CNBC Indonesia Research

Harga Gabah Cuma Rp 6.000/kg, Apa Iya Petani Sejahtera?

Aulia Mutiara, CNBC Indonesia
05 October 2023 09:25
Seorang petani mengamati padi yang mengalami kekeringan di Desa Kramat, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu, (9/8/2023). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Seorang petani mengamati padi yang mengalami kekeringan di Desa Kramat, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu, (9/8/2023). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
  • Lonjakan harga beras menjadi topik hangat perbincangan belakangan ini.
  • Harga Gabah Kering Giling (GKG) di tingkat petani juga sudah mengalami kenaikan 9,26% mtm dan 27,31% yoy.
  • Hidup rakyat makin susah seakan kalimat yang semakin diaminkan. Lantas bagaimana dengan harga gabah di tingkat petani?

Jakarta, CNBC Indonesia - Lonjakan harga beras menjadi topik hangat perbincangan belakangan ini karena terus menuai rekor.  Namun, lonjakan harga beras tidak sekencang harga gabah. 

Rata-rata harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani naik 11,69% pada September dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Dibandingkan dengan September tahun lalu (year-on-year/yoy), harga melesat 26,7%. Sedangkan harga Gabah Kering Giling (GKG) di tingkat petani naik 9,26% mtm dan 27,31% yoy.

Sementara, harga Gabah Kering Giling (GKG) di tingkat petani naik 9,26% mtm dan 27,31% yoy. Secara mtm, kenaikan harga gabah September 2023 lebih tinggi dari September tahun lalu.

Di tingkat grosir dan eceran, harga yang dibayar untuk membeli beras jadi makin mahal. Di level grosir, harga beras naik 6,29% mtm dan 21,02% yoy. Sementara di level eceran, harga beras naik 5,61% mtm dan 18,44% yoy.

Seberapa Besar Beda Harga Beras dan Gabah?

Mari kita bandingkan harga gabah kering panen dan harga beras di tingkat eceran sepanjang tahun ini.
Pada Januari 2023, harga gabah kering panen dibanderol Rp5,837.25/kg pada Januari 2023 sementara pada  September di angka Rp 6,514.43/kg atau melesat 11,6%.

Harga beras pada awal Januari 2023 dibanderol Rp 12.650/kg sementara pada September di angka Rp 14.400 atau melambung 13,8%.
Harga beras pada Januari atau dua kali lipat dari gabah sementara itu pada September 2023 juga dua kali lipat dibandingkan harga gabah.

Menurut data BPS, pada September 2023, rata-rata harga beras kualitas premium di penggilingan sebesar Rp12.900,00 per kg, naik sebesar 9,75% dibandingkan bulan sebelumnya, sedangkan beras kualitas medium di penggilingan sebesar Rp12.685,00 per kg atau naik sebesar 10,55%, dan rata-rata harga beras luar kualitas di penggilingan sebesar Rp11.746,00 per kg atau naik sebesar 11,59%

Dibandingkan dengan September 2022, rata-rata harga beras di penggilingan pada September 2023 untuk kualitas premium, medium, dan luar kualitas masing-masing naik sebesar 25,83%, 29,64%, dan 24,09%.

Melansir dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN), pada Juni harga beras super atau premium masih Rp 13 ribu, tapi kini sudah menembus Rp 14 ribu per kilogram.

Kenaikan harga beras seiring dengan kenaikan harga gabah. Namun sayang, berdasarkan data yang ada jika kita bandingkan harga beras dua kali lebih tinggi daripada harga gabah. Wajarkah demikian gap antara beras dan gabah ini sangat lebar?

Sebetulnya faktor produksi menjadi beras tentu saja menjadikan harga beras jauh lebih tinggi sekitar 2x lipat dibanding harga gabah. Namun seharusnya gap nya tidak terlalu jauh.

Dalam beberapa tahun terakhir, kelebihan kapasitas penggilingan terus terjadi meskipun telah banyak penggilingan padi yang gulung tikar. Namun, pemerintah masih mengizinkan pembukaan penggilingan padi dengan alasan investasi, termasuk investasi asing.

Namun di satu sisi, peningkatan produksi padi tidak signifikan sehingga tidak mampu mengimbangi besarnya kapasitas penggilingan padi. Jadi antara potensi produksi gabah dengan potensi produksi yang bisa diolah oleh penggilingan padi ini jomplang,

Sebagai contoh saja, mengutip data BPS, total produksi gabah kering giling sepanjang tahun 2022 mencapai 54,75 juta ton, atau hanya naik 0,6% dari produksi 2021 sebanyak 54,42 juta ton. Dari produksi itu dihasilkan produksi beras sebanyak 31,54 juta ton pada tahun 2022, naik 0,59% dari 31,36 juta ton pada tahun 2021.

Sementara itu, jumlah penggilingan padi di Indonesia saat ini sekitar 169 ribu penggilingan, turun dari 2012 yaitu sekitar 181 ribu penggilingan. Meski mengalami penurunan, banyak penggilingan padi skala besar yang terus menambah kapasitas gilingnya.

Kapasitas giling terbaru saat ini sudah lebih dari dua kali lipat produksi padi. Itu hitungan kasar, kalau mau dihitung lebih detail mungkin tiga kali lipat, tapi pemerintah masih memberikan izin bangun baru lagi.

Akibat kelebihan kapasitas itu, terjadi persaingan antar penggilingan. Tentu saja, penggilingan padi besar yang memiliki modal lebih besar jauh lebih mampu menawar gabah petani. Kenaikan harga pun terjadi akibat perebutan itu.

Meski harganya tinggi, perlu diketahui bahwa tak semua petani mendapat keuntungan. Pasalnya, terdapat pihak yang disebut middleman atau makelar yang menghubungkan produksi gabah petani dengan penggilingan. Mereka akan ikut mempermainkan harga dengan perusahaan penggilingan yang ingin mendapatkan gabah. Ini sudah suatu hal yang lazim terjadi di lapangan.

Tapi perlu menjadi catatan penting! harga gabah selalu menjadi sorotan saat menjelang panen raya. Jika harga gabah terlalu tinggi, dampaknya akan membuat harga beras menjadi mahal dan bisa merugikan konsumen. Sementara jika harga gabah terlalu rendah, petani akan dirugikan.

Namun, berbicara data, dari sisi Nilai Tukar Petani (NTP) yang merupakan perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib). NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.

NTP nasional September 2023 sebesar 114,14 atau naik 2,05% dibanding NTP bulan sebelumnya. Kenaikan NTP dikarenakan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) naik sebesar 2,27% lebih tinggi dibandingkan kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) sebesar 0,21%.

Penyebab Melonjaknya Harga Beras

Turunnya luas panen dan munculnya fenomena El Nino ditambah lagi sulitnya mendapatkan akses impor dari luar negeri membuat harga beras dengan mudah melambung tinggi.

Sudah jatuh tertimpa tangga! Itulah kalimat yang cocok bagi beras saat ini. Turunnya luas panen dan munculnya fenomena El Nino ditambah lagi sulitnya mendapatkan akses impor dari luar negeri membuat harga beras dengan mudah melambung tinggi.

Turunnya Luas Panen

Memang, kalau kita lihat data luas panen tahun 2022 membawa kabar baik. Melansir data Badan Pusat Statistik (BPS) luas panen padi pada 2022 mencapai sekitar 10,45 juta hektar, mengalami kenaikan sebanyak 40,87 ribu hektar atau 0,39% dibandingkan 2021 yang sebesar 10,41 juta hektar.

Dari sisi produksi padi tahun 2022 adalah sebesar 54,75 juta ton gabah kering giling (GKG), mengalami kenaikan sebanyak 333,68 ribu ton atau 0,61 persen dibandingkan 2021 yang sebesar 54,42 juta ton GKG.

Produksi beras pada 2022 untuk konsumsi pangan penduduk mencapai 31,54 juta ton, mengalami kenaikan sebanyak 184,50 ribu ton atau 0,59 persen dibandingkan produksi beras di 2021 yang sebesar 31,36 juta ton.

Tak ada yang mengecewakan dari data tahun 2022. Semuanya berjalan lancar dan angka cenderung mencatatkan kinerja yang baik. Namun sayangnya hingga pertenganan tahun ini harga beras tak sanggup bertahan pada posisinya.

Namun kabar tak sedap datang dari BPS. Lembaga ini memperingatkan potensi terjadinya defisit beras di dalam negeri. Selain itu, BPS memprediksi akan terjadi penurunan panen padi pada bulan September-November 2023. Terutama di wilayah-wilayah produsen utama produsen beras di Indonesia.

Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyebutkan, ada potensi luas panen padi nasional di bulan November-Desember 2023 melanjutkan penurunan. Dia menambahkan, Indonesia harus mewaspadai potensi peningkatan defisit beras sampai bulan November 2023.

Hal itu disampaikan saat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2023, Senin (25/9/2023), yang ditayangkan akun Youtube Kemendagri RI.

"Luas panen padi nasional di bulan November dan Desember terlihat akan terus menurun. Produksi padi nasional dalam juta ton gabah kering giling (GKG) juga kelihatannya nanti di bulan November dan Desember adalah dalam tren menurun," kata Amalia.

Oleh sebab itu ada perkiraan defisit beras tahun 2023 dan memang ini seperti siklus tahunan. Di akhir tahun, Oktober, November, Desember kita selalu mengalami defisit produksi beras. Sementara kebutuhan konsumsi beras rata-rata per bulan di Indonesia 2,55 juta ton per bulan.

El Nino Biang Kerok Sulitnya Akses Impor Beras

Isu 'kiamat' beras hingga kini terus menyeruak pasca kondisi EL Nino yang puncaknya diperkirakan Agustus - Oktober 2023 ini, tak bisa dipungkiri ini memang mengancam pertanian dalam negeri karena dampaknya penurunan produksi terutama pada pangan utama masyarakat Indonesia, yakni beras.

Beberapa waktu belakangan, harga beras sudah melambung tinggi, ini bakal terancam melambung lagi jika dampak EL Nino bulan ini dan bulan depan betul-betul menurunkan produksi. Ditambah lagi harga beras internasional meningkat akibat ada faktor El-Nino dan sebagian negara membatasi, melarang ekspor karena pemenuhan domestik dulu.

Juli lalu, India contohnya sudah memutuskan untuk mengamankan pangan dalam negerinya karena pemerintah berusaha untuk membatasi kenaikan harga pangan di dalam negeri, dan memastikan ada cukup pasokan di dalam negeri "dengan harga yang wajar."

Per Agustus 2023, Indeks harga beras naik ke level 142,4. Dengan ini, kenaikan indeks harga beras FAO sebesar 9,8% dan pada tingkat tersebut, Indeks berada 31,2% di atas nilai tahun sebelumnya dan berada pada nilai nominal tertinggi dalam 15 tahun.

Indeks tersebut naik 11,8% selama bulan Juli, mencerminkan gangguan perdagangan setelah larangan ekspor beras putih oleh India pada tanggal 20 Juli. Dari sisi permintaan, berlanjutnya pembelian oleh Bulog Indonesia dan berita bahwa Pemerintah Filipina kembali melakukan impor setelah jeda selama beberapa tahun juga memberikan dukungan.

Hal ini terjadi di tengah meningkatnya ketidakpastian dan pembeli yang kecewa dengan kenaikan harga.

"Perdagangan pada bulan Agustus sebagian besar terbatas pada volume kecil atau pelaksanaan penjualan yang telah dikontrak sebelumnya." Ungkap FAO.

Di sisi lain, Vietnam mengalami kenaikan harga beras yang lebih besar dengan kuotasi 5% dipatahkan dan naik sebesar US$ 110 per ton dibandingkan harga di bulan Juli dan menyentuh level tertinggi dalam 15 tahun.

Kenaikan harga bulanan berkisar antara US$ 60-U4$ 80 per ton di negara asal Asia lainnya. Hal ini menempatkan harga beras putih Indica (yang tidak rusak) di Asia antara 40 dan 60% di atas harga pada bulan Agustus 2022.

Mengenai prospek pasokan permintaan pada tahun 2023-2024, badan PBB tersebut mengatakan kemajuan musim ini bukannya tanpa tantangan, terutama dari segi cuaca dan sering kali disebabkan oleh pengaruh fenomena La Nina yang berakhir pada bulan Maret dan bulan Juni. munculnya peristiwa El Nino.

Pada saat yang sama, kemajuan musiman menunjukkan bahwa penanaman tanaman utama di berbagai produsen beras global tetap kuat, atau bahkan diperluas. Hal ini dapat membantu mengkompensasi, bahkan lebih besar daripada, penurunan hasil panen yang disebabkan oleh curah hujan yang tidak merata atau pemotongan tanaman di luar musim 2023-2024, yang akan ditanam pada kuartal terakhir tahun ini di belahan bumi utara.

Membahas pembatasan ekspor beras di India, FAO mengatakan pemulihan perdagangan tahunan yang diperkirakan terjadi pada tahun 2024 diperkirakan akan ditopang oleh pengiriman yang lebih besar dari Pakistan dan Thailand, meskipun peningkatan kondisi pasokan juga diperkirakan akan memungkinkan Kamboja, Myanmar, dan AS untuk meningkatkan ekspor beras mereka. pengiriman pada tahun 2024.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(aum/aum)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation