Huru-Hara dari AS Diramal Mereda, Pasar RI Siap Party Lagi?
- Pasar keuangan Tanah Air pekan lalu berakhir beragam pada perdagangan pekan lalu.
- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir menguat pekan lalu, sementara rupiah masih ambruk imbas The Fed.
- Pelaku pasar patut memantau sentimen eksternal dan dalam negeri yang bisa mempengaruhi pasar.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air ditutup beragam pada perdagangan pekan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir menguat 0,49% sepekan, sementara rupiah mencatatkan perlemahan 0,13% ke posisi Rp melawan dolar Amerika Serikat (AS).
Lantas bagaimana pergerakan pasar keuangan hari ini? mampukah sentimen dari dalam negeri hingga eksternal membawa angin positif bagi pasar keuangan dan mengalahkan sentimen negatif dari The Fed? Selengkapnya mengenai sentimen pasar pekan ini dan hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
Dari sisi IHSG, pergerakan pekan lalu cenderung positif. Dalam lima hari perdagangan pekan lalu, indeks tiga kali ditutup di zona hijau dan dua kali ditutup terkoreksi. Meski demikian, hingga akhir pekan lalu indeks masih mampu mencatatkan kinerja positif di posisi 7.016,84.
Sepanjang pekan lalu investor melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 683,29 miliar di pasar reguler.
Dari pasar mata uang, dalam sepekan mengalami pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sebesar 0,13% pada pekan lalu ke posisi Rp15.370/US$.
Dalam lima hari perdagangan pekan lalu, rupiah tercatat dua kali melemah, dua kali stagnan, dan satu kali menguat. Pada perdagangan pekan lalu rupiah sempat terseret ke Rp15.410/US$ yang menjadi posisi pelemahan paling parah.
Pelemahan rupiah sepanjang pekan lalu terjadi sejalan dengan penguatan indeks dolar AS (DXY) yang naik ke angka 105,49. Posisi tersebut menjadi yang tertinggi sejak awal tahun ini.
Ini disinyalir karena respon kekecewaan pasar akibat sikap bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) yang hawkish. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai sentimen seperti target inflasi AS yang belum tercapai, sementara kondisi pasar tenaga kerja masih ketat, dan tingkat konsumsi masyarakat terus bertumbuh.
Padahal, pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) yang berlangsung pekan lalu The Fed memang sudah menahan suku bunga acuan di level 5,25-5,50% sesuai ekspektasi pasar.
Namun, The Fed mengisyaratkan mereka akan tetap hawkish dan membuka kemungkinan kenaikan suku bunga ke depan.
Hasil rapat FOMC juga mengindikasikan jika kebijakan moneter yang ketat akan tetap berlanjut hingga 2024 dan akan memangkas suku bunga lebih sedikit dari indikasi sebelumnya.
The Fed menjelaskan jika mereka akan memutuskan kebijakan ke depan secara hati-hati berdasarkan data yang berkembang serta mempertimbangkan outlook serta risikonya. Keputusan The Fed ini mengecewakan pasar yang sudah berekspektasi jika The Fed akan memangkas suku bunga secara signifikan pada tahun depan.
Keputusan The Fed juga ikut mengerek imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN). Imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun melambung hingga mencapai 6,74% pada akhir pekan lalu. Imbal hasil bahkan sempat menyentuh 6,799% pada Kamis pekan lalu yang merupakan rekor tertingginya sejak 31 Maret atau lebih dari lima bulan.
Imbal hasil yang naik tajam menandai harga SBN yang jatuh karena dilepas investor.
(aum/aum)