Newsletter

Huru-Hara dari AS Diramal Mereda, Pasar RI Siap Party Lagi?

Aulia Mutiara, CNBC Indonesia
25 September 2023 06:00
layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (11/9/223). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (11/9/223). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Wall street yang berakhir 'berdarah-darah' pada perdagangan akhir pekan lalu bisa membawa angin negatif bagi indeks dalam negeri. Selain itu, pelaku pasar juga perlu mencermati sejumlah sentimen dan risiko baik dari dalam ataupun luar negeri.

'Huru-hara' pasar keuangan akibat The Fed ini diperkirakan masih akan mewarnai sentimen pasar pekan ini. Investor masih melihat dampak lebih lanjut dari keputusan untuk menahan suku bunga mengingat inflasi AS kembali nanjak. Namun, dampak huru-hara di AS diharapkan sudah mereda.

Untuk diketahui, Amerika Serikat (AS) mencatatkan inflasi sebesar 3,7% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada Agustus 2023, naik dari inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 3,2% YoY.

Berdasarkan data yang dirilis Biro Statistik Ketenagakerjaan AS dari dikutip Trading Economics, Rabu (13/9/2023) kenaikan inflasi tersebut menjadi yang kedua kali dalam setahun terakhir, setelah dalam 12 bulan berturut-turut mencatatkan penurunan indeks harga konsumen (IHK). 

Laju inflasi tersebut juga lebih tinggi dibandingkan konsensus pasar yang proyeksi naik sebesar 3,6% YoY. Sementara untuk inflasi inti berhasil melandai sesuai ekspektasi ke 4,3% YoY dibandingkan periode bulan sebelumnya sebesar 4,7%.

Inflasi yang meninggi, suku bunga yang diperkirakan bakal terus menanjak akan mendorong bank sentral lain di dunia untuk menaikkan suku bunganya juga. Selain soal bank central paling powerfull di dunia, ada beberapa sentimen lain.

Keputusan The Fed diperkirakan akan berdampak kepada kebijakan Bank Indonesia (BI). Kubu MH Thamrin memutuskan untuk menahan suku bunga acuan sebesar 5,75% pada pekan lalu.
Keputusan tersebut sudah diperkirakan pelaku pasar. Namun, dengan kebijakan The Fed yang masih bisa hawkish, BI diperkirakan akan mengundurkan kebijakan longgarnya.
Bila BI sebelumnya diperkirakan sudah akan memangkas suku bunga pada kuartal I-2024 maka ekonom dan analis kini memperkirakan BI baru akan bisa memangkas suku bunga paling cepat pada kuartal II-2024.

Dengan pelonggaran yang mundur maka stimulus ekonomi dari suku bunga yang lebih rendah belum bisa dinikmati ekonomi Indonesia dalam waktu dekat.

Masih dari dalam negeri, awal pekan juga akan disuguhkan dengan data likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) untuk Agustus 2023. Pada bulan sebelumnya, Posisi M2 pada Juli 2023 tercatat sebesar Rp8.350,5 triliun atau tumbuh 6,4% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 6,1% (yoy). Perkembangan tersebut terutama didorong oleh pertumbuhan uang kuasi sebesar 9,4% (yoy).

Perkembangan M2 pada Juli 2023 terutama dipengaruhi oleh perkembangan penyaluran kredit. Penyaluran kredit pada Juli 2023 tumbuh sebesar 8,5% (yoy), meningkat dibandingkan dengan capaian pada bulan Juni 2023 sebesar 7,8% (yoy).

Di sisi lain, aktiva luar negeri bersih tumbuh sebesar 9,0% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 3,1% (yoy). Sementara itu, tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat (Pempus) terkontraksi sebesar 12,1% (yoy), setelah bulan sebelumnya tumbuh sebesar 1,7% (yoy).

Dari eksternal, hari ini akan ada rilis data penting dari Amerika Serikat (AS) diantaranya, data penjualan rumah baru, indeks harga rumah, indeks manufaktur dan jasa versi Richmond Fed dan ada pula rilis data Harga Rumah S&P/Case-Shiller AS. Ini penting dicermati sebab akan memberikan gambaran bagaimana inflasi dan suku bunga menghantam ekonomi AS.

(aum/aum)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular