Newsletter

8 Bank Sentral Umumkan Suku Bunga, Super Thursday Hantui RI

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
Senin, 18/09/2023 06:00 WIB
Foto: Dok Bank Indonesia
  • Pasar keuangan Tanah Air secara mayoritas terkoreksi pada pekan lalu
  • Wall Street terpantau merana pada pekan lalu, akibat meningginya kembali inflasi AS.
  • Pada pekan ini, pasar akan memantau keputusan suku bunga acuan beberapa bank sentral atau dianggap sebagai 'Super Thursday' mulai dari The Fed, BoE, dan BI.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pada pekan lalu cenderung bervariasi, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau cerah, namun untuk rupiah terpantau melemah dan Surat Berharga Negara (SBN) terpantau dilepas oleh investor.

Pasar keuangan RI pada pekan ini diperkirakan rawan guncangan. Selengkapnya mengenai proyeksi dan sentimen pasar keuangan pada pekan ini dan hari ini akan dibahas pada halaman 3 artikel ini.

Sepanjang pekan lalu, IHSG menguat 0,84% secara point-to-point (ptp). Penguatan IHSG pada pekan lalu membalikkan posisi koreksi yang terbentuk pada pekan sebelumnya.

Dalam lima hari perdagangan pada pekan lalu, IHSG hanya sekali mencatatkan koreksi, yakni pada perdagangan Selasa pekan lalu. Sedangkan pada perdagangan Jumat akhir pekan lalu, IHSG ditutup menguat 0,34% ke posisi 6.982,791. Meski cerah, tetapi IHSG belum mampu untuk menembus kembali level psikologis 7.000.

Data pasar menunjukkan investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih (net sell)mencapai Rp 464,75 miliar di seluruh pasar sepanjang pekan lalu. Adapun rinciannya yakni sebesar Rp 1,83 triliun asing mencatatkan net sell di pasar reguler, namun di pasat tunai dan negosiasi, asing tercatat melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 1,36 triliun.

Sedangkan untuk rupiah, sepanjang pekan lalu melemah 0,2% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) secara point-to-point (ptp). 
Pada perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (15/9/2023), niai tukar rupiah ditutup di posisi Rp 15.350/US$1.
Nilainya tidak bergerak dibandingkan hari sebelumnya.
Dalam sepekan, nilai tukar rupiah ambles 0,19%. Pelemahan ini memperpanjang derita rupiah yang juga jeblok 0,56% pada pekan sebelumnya.

 

Sementara di pasar Surat Berharga Negara (SBN), yield atau imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun berada di level 6,73% per akhir pekan lalu, naik 15,6 basis poin (bp) dari posisi akhir pekan sebelumnya di 6,574%.
Yield yang naik menandai harga SBN yang sedang turun dan investor cenderung melepas SBN, terutama investor asing.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang turun, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Rupiah dan SBN terbebani oleh rilis data inflasi AS dan klaim pengangguran AS. Data tersebut membuat pelaku pasar meyakini bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) belum akan melonggarkan kebijakannya.

Kondisi ini membuat investor asing memilih kabur dari Tanah Air dengan menjual aset berdenominasi rupiah dan membeli aset berdenominasi dolar.

Hal ini tercermin dari indeks dolar yang sempat menembus 105,41 atau tertinggi sejak awal Maret tahun ini.

Menurut data dari Bank Indonesia (BI), berdasarkan transaksi pada 11-September 2023, investor asing mencatat net sell sebesar Rp 4,45 triliun atau hampir Rp 5 triliun. Net sell pada pasar Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 3,98 triliun sementara pada pasar saham senilai Rp 0,47 triliun.

Net sell ini lebih kecil dibandingkan pada awal September (4-7 September) yang mencapai Rp 7,57 triliun. Artinya, sepanjang September net sell sudah mencapai Rp 11 triliun lebih.
Data Kementerian Keuangan mencatat kepemilikan asing pada SBN per 13 September Rp 838, 89 triliun atau 15,28%. Angkanya lebih kecil dibandingkan Rp 846,3 triliun atau 15,37% per Agustus 2023.

Asing memilih kabur karena adanya proyeksi The Fed masih akan hawkish setelah data ekonomi AS bergerak di bawah ekspektasi pasar.
AS mengumumkan inflasi sebesar 3,7% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada Agustus 2023, naik dari inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 3,2% (yoy). Inflasi tersebut adalah yang tertinggi dalam tiga bulan terakhir dan hampir dua kali lipat lebih tinggi dari target The Fed.

Namun, inflasi inti melandai sesuai ekspektasi ke 4,3% (yoy) dibandingkan periode bulan sebelumnya sebesar 4,7%.

Selain itu, data klaim pengangguran AS untuk pekan yang berakhir 9 September 2023 naik ke 220.000 dibandingkan minggu sebelumnya sebesar 217.000. Nilai tersebut masih berada di bawah ekspektasi pasar yang proyeksi bisa naik ke 225.000.

Data-Data ekonomi AS sebenarnya mendukung The Fed untuk melanjutkan kebijakan ketatnya. Namun, market sepertinya sudah priced in dengan kemungkinan The Fed akan mempertahankan suku bunga pada pekan depan sehingga kekhawatiran mereda dan emas pun menguat.

Perangkat CME Fedwatch menunjukkan 99% investor yakin The Fed akan menahan suku bunga acuan di 5,25%-5,5% dalam pertemuan pekan depan.

Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan sebelumnya yang hanya 97%.


(chd/chd)
Pages