbl pada kuartal kedua tahun 2024, dengan sedikit tekanan penurunan harga yang muncul pada paruh kedua tahun 2024.
Perkirakan Pasokan Minyak Dunia
Pertumbuhan pasokan minyak mentah global terbatas pada 2023 karena pengurangan produksi sukarela dari Arab Saudi dan penurunan target produksi dari negara-negara OPEC+ lainnya.
EIA memperkirakan negara-negara yang tergabung dalam perjanjian OPEC+ akan secara kolektif mengurangi produksi minyak mentah mereka sebesar 1,4 juta b/d pada tahun 2023, sebagian mengimbangi pertumbuhan produksi sebesar 2,7 juta b/d oleh produsen non-OPEC+.
Selain itu, proyeksi EIA menunjukkan bahwa produksi minyak mentah OPEC+ akan mengalami penurunan rata-rata tambahan 300.000 barel per hari pada tahun 2024. Perkiraan ini mengasumsikan perpanjangan pengurangan produksi sukarela dari Arab Saudi hingga tahun 2024 dan produksi keseluruhan dari negara-negara OPEC+ tetap di bawah target.
EIA memperkirakan produksi bahan bakar cair global (minyak mentah dan cairan lainnya) akan meningkat sebesar 1,3 juta b/d pada tahun 2023 dan sebesar 900.000 b/d pada tahun 2024. Produksi non-OPEC akan meningkat sebesar 2,2 juta b/d pada tahun 2023, lebih dari sekadar mengimbangi penurunan produksi OPEC.
Pertumbuhan produksi di luar OPEC didorong oleh dimulainya proyek baru di Amerika Utara dan Amerika Selatan. Produksi non-OPEC diproyeksikan tumbuh sebesar 1 juta b/d pada tahun 2024, dengan proyek-proyek baru di Guyana dan Brasil berkontribusi terhadap pasokan, di samping peningkatan produksi di AS dan Kanada.
"Selain perkembangan baru ini, pertumbuhan produksi minyak global masih menjadi ketidakpastian utama dalam perkiraan kami untuk tahun depan. Target produksi OPEC+ saat ini akan berakhir pada akhir tahun 2024, dan kami berasumsi bahwa pemotongan sukarela yang berkelanjutan dan faktor-faktor lain akan menjaga produksi minyak mentah OPEC+ jauh di bawah target karena kelompok tersebut mencoba membatasi peningkatan persediaan minyak global," kata EIA dalam laporan terbarunya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(aum/aum)