Newsletter

Wajib Baca! 7 Kabar Ini Jadi Kunci Investor Pesta Atau Merana

Aulia Mutiara, CNBC Indonesia
Rabu, 27/09/2023 06:00 WIB
Foto: Infografis/ Saham Top Gainers Top Losers Sepekan/ Edward Ricardo Sianturi
  • Pasar keuangan Tanah Air mencatatkan kinerja mengecewakan pada perdagangan kemarin
  • Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir melemah, sementara rupiah masih ambruk melawan dolar AS.
  • Pelaku pasar patut memantau sentimen eksternal dan dalam negeri yang bisa mempengaruhi pasar

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar Keuangan Tanah Air mencatatkan kinerja mengecewakan pada perdagangan kemarin, Selasa (26/9/2023). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di ambles, dan mata uang Garuda masih saja tak berdaya melawan dolar Amerika Serikat (AS). Sementara itu, Surat Berharga Negara (SBN) masih dilepas investor.

Lantas bagaimana kira-kira pergerakannya hari ini? Setidaknya ada beberapa sentimen yang bisa mempengaruhi gerak pasar. Selengkapnya mengenai proyeksi dan sentimen perdagangan hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

IHSG pada perdagangan kemarin berakhir di zona merah dengan koreksi 1,07% ke posisi 6.923,8. Nilai perdagangan mencapai Rp 12,81 triliun dan volume transaksi mencapai 15,78 juta yang diperdagangkan sebanyak 1,26 juta kali. Ada sebanyak 410 saham turun, dan hanya 136 saham yang naik, dan 212 sisanya stagnan.

Pada perdagangan kemarin investor melakukan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 496,5 miliar di pasar reguler.

Dari sisi mata uang dalam negeri, pada perdagangan kemarin rupiah melemah drastis terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang dipengaruhi faktor eksternal dan internal.

Merujuk dari Refinitiv, rupiah ditutup di angka Rp15.485/US% atau melemah 0,58% terhadap dolar AS dan bahkan di tengah perdagangan rupiah sempat menyentuh level psikologis Rp15.500/US$. Posisi ini merupakan yang terparah sejak 10 Januari 2023 atau sekitar delapan bulan terakhir.

Pelemahan rupiah disebabkan kuatnya dolar AS. Indeks dolar AS (DXY) pada Selasa (26/9/2023) mengalami penguatan menjadi 106,09 atau naik 0,08% jika dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya yang berada di posisi 105,99.

Pelemahan rupiah tak lepas dari indeks dolar AS yang terapresiasi sejak 21 September atau empat hari berturut-turut. Saat ini, DXY berada di posisi 106,09.

Indeks dolar terus menanjak karena pelaku pasar mengantisipasi sikap hawkish atau pengetatan bank sentral AS (The Fed) yang diperkirakan akan menaikkan suku bunganya sebesar 25 basis poin (bps) pada pertemuan mendatang.

Berdasarkan perangkat FedWatch, survei menunjukkan 23,7 % The Fed akan menaikkan suku bunganya sebesar 25 basis poin (bps) pada FOMC November. Sementara pada FOMC Desember, persentasenya mengalami peningkatan menjadi 34,3% untuk The Fed mengalami peningkatan menjadi 5,50-5,75%.

Kenaikan suku bunga dibutuhkan untuk memenuhi target inflasi The Fed yakni 2%. Untuk diketahui, AS mencatatkan inflasi sebesar 3,7% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Agustus 2023, naik dari inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 3,2% (yoy).

Saat ini investor masih menyimak terkait sinyal-sinyal suku bunga The Fed.  'Huru-hara' pasar keuangan akibat The Fed ini diperkirakan masih akan mewarnai sentimen pasar pekan ini. Investor masih mengantisipasi, memasang mode wait and see terkait sinyal suku bunga ke depan dari pidato pejabat The Fed dan rilis data ekonomi penting yang menggambarkan kondisi ekonomi AS.

Dari pasar SBN, imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun melambung ke 6, 85% pada perdagangan kemarin. Posisi tersebut adalah yang tertinggi sejak 21 Maret 2023 atau enam bulan terakhir. Imbal hasil dengan cepat naik dari 6,72% pada Senin pekan lalu menjadi 6,85% pada Selasa kemarin.

Imbal hasil yang menanjak menandai harga SBN tengah jatuh karena banyak investor yang melepas SBN.


(aum/aum)
Pages