Ada Kabar Genting AS-China di Tengah Perang Israel vs Hamas
- Pasar keuangan Indonesia babak belur pada pekan lalu di mana IHSG, rupiah, dan SBN ambruk dalam sepekan
- Bursa Saham Amerika Serikat Kompak di Zona Hijau, pasca rilis data tenaga kerja yang menguat dengan tingkat upah di bawah perkiraan konsensus.
- Investor akan mencermati sejumlah data penting pekan ini mulai dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) hingga Inflasi Amerika Serikat (AS) dan China sebagai indikator kebijakan perekonomian ke depan.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia mengakhiri perdagangan pekan lalu di zona hijau tetapi secara keseluruhan pasar babak belur dalam sepekan. Baik Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), rupiah, dan Surat Berharga Negara (SBN) memerah dalam sepekan.
Pasar keuangan Indonesia akan menantikan rilis data penting Indeks Keyakinan Konsumen yang akan menentukan laju perekonomian dan instrumen keuangan pada hari ini. Selengkapnya mengenai sentimen pasar hari ini akan dibahas pada halaman 3 artikel ini.
IHSG ditutup menguat 0,2% atau ke 6.888,52 pada akhir perdagangan pekan lalu, Jumat (8/10/2023). Secara keseluruhan, IHSG ambruk 0,74% dalam sepekan, melanjutkan tren negatif bursa saham Indonesia yang juga melemah pada pekan sebelumnya.
Penguatan IHSG pada perdagangan akhir pekan lalu didorong oleh kenaikan sektor konsumsi siklikal 1,54%, industri bahan dasar 1,25%, infrastruktur 1,06%, kesehatan 0,70%, teknologi 0,45%, dan energi 0,44%
Sebanyak 260 saham bergerak naik, 252 bergerak turun dan 342 tidak berubah dengan transaksi turnover 7,9 triliun dengan 19,6 miliar lembar saham.
Penopang kenaikan IHSG datang dari penguatan PT Telkom Indonesia (Persero)Tbk (TLKM) sebanyak 7,15 poin dan PT Barito Pacific Tbk (BRPT) sebesar 6,6 poin.
Kenaikan saham Telkom terjadi setelah kuasa hukum TLKM, Juniver Girsang membantah tudingan keterlibatan direktur aktif perusahaan dalam penyusunan laporan fiktif terkait skandal korupsi PT Sigma Cipta Caraka (SCC).
Penguatan juga terjadi pada emiten milik Prajogo Pangestu, BRPT seiring dengan anak usahanya PT Barito Renewables Energy (BREN) yang akan perdana melantai di bursa pada hari ini, Senin (9/10/2023). Melantainya BREN akan menjadi sentimen positif untuk BRPT, sebab anak usahanya akan mendapatkan penambahan modal yang berpotensi meningkatkan kinerja konsolidasi perseroan.
Dari pasar mata uang, rupiah ambruk 1% pada pekan lalu. Pelemahan rupiah dalam pekan kemarin, melanjutkan penurunan dari empatpekan sebelumnya. Ambruknya rupiah juga telah terlihat dari terkoreksinya dalam lima bulan terakhir. Rupiah telah terkoreksi 19 pekan, menguat hanya 3 pekan, dan 1 pekan tidak mengalami perubahan sejak Mei 2023.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup di angka Rp15.605/US$ atau melemah 0,03% terhadap dolar AS per akhir pekan lalu (6/10). Reli bearish rupiah terjadi sejak Mei 2023 yang konsisten terdepresiasi 5 bulan berturut-turut (1 Mei-6 Oktober 2023), sebesar 6,4%.
Posisi tersebut adalah yang terendah sejak 6 Januari 2023 atau dalam sembilan bulan terakhir. Artinya, posisi rupiah hampir menjadi yang terburuk sepanjang tahun ini.
Pelemahan rupiah disebabkan perkasanya dolar Amerika Serikat (AS) dan lonjakan imbal hasil US Treasury. keduanya naik karena pasar berekspektasi bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) akan mempertahankan kebijakan hawkishnya.
Ekspektasi tersebut menjadikan mata uang dolar AS terus terapresiasi yang terlihat dari indeks DXY. Hal ini menyebabkan terjadinya dana asing keluar untuk mengamankan dari ketidakpastian mata uang serta mencari tempat berinvestasi yang relatif lebih menguntungkan, mengingat selisih imbal hasil obligasi AS yang lebih dikenal bebas risiko lebih tinggi.
Imbal hasil atau yield obligasi Indonesia 10 tahun mengalami penurunan pada penutupan hari terakhir perdagangan pekan lalu. Yield menurun menjadi 7,008% dibanding hari sebelumnya yang berada di 7,035%.
Namun, secara keseluruhan, imbal hasil terbang 98 bps pada pekan lalu menjadi 7,008%. Imbal hasil SBN tenor 10 tahun juga masih bergerak di level tertingginya dalam 10 bulan.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang turun demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%. Ketika yield turun, mengindikasikan investor sedang membeli SBN.
(mza/mza)