CNBC Indonesia Research

Nasib Ekonomi Amerika Tampak dari Kentang, Ini Cara Bacanya

Aulia Mutiara, CNBC Indonesia
06 October 2023 14:25
French fries (Belgium and France)
Foto: French fries (Belgium and France)
  • Pemasok kentang Lamb Weston mengungkapkan bahwa tingkat pelanggan yang memesan kentang goreng saat makan di restoran cepat saji tetap berada di atas tingkat sebelum pandemi.
  • Hal ini dapat menunjukkan kesediaan konsumen untuk terus berbelanja meskipun inflasi masih tinggi.
  • Dengan sinyal data ekonomi yang membaik, lantas bagaimana ramalan ekonomi AS ke depan?

Jakarta, CNBC Indonesia - Konsumen Amerika Serikat (AS) masih menghabiskan banyak uang untuk membeli kentang goreng saat makan. Hal ini dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian Amerika Serikat (AS), hal ini diungkapkan oleh pemasok kentang beku Lamb Weston Holdings.

Ia mengungkap bahwa pangsa konsumen yang memesan makanan cepat saji yang dikenal sebagai tingkat keterikatan gorengan tetap berada di atas tingkat sebelum pandemi, kata CEO Tom Werner kepada analis pada laporan pendapatan perusahaan pada Kamis (5/10/2023). Hal ini dapat menunjukkan daya beli konsumen tangguh bahkan ketika inflasi telah menguras kantong dan kekhawatiran akan resesi telah meningkat.

"Kategori kentang beku global terus solid dengan keseimbangan permintaan dan pasokan secara keseluruhan. Tingkat keterikatan terhadap gorengan, yaitu tingkat konsumen memesan kentang goreng saat mengunjungi restoran atau gerai layanan makanan lainnya di pasar-pasar utama kami, sebagian besar tetap stabil dan berada di atas tingkat sebelum pandemi." kata Werner yang dikutip dari CNBC International.

Ketika konsumen merasakan tekanan finansial, reaksi alaminya adalah mengurangi pengeluaran melalui langkah-langkah seperti beralih ke merek yang lebih murah atau memotong pengeluaran yang tidak diperlukan.

Dalam kasus Lamb Weston dan perusahaan makanan cepat saji, hal ini dapat terwujud dalam bentuk pelanggan yang memilih untuk tidak mengonsumsi kentang goreng atau pesanan sampingan lainnya dalam upaya untuk membatasi pengeluaran.

Sebagaimana kita ketahui, Amerika Serikat (AS) mencatatkan inflasi sebesar 3,7% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada Agustus 2023, naik dari inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 3,2% YoY.

Berdasarkan data yang dirilis Biro Statistik Ketenagakerjaan AS dari dikutip Trading Economics, Rabu (13/9/2023) kenaikan inflasi tersebut menjadi yang kedua kali dalam setahun terakhir, setelah dalam 12 bulan berturut-turut mencatatkan penurunan indeks harga konsumen (IHK).

Nilai inflasi tersebut juga lebih tinggi dibandingkan konsensus pasar yang proyeksi naik sebesar 3,6% YoY. Sementara untuk inflasi inti berhasil melandai sesuai ekspektasi ke 4,3% YoY dibandingkan periode bulan sebelumnya sebesar 4,7%.

Bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed), bulan lalu, memutuskan untuk menahan suku bunga acuan di level 5,25-5,50% sesuai ekspektasi pasar. Namun, The Fed mengisyaratkan mereka akan tetaphawkishdan membuka kemungkinan kenaikan suku bunga ke depan.

Hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) juga mengindikasikan jika kebijakan moneter yang ketat akan tetap berlanjut hingga 2024dan akan memangkas suku bunga lebih sedikit dari indikasi sebelumnya.

Dokumen dot plot The Fed menunjukkan suku bunga akan ada di kisaran 5,5-5,75% pada tahun ini. Artinya, ada indikasi jika The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bps lagi hingga akhir tahun.

Dampak inflasi tentu saja dapat mempengaruhi bisnis dengan cara lain selain penjualan benih. Lamb Weston melihat sedikit perubahan dalam total lalu lintas di pasar-pasar utama AS, namun ada bukti adanya perubahan dalam perilaku konsumen yakni pertumbuhan penyedia makanan cepat saji yang biasanya lebih terjangkau menyeimbangkan penurunan yang terlihat pada layanan lengkap dan santapan santai restoran.

Werner juga mengatakan inflasi dapat terus menaikkan biaya perusahaan, khususnya terkait harga kontrak kentang.

Pada  Juni sebagai sumber kelemahan lalu lintas restoran yang terlihat pada kuartal fiskal keempat. Namun Werner mengatakan pihaknya merasa yakin dengan melihat tren membaik sejak saat itu, namun tetap yakin pada kemampuan penawaran kentang perusahaan untuk mengatasi perlambatan ekonomi.

"Kami menduga tren lalu lintas restoran akan berfluktuasi dalam waktu dekat karena suku bunga yang tinggi, inflasi yang tinggi, dan ketidakpastian terus mempengaruhi konsumen," kata Werner.

"Meskipun demikian, permintaan kentang beku telah terbukti tangguh selama masa perekonomian yang paling menantang, dan kami terus yakin dengan prospek pertumbuhan jangka panjang untuk kategori global," tambahnya.

Saham Lamb Weston melonjak lebih dari 9% di sesi Kamis. Kinerja saham tersebut hampir sejalan dengan pasar yang lebih luas pada tahun 2023, naik hampir 11% sejak awal tahun.

Sinyal Resesi Sudah Pudar?

Belakangan ini di AS tampaknya optimisme bahwa negara ini akan terhindar dari resesi ekonomi dibuktikan dengan pasar tenaga kerja yang tetap kokoh, dan masyarakat yang terus berbelanja meskipun inflasi kembali melonjak.

Kesepakatan sementara untuk menghindari penutupan pemerintah atau shutdown juga sedikit melegakan. Kendati demikian, nyatanya masih terdapat pemogokan besar-besaran di sektor otomotif, dimulainya kembali periode pembayaran pinjaman pendidikan, dan penutupan yang mungkin masih terjadi setelah kesepakatan itu berakhir.

Munculnya kabar buruk ini dapat dengan mudah mengurangi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) AS pada kuartal IV-2023.

Tidak hanya itu, telah terjadi kenaikan biaya pinjaman dan harga minyak bisa cukup untuk membuat AS mengalami penurunan pertumbuhan paling cepat tahun ini. Itulah sebabnya perlu memantau terus pergerakan harga minyak dunia.

Selain itu, Penjualan besar-besaran pada September telah mendorong imbal hasil obligasi 10 tahun ke level tertinggi dalam 16 tahun, mencapai 4,6%.

Biaya pinjaman yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama telah membuat pasar saham mengalami penurunan. Hal ini juga dapat mengancam pemulihan sektor perumahan dan menghambat investasi perusahaan. Lantas bagaimana ekonomi negara dengan ekonomi terbesar di dunia ke depan?

Berdasarkan ramalan The Conference Board, pertumbuhan ekonomi AS akan melemah akibat tantangan yang semakin besar pada awal tahun depan, yang akan mengarah pada resesi yang sangat singkat dan dangkal. Perkiraan ini dikaitkan dengan berbagai faktor, termasuk peningkatan inflasi, suku bunga tinggi, berkurangnya tabungan akibat pandemi, meningkatnya utang konsumen, belanja pemerintah yang lebih rendah, dan dimulainya kembali pembayaran pinjaman mahasiswa wajib.

"Kami memperkirakan PDB riil akan tumbuh sebesar 2,2%pada tahun 2023, dan kemudian turun menjadi 0,8% pada tahun 2024" tulisanya dalam sebuah catatan.

Belanja konsumen AS masih sangat sangat baik tahun ini meskipun terjadi peningkatan inflasi dan suku bunga yang lebih tinggi. Namun, tren ini tidak dapat bertahan.

Pertumbuhan kompensasi melambat, tabungan akibat pandemi menyusut, dan utang rumah tangga meningkat pesat. Selain itu, persyaratan pembayaran pinjaman mahasiswa baru akan mulai berdampak pada banyak konsumen mulai bulan Oktober.

Oleh karena itu, pertumbuhan belanja konsumen secara keseluruhan akan melambat menjelang akhir tahun dan kemudian berkontraksi pada kuartal I dan kuartal II-2024. Ketika inflasi dan suku bunga mereda pada 2024, The Conference Board memperkirakan konsumsi akan mulai meningkat lagi.

Sementara itu, menyusul lemahnya pertumbuhan pada kuartal pertama  2023, investasi bisnis bangkit kembali pada kuartal kedua 2023 meskipun terjadi kenaikan suku bunga. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh lonjakan pengeluaran bisnis untuk peralatan (terutama peralatan komputasi dan transportasi) dan peningkatan investasi pada struktur (terutama di bidang manufaktur).

Namun, tampaknya tren ini akan berbalik pada akhir tahun ini karena konsumsi AS mulai melemah dan suku bunga terus meningkat (analis yakin The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin lagi pada tahun ini, kemungkinan besar pada November).

Investasi residensial, yang telah mengalami kontraksi signifikan, akan mulai mencapai titik terendah pada akhir tahun ini dan kemudian meningkat karena suku bunga yang lebih rendah dan permintaan yang kuat pada tahun 2024.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(aum/aum)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation