Newsletter

8 Bank Sentral Umumkan Suku Bunga, Super Thursday Hantui RI

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
18 September 2023 06:00
Ekspresi Trader di lantai bursa amerika di New York Stock Exchange (NYSE) di New York City, AS, 12 November 2018. REUTERS / Brendan McDermid
Foto: Dok Bank Indonesia

Beralih ke AS, mayoritas bursa saham Wall Street pada perdagangan pekan lalu terpantau melemah, di mana investor kembali dihadapkan dengan prospek era suku bunga tinggi yang belum diketahui kapan berakhirnya.

Secara point-to-point pada pekan lalu, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) terpantau melemah 0,13%, sedangkan S&P 500 merosot 0,83%, dan Nasdaq Composite ambles 1,51%.

Pada perdagangan Jumat pekan lalu, ketiganya juga ditutup di zona merah. Indeks Dow Jones ditutup merosot 0,83% ke posisi 34.618,238, S&P 500 ambles 1,22% ke 4.450,32, dan Nasdaq ambruk 1,56% menjadi 13.708,33.

Di perdagangan Jumat akhir pekan lalu, penyebab jatuhnya Wall Street adalah saham-saham teknologi informasi, seperti saham Adobe yang ambles lebih dari 4%.

Di lain sisi, survei sentimen konsumen yang dilakukan Universitas Michigan menunjukkan ekspektasi inflasi satu tahun turun menjadi 3,1% pada September, merupakan level terendah sejak Januari 2021.

Selain itu, perkiraan inflasi lima tahun juga turun menjadi 2,7%, setara dengan level terendah sejak Desember 2020.

Wall Street menganalisis serangkaian data ekonomi yang beragam menjelang keputusan kebijakan The Fed, yang akan diumumkan pada 20 September.

Para trader akan mencari wawasan tentang bagaimana pemikiran para pembuat kebijakan tentang inflasi. Tak heran jika pelaku pasar ingin mengamankan keuntungan terlebih dahulu dalam jangka pendek. Selain itu, semakin mendekati pertemuan The Fed, pelaku pasar juga akan cenderung bersikap konservatif dengan mengalokasikan lebih banyak kas sementara.

Kendati demikian, ada potensi kebijakan The Fed mulai melonggar pada bulan ini. Hal ini karena pelaku pasar mulai melihat ada sejumlah alasan yang dinilai cukup kuat untuk mempertahankan suku bunga.

Pertama dari nilai inflasi inti (core consumer price index/CPI) periode Agustus 2023 yang sudah melandai sesuai ekspektasi di 4,3% yoy dari sebelumnya 4,7% yoy.

Selain itu, data core producer price index (PPI) pada periode yang sama juga turun sesuai ekspektasi ke 2,2% yoy dibanding bulan sebelumnya sebesar 2,4%.

Inflasi inti dinilai lebih murni dibandingkan inflasi pada umum-nya, oleh karena itu ini menjadi hal paling fundamental bagi kebijakan the Fed nantinya yang dinilai mulai melunak.

Terutama pada core CPI yang berada di 4,3% yoy sudah di bawah suku bunga acuan The Fed di sekitar 5,25% - 5,50%. Pasar mulai menilai suku bunga saat ini sudah cukup memadai untuk mempertahankan inflasi inti melandai.

Tak hanya itu, persoalan resesi AS yang sempat santer terdengar pada tahun lalu sudah mulai dilupakan pasar.

Melansir poling Reuters juga menunjukkan peluang terjadi resesi AS pada tahun ini sempat diukur pada Oktober 2023 mencapai 70%, tetapi sekarang nilainya sudah semakin melandai, terakhir pada Agustus 2023 peluang AS bisa resesi di kisaran 40%.

Pasar memperkirakan resesi yang potensi terjadi di AS akan lebih ringan dari yang diperkirakan sebelumnya.

Dengan resesi ringan ditambah inflasi inti yang semakin melandai, suku bunga The Fed potensi semakin optimis ditahan. Hal ini juga didukung dengan perhitungan peluang The Fed menahan suku bunga mencapai 99%, menurut CME Fedwatch Tool.

(chd/chd)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular