CNBC Indonesia Research

Bukan Cuma Perang! Ini Biang Keladi Impor BBM RI Meledak

Aulia Mutiara, CNBC Indonesia
12 October 2023 16:05
INFOGRFIS, Lifting Minyak RI Bisa Anjlok 50% Pak Jokowi
Foto: Infografis/Lifting Minyak RI/Edward Ricardo
  • Gejolak ekonomi global yang tiada hentinya membuat harga minyak kembali melonjak.
  • Ditambah lagi The Fed yang mengisyaratkan bakal tetap hawkish mendorong indeks dolar naik, rupiah pun mengalami perlemahan.
  • Meningkatnya harga minyak yang diiringi melemahnya nilai tukar rupiah akan berdampak pada Indonesia yang merupakan salah satu negara pengimpor migas.

Jakarta, CNBC Indonesia - Gejolak ekonomi global yang tiada hentinya membuat harga minyak mentah kembali melonjak. Meningkatnya harga minyak yang diiringi melemahnya nilai tukar rupiah akan berdampak pada Indonesia yang merupakan salah satu negara pengimpor migas. Lantas bagaimana gejolak ekonomi mempengharuhi nilai impor migas?

Sebagaimana diketahui, Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor maupun pengimpor barang dan jasa berupa migas dan non migas.

BPS, mencatat data ekspor dan impor migas dan non migas terus mengalami kenaikan. Kenaikan ekspor dan impor pada komoditi tersebut juga sejalan dengan kenaikan inflasi pada beberapa bulan berjalan. Inflasi bisa mempengaruhi nilai daripada ekspor dan impor migas dan non migas.

Kali ini menyoal impor migas atau minyak dan gas. Indonesia pernah berstatus net-eksportir dan tergabung dalam anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC). Namun, status tersebut luntur sejalan dengan jatuhnya produksi sementara di sisi lain kebutuhan terus meningkat. 

Selain kenaikan permintaan dan kebutuhan, nilai impor Indonesia juga ditentukan oleh pergerakan nilai tukar rupiah versus dolar Amerika Serikat (AS) mengingat Indonesia membelinya dalam dolar AS.

Dalam hal ini suatu barang tentu mengalami perubahan sejalan dengan naiknya tingkat nilai tukar rupiah terhadap dollar. Nilai tukar mata uang juga ditetapkan oleh hubungan penawaran dan penawaran (supply - demand) terhadap mata uang tersebut.

Di tengah suku bunga  bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) yang diperkirakan masih akan hawkish hingga akhir tahun membuat indeks dolar naik dan perlemahan rupiah berlanjut.

Nilai impor di sisa akhir tahun ini diperkirakan membengkak. Kombinasi kebutuhan minyak akhir tahun, tingginya harga dan pelemahan nilai tukar rupiah menjadi penyebab. Akibatnya, neraca perdagangan bisa defisit. Terlebih jika menyoal impor migas harga minyak mentah masih bergerak fluktuatif di kisaran US$ 89 hingga US$ 93 per barel.

Meningkatnya harga minyak yang diiringi melemahnya nilai tukar rupiah, akan berisiko menaikkan impor minyak yang cukup besar. Di sisi lain, lifting minyak setiap tahun cenderung mengalami penurunan produksi dalam negeri.

Belum lagi, pemerintah juga menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax yang selisihnya jauh dibandingkan dengan BBM bersubsidi atau Pertalite. hal ini bisa memicu kenaikan tajam konsumsi Pertalite yang harus dipenuhi dari impor.

Mengingat kondisi 'gonjang-ganjing' ekonomi global sudah terjadi saat Covid-19, dilanjutkan dengan konflik Rusia-Ukraina, dan kini dilanjut dengan perang Israel-Hamas yang membuat dunia cukup ketar-ketir. Dengan global ini, menarik untuk melihat bagaimana pergerakan impor migas selama ini? Bagaimana gonjang-ganjing ekonomi mempengaruhi nilai impor.

Sepanjang kurang lebih satu dekade terakhir, nilai impor tertinggi tercatat pada tahun 2013 di mana saat itu angkanya mencapai US$45.26 miliar. 

Kendati meningkat, sejak tahun 2012-2014 nilai impor tercatat tertinggi hingga saat ini. Kemudian setelah itu, nilai impor bergerak fluktuatif tapi tak mencapai level US$ 30 miliar. Bila dirupiahkan maka nilainya saat ini mencapai Rp 471 triliun. Namun tahun 2022 kembali melonjak. Ada apa pada periode tersebut?

Bila dilihat dari volume, rata-rata kenaikan impornya ada di kisaran 8-10%. Lonjakan impor secara volume terjadi pada 2017 yakni di atas 50 juta ton. 
Sementara itu, impor jatuh pada 2020 seiring dengan pembatasan mobilitas serta hancurnya ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Pergerakan Impor Migas 2012-2014

Periode 2012-2014 nilai impor migas Indonesia melonjak. Utamanya tahun 2013, nilai impor tercatat tertinggi dalam satu dekade terakhir. Krisis keuangan global sebagai dampak yang dipicu oleh tragedi subprime mortgage di Amerika, selanjutnya mendorong penurunan perekonomian di beberapa negara maju. Rambatan dari krisis tersebut melalui jalur keuangan (financial channel) serta perdagangan (trade channel).

Krisis yang melanda mengakibatkan perlambatan ekonomi terutama di negara maju, selanjutnya berdampak pada penurunan permintaan baik dari luar maupun domestik. Hal ini didorong oleh kurangnya permintaan ekspor, sehingga perusahaan cenderung menurunkan produksinya.

Akibat tekanan global, nilai tukar rupiah pun ambruk. Di sisi lain, harga minyak melambung.
Dalam catatan Refinitiv, nilai tukar rupiah anjlok dari Rp 9.630 pada awal Januari 2013 per US$1 menjadi Rp 12.160 pada akhir Desember 2013. Artinya, rupiah jeblok 20% lebih. Harga minyak rata-rata mencapai US$108 per barel.

Hingga tahun 2013-2014, nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama terhadap dollar Amerika belum juga stabil saat itu, demikian pula cadangan devisa mengalami penurunan akibat intervensi Bank Indonesia untuk memperkuat nilai tukar rupiah. Kondisi tersebut dinilai berbagai kalangan sangat mengkhawatirkan bagi upaya Indonesia untuk meningkatkan perekonomian.

Akibat melemahnya nilai tukar rupiah, cadangan devisa menjadi berkurang sekitar US$5 miliar sejak akhir Mei 2012 hingga akhir Juni 2012 karena digunakan BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Pergerakan Impor Migas 2022

Harga minyak mentah dunia sempat melambung di tengah terbatasnya pasokan akibat invasi Rusia ke Ukraina pada akhir Februari 2022. Kenaikan harga minyak mentah dunia hingga di atas US$100 per barel membuat nilai impor minyak dan gas Indonesia membengkak. Kondisi diperparah dengan ambruknya nilai tukar.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai impor migas Indonesia mencapai US$19,46 miliar pada semester I 2022. Nilai tersebut melonjak 68,98% dibanding semester I tahun sebelumnya.

Nilai impor migas berupa hasil minyak (minyak olahan) mencapai US$12,01 miliar sepanjang Januari-Juni 2022. Nilai tersebut melonjak hampir dua kali lipat dari periode yang sama tahun sebelumnya senilai US$6,18 miliar. Nilai impor hasil minyak ini porsinya mencapai 61,7% dari total nilai impor migas nasional.

Melonjaknya nilai impor migas Indonesia tidak terlepas dari naiknya harga minyak mentah dunia sebesar 44,74% (year to date/ytd) yang sempat ada di posisi US$ 114,81 per barel pada akhir Juni 2022 dibanding posisi 31 Desember 2021 yang masih berada di posisi US$ 79,32 per barel. Impor migas juga menjadi lebih mahal akibat menguatnya nilai dolar Amerika terhadap mata uang utama dunia.

Secara keseluruhan, nilai impor migas pada 2022 mencapai US$ 40,42 miliar atau terbang 58,31%.

Perang Hamas-Israel: Waspada Impor Migas Niak Gila-gilaan

Secara kumulatif, nilai impor migas pada Januari-Agustus 2023 mencapai US$ 22,43 miliar, turun 18,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Porsi paling besar adalah untuk hasil minyak yakni US$ 13,11 miliar. Penurunan ini bisa lebih kepada lebih rendahnya harga minyak tahun ini dibandingkan awal perang pada 2022.

Pemerintah perlu mewaspadai melonjaknya impor minyak dan gas bumi (migas) dalam waktu dekat ini. Hal tersebut menyusul perang yang terjadi antara kelompok Hamas Palestina dengan Israel yang semakin memanas.

Nilai impor migas dapat naik signifikan karena dua faktor utama. Salah satunya disebabkan kenaikan harga minyak mentah akibat kekhawatiran gangguan pasokan karena berlanjutnya konflik.

Selain itu, sebagaimana yang terjadi pada tahun 2022, melonjaknya nilai impor migas juga disebabkan oleh faktor lainnya. Misalnya, pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Pelemahan kurs rupiah perlu menjadi perhatian karena faktor kunci dari kenaikan beban impor migas. Defisit migas pada 2023full yeardiperkirakan mencapai US$ 23-24 miliar atau hampir sama dengan defisit migas tahun lalu.

Data BPS mencatat nilai impor migas pada Januari-September 2023 menembus 

Harga minyak mentah dunia kompak dibuka melemah pada perdagangan Kamis (12/10/2023) melanjutkan penurunan 2 hari beruntun. Hari ini harga minyak mentah WTI dibuka melemah 0,35% di posisi US$83,2 per barel, begitu juga dengan minyak mentah brent dibuka jatuh 0,34% ke posisi US$85,53 per barel. Dengan ini minyak mentah masih berada di level 80-an.

Harga minyak berfluktuasi dalam beberapa bulan terakhir, dengan pemotongan produksi sukarela dari Arab Saudi dan Rusia memberikan dukungan sementara kekhawatiran makroekonomi telah mempertanyakan ekspektasi permintaan dan membatasi masa depan.

Anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+, diperkirakan akan memangkas produksi minyak mentah mereka sebesar 300.000 barel per hari (bpd) pada tahun 2024 dibandingkan dengan tahun ini, menurut EIA.

Sementara itu, produksi minyak mentah di AS diperkirakan meningkat sebesar 1,01 juta barel per hari menjadi 12,92 juta barel per hari pada tahun 2023, dan sebesar 200.000 barel per hari menjadi 13,12 juta barel per hari pada tahun 2024, menurut EIA.

Meskipun produksi minyak mentah Israel sangat sedikit, pasar khawatir jika konflik meningkat maka hal itu akan merugikan pasokan Timur Tengah dan memperburuk defisit yang diperkirakan akan terjadi hingga sisa tahun ini.

Jika suku bunga AS dan Indonesia setara dan ini diikuti oleh defisit transaksi berjalan RI meningkat, maka efeknya ke rupiah dapat melemah drastis. Untungnya, dia melihat kondisi neraca eksternal Indonesia masih sangat baik saat ini sehingga tanpa menaikkan suku bunga, rupiah seharusnya bisa bertahan.

Dengan melihat perjalanan 10 tahun terakhir, impor minyak Indonesia justru melonjak pada 2013 dan 2014 di mana tidak ada perang saat itu tetapi gejolak ekonomi akibat taper tantrum.
Gejolak ekonomi pada saat itu membuat harga minyak terbang sementara sebaliknya rupiah jatuh. Dua hal tersebut membuat nilai impor melesat yang pada akhirnya akan membebani nilai impor secara keseluruhan.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(aum/aum)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation