
Catat! 4 Hal Penting Ini Jadi Penggerak Pasar Pekan Depan

- Pasar keuangan Tanah Air ditutup beragam pada perdagangan pekan ini, IHSG menguat, sementara rupiah masih lesu melawan dolar AS.
- Lantas bagaimana pergerakan pasar keuangan pekan depan?
- Setidaknya ada empat poin penting sentimen dari dalam negeri hingga eksternal yang bisa menggerakan pasar.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air ditutup beragam pada perdagangan pekan ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir menguat 0,49% sepekan, sementara rupiah mencatatkan perlemahan 0,13% melawan dolar Amerika Serikat (AS). Lantas bagaimana pergerakan pasar keuangan pekan depan? mampukah sentimen dari dalam negeri hingga eksternal membawa angin positif?
Dari sisi IHSG, pergerakan pekan ini cenderung positif. Dalam lima hari perdagangan, indeks tiga kali ditutup di zona hijau dan dua kali ditutup terkoreksi. Meski demikian, hingga akhir pekan indeks masih mampu mencatatkan kinerja positif di posisi 7.016,84.
Dari sisi rupiah, dalam sepekan mengalami perlemahan 0,13% ke posisi Rp 15.370. Dalam lima hari perdagangan rupiah tercatat dua kali melemah, dua kali stagnan, dan satu kali menguat.
Melansir dari Refinitiv, nilai tukar rupiah pada pekan yang berakhir Jumat (22/9/2023) ditutup di posisi Rp15.370/US$, secara mingguan rupiah melemah 0,13%. Pada perdagangan minggu ini rupiah sempat terseret ke Rp15.410/US$ yang menjadi posisi pelemahan paling parah.
Pelemahan rupiah sepanjang minggu ini terjadi sejalan dengan penguatan indeks dolar AS (DXY) yang naik ke angka 105,49. Posisi tersebut menjadi yang tertinggi sejak awal tahun ini.
Hal ini disinyalir karena respon kekecewaan pasar akibat sikap the Fed yang hawkish. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai sentimen seperti target inflasi AS yang belum tercapai, sementara kondisi pasar tenaga kerja masih ketat, dan tingkat konsumsi masyarakat terus bertumbuh.
Padahal, pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) yang berlangsung pekan ini The Fed memang sudah menahan suku bunga acuan di level 5,25-5,50% sesuai ekspektasi pasar.
Namun, The Fed mengisyaratkan mereka akan tetap hawkish dan membuka kemungkinan kenaikan suku bunga ke depan.
Hasil rapat FOMC juga mengindikasikan jika kebijakan moneter yang ketat akan tetap berlanjut hingga 2024 dan akan memangkas suku bunga lebih sedikit dari indikasi sebelumnya.
The Fed menjelaskan jika mereka akan memutuskan kebijakan ke depan secara hati-hati berdasarkan data yang berkembang serta mempertimbangkan outlook serta risikonya. Keputusan The Fed ini mengecewakan pasar yang sudah berekspektasi jika The Fed akan memangkas suku bunga secara signifikan pada tahun depan.
Sentimen Pekan Depan
![]() |
'Huru-hara' pasar keuangan akibat The Fed ini diperkirakan masih akan mewarnai sentimen pasar pekan ini. Investor masih melihat dampak lebih lanjut dari keputusan untuk menahan suku bunga mengingat inflasi AS kembali nanjak. Selain soal bank central paling powerfull di dunia, ada beberapa sentimen lain.
Pertama, dari dalam negeri awal pekan kita akan disuguhkan dengan data likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) untuk Agustus 2023. Pada bulan sebelumnya, Posisi M2 pada Juli 2023 tercatat sebesar Rp8.350,5 triliun atau tumbuh 6,4% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 6,1% (yoy). Perkembangan tersebut terutama didorong oleh pertumbuhan uang kuasi sebesar 9,4% (yoy).
Perkembangan M2 pada Juli 2023 terutama dipengaruhi oleh perkembangan penyaluran kredit.Penyaluran kredit[1] pada Juli 2023 tumbuh sebesar 8,5% (yoy), meningkat dibandingkan dengan capaian pada bulan Juni 2023 sebesar 7,8% (yoy).
Di sisi lain, aktiva luar negeri bersih tumbuh sebesar 9,0% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 3,1% (yoy). Sementara itu, tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat (Pempus) terkontraksi sebesar 12,1% (yoy), setelah bulan sebelumnya tumbuh sebesar 1,7% (yoy).
Kedua, dari Amerika Serikat (AS) pekan ini akan disuguhkan data penting. Pada Selasa (26/9/2023) investor patut mencermati pidato pejabat The Fed yang akan membawa sinyal-sinyal pentung terkait suku bunga. Pada hari yang sama, AS akan merilis data terkait penjualan rumah, indeks harga rumah, Indeks keyakinan konsumen (IKK), jumlah penjualan rumah baru, serta ada pula indeks manufaktur AS. data-data ini tentu penting untuk melihat bagaimana perekonomian AS.
Kemudian jelang akhir pekan depan, pada Kamis (28/9/2023) AS juga akan merilis data pertumbuhan ekonomi final untuk Q2-2023. Untuk diketahui, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada kuartal II-2023 tercatat sebesar 2,1% secara tahunan dalam estimasi kedua yang dirilis Biro Analisis Ekonomi AS. Pertumbuhan tersebut naik dari 2% pada kuartal sebelumnya. Namun,pertumbuhan 2,1% itu lebih rendah dari estimasi pertama sebesar 2,4%.
Pada hari yang sama, ada pula data penting terkait Inflasi inti PCE, klaim pengangguran awal, klaim pengangguran rata-rata 4 minggu, serta klaim pengangguran berkelanjutan. Ini tentunya penting untuk melihat seberapa tertekan ekonomi AS. Di akhir pekan akan ada pidato Powell yang akan memberikan sinyal suku bunga.
Ketiga, dari Uni Eropa akan banyak data penting pekan depan, ini akan memberikan gambatan seberapa kuat ekonomi UE dan bagaimana kebijakan suku bunga ke depan. Awal pekan saja, investor sudah disuguhkan dengan pidato pejabat bank sentralnya.
Sebagaimana diketahui, Presiden Bank Sentral Eropa (ECB) Christine Lagarde mengatakan suku bunga di Uni Eropa akan dipertahankan tinggi "selama diperlukan" untuk memerangi inflasi yang tinggi. Menurut Lagarde, meskipun kemajuan sudah dicapai, perjuangan melawan inflasi belum berhasil."
Sejak musim panas lalu, ECB telah menaikkan suku bunga acuannya sebanyak sembilan kali dari minus 0,5% menjadi 3,75%. Sementara itu, inflasi zona euro telah berkurang setengahnya dari puncak tahun lalu sebesar 10,6% menjadi 5,3% pada Juli 2023.
Lagarde tidak mengatakan apakah ECB berencana untuk menghentikan sementara kebijakan pengetatan pada pertemuan berikutnya pada 14 September atau menerapkan tingkat suku bunga yang kesepuluh. kenaikan. Namun, ia mencatat bahwa meskipun inflasi melambat, tekanan mendasar tetap ada, begitu pula risikonya.
Di hari yang sama akan ada rilis data Indeks keyakinan konsumen (IKK). Kemudian, jelang akhir pekan akan ada rilis data inflasi zona Eropa.
Keempat, dari Jepang akan ada Risalah Rapat Kebijakan Moneter BoJ pada Rabu (27/9/2023). Di hari Jumat lalu bank sentral Jepang, Bank of Japan, memutuskan untuk mempertahankan suku bunga jangka pendeknya pada level -0,1%. Selain itu, bank sentral Jepang ini juga memastikan akan membatasi imbal hasil obligasi pemerintah Jepang yang bertenor 10 tahun pada kisaran 0%.
Kemudian jelang akhir pekan Jepang juga akan mengumumkan data penting terkait tingkat pengangguran, data Consumer Price Index (CPI), penjualan retail, produksi industri,dan indeks keyakinan konsumen (IKK).
CNBC INDONESIA RESEARCH
(aum/aum)