
India Dihantam Ancaman Baru, Dunia Ikut Deg-Degan

- El Nino masih saja menjadi 'momok' mengerikan yang memicu dampak serius terhadap pangan dunia.
- Fenomena ini berujung pembatasan ekspor untuk mengamankan pasokan pangan beberapa negara.
- Lihat saja India, setelah beras kini gula terancam jadi korban larangan ekspor ke negara lain untuk mengamankan pasokan dalam negeri.
Jakarta, CNBC Indonesia - El Nino masih saja menjadi 'momok' mengerikan yang memicu dampak serius terhadap pangan dunia. Fenomena ini berujung pembatasan ekspor untuk mengamankan pasokan pangan beberapa negara. Indonesia pun dibuat 'ketar-ketir'. Mengapa demikian?
Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengaku ngeri melihat fenomena terkait dengan upaya pemerintah beberapa negara dunia yang mulai membatasi hingga melarang ekspor produksi pangannya. Hal ini tentu saja dalam rangka memenuhi kebutuhan dan permintaan pangan di dalam negeri.
Namun negara lain yang biasanya melakukan impor bahan pangan dari negara terkait tentu 'ketar-ketir' sehingga pasokan terbatas, harga pangan jadi melambung tinggi.
Kabar Tak Sedap Dari India
Departemen cuaca yang dikelola pemerintah pada Sabtu (30/9/2023) mengungkapkan bahwa curah hujan monsoon di India tahun ini merupakan yang terendah sejak 2018 karena pola cuaca El Nino menjadikan Agustus sebagai bulan terkering dalam lebih dari satu abad.
Musim hujan, yang sangat penting bagi perekonomian India senilai US$ 3 triliun, membawa hampir 70% curah hujan yang dibutuhkan negara itu untuk mengairi tanaman dan mengisi kembali waduk dan akuifer. Hampir separuh lahan pertanian di negara terpadat di dunia ini tidak memiliki irigasi, sehingga hujan monsun menjadi sangat penting bagi produksi pertanian.
Defisit curah hujan di musim panas dapat membuat bahan pokok seperti gula, kacang-kacangan, beras dan sayuran menjadi lebih mahal dan meningkatkan inflasi pangan secara keseluruhan.
Produksi yang lebih rendah juga dapat mendorong India, produsen beras, gandum, dan gula terbesar kedua di dunia, untuk menerapkan lebih banyak pembatasan terhadap ekspor komoditas tersebut.
Curah hujan di seluruh negeri selama ini hingga September adalah 94% dari rata-rata periode panjang, terendah sejak 2018, kata Departemen Meteorologi India (IMD) dalam sebuah pernyataan.
![]() Farmers work in a paddy field on the outskirts of Guwahati, India, Tuesday, June 6, 2023. Experts are warning that rice production across South and Southeast Asia is likely to suffer with the world heading into an El Nino. (AP Photo/Anupam Nath) |
IMD telah mengantisipasi defisit curah hujan sebesar 4% pada musim ini, dengan asumsi dampak El Nino terbatas. El Nino adalah pemanasan perairan Pasifik yang biasanya disertai dengan kondisi kering di anak benua India.
Musim hujan tidak merata, dengan curah hujan di bulan Juni sebesar 9% di bawah rata-rata karena keterlambatan datangnya hujan, namun hujan di bulan Juli kembali meningkat hingga 13% di atas rata-rata.
Agustus merupakan bulan terkering yang pernah tercatat dengan defisit sebesar 36%, namun pada bulan September curah hujan kembali meningkat dan negara tersebut menerima curah hujan 13% lebih banyak dari biasanya, kata IMD.
Distribusi hujan monsun yang tidak menentu telah menyebabkan India, eksportir beras terbesar di dunia, membatasi pengiriman beras, mengenakan bea masuk sebesar 40% pada ekspor bawang merah, mengizinkan impor kacang-kacangan bebas bea, dan berpotensi mengakibatkan New Delhi melarang ekspor gula.
Negara ini diperkirakan akan menerima curah hujan normal selama bulan Oktober hingga Desember, kata departemen cuaca, seraya menambahkan bahwa suhu kemungkinan akan tetap di atas normal di sebagian besar negara selama bulan Oktober.
Setelah Beras, Gula Jadi Korban!
Sebagaimana kita ketahui, India yang merupakan pengekspor beras terkemuka dunia sudah melarang ekspor beras putih non-basmati pada 20 Juli karena pemerintah berusaha untuk membatasi kenaikan harga pangan di dalam negeri, dan memastikan ada cukup pasokan di dalam negeri "dengan harga yang wajar."
India adalah pengekspor beras terkemuka di dunia, menyumbang lebih dari 40% perdagangan beras global, serta produsen terbesar kedua setelah China.
Larangan tersebut dapat membuat harga yang sudah tinggi melonjak lebih tinggi lagi dan tentunya bisa memperburuk kerawanan pangan bagi negara-negara yang sangat bergantung pada beras, prediksi firma analitik pertanian Gro Intelligence dalam laporan terbarunya.
Imbasnya, Indeks Harga Beras Organisasi Pangan dan Pertanian untuk Juli naik 2,8% menjadi 129,7 poin. Angka tersebut naik 19,7% dibandingkan tahun lalu, dan nilai nominal tertinggi sejak September 2011, data dari FAO menunjukkan bahwa kenaikan harga paling tajam datang dari Thailand.
Bagaimana dengan nasib gula?
India bakal kembali melakukan pembatasan ekspor pada sejumlah bahan pangannya. India diperkirakan akan melarang ekspor gula mulai Oktober 2023, pertama kalinya dalam tujuh tahun. Pelarangan tersebut dilakukan akibat kurangnya curah hujan sehingga mengurangi hasil tebu dalam negeri.
Gula memang merupakan salah satu industri paling berkembang di India. Menilik data Statista, dalam kurun 2022-2023 produksi gula India mampu mencapai 32,8 juta ton dengan besaran angka ini, India sukses menempatkan diri sebagai negara produksi gula terbesar kedua di dunia. India hanya kalah4 juta ton saja dari peringkat pertama, yakni Brazil sebesar 38 juta ton.
Angka ini tentu jauh berbeda dengan Indonesia. Dalam paparan Kementerian Pertanian, pada tahun lalu saja produksi gula di Tanah Air hanya 2,4 juta ton. Sedangkan, mengacu pada data Departemen Pertanian Amerika Serikat, konsumsi gula Indonesia mencapai 7,8 juta ton, artinya Indonesia masih harus impor gula besar-besaran termasuk raw sugar dari India.
Arus impor terancam akibat India bakal menutup keran ekspor pada Oktober 2023. Alhasil, banyak pihak memprediksi harga gula di Indonesia bakal melonjak.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS),Indonesia telah melakukan impor gula sekitar 3,5 juta ton selama periode Januari-Agustus 2023. Impor gula tersebut mayoritas berasal dari Thailand, yakni mencapai 2,1 juta ton atau berkontribusi 60,63% dari total impor gula nasional.
Negara asal impor gula terbesar berikutnya adalah Australia dengan volume 551 ribu ton atau 15,89%, kemudian diikuti Brasil 500 ribu ton atau 14,43%, dan India 308 ribu ton dengan persentase 8,9%. Sementara, impor gula dari negara-negara lainnya hanya sekitar 5 ribu ton atau sekitar 0,15%.
Tak hanya India saja bawa malapetaka, Gangguan ekonomi akibat El Nino tahun ini diramalkan oleh ADB sangat parah pada banyak orang perekonomian di wilayah Asia Pasifik. Tabel di bawah ini menunjukkan perekonomian Asia yang diidentifikasi oleh Food and Organisasi Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berisiko mengalami kekeringan atau curah hujan berlebihan.
Di sebagian besar negara-negara tersebut, sektor pertanian berperan penting untuk sebagian besar produk domestik bruto (PDB) lebih dari 20% di Afghanistan, Kamboja, Myanmar, Pakistan, Tajikistan, dan Uzbekistan.
Selain itu, banyak dari negara tersebut yang perekonomian sangat bergantung pada pembangkit listrik tenaga air (misalnya, Kamboja, Fiji, Republik Demokratik Rakyat Laos,Myanmar, dan Vietnam).
Perekonomian ini bisa menghadapi kekurangan listrik, dengan dampak buruk yang terus terjadi produksi barang dan jasa. Perekonomian negara tersebut terancam karena hasil ekspor pertanian menurun jika produksi mengalami gangguan karena El Nino.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, komoditas beras yang dibutuhkan banyak di wilayah Asia kini tengah terancam baik dari sisi pasokan maupun harga yang sudah melambung tinggi.
Rata-rata makanan dan minuman non-alkohol untuk 30% keranjang CPI di negara-negara berkembang di Asia dan beras menyumbang lebih dari 10%. bobot pangan di beberapa negara. Karena ini, pemerintah di negara-negara berkembang di Asia akan sangat waspada untuk mengetahui dampak El Nino terhadap inflasi dan neraca perdagangan.
Sebab itu, mendorong adanya swasembada pangan dalam negeri menjadi catatan penting bagi pemerintah agar Indonesia benar-benar memiliki kedaulatan pangan dan tidak 'ketar-ketir' jika ada negara lain yang melarang ekspor demi keamanan pangan negeri mereka.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(aum/aum)