
Duh! Lagi-Lagi China Buat Harga Batu Bara Merana

Jakarta, CNBC Indonesia -Harga batu bara kembali berada di zona merah. Pelemahan terjadi disinyalir akibat berbagai sentimen negatif penurunan permintaan serta kenaikan pasokan.
Merujuk pada Refinitiv, harga batu bara ICE Newcastle kontrak Oktober ditutup di posisi US$ 160,65 per ton atau turun 1,44% pada perdagangan Kamis (7/9/2023).
Sepanjang bulan ini, harga batu bara telah masih berada di zona hijau, naik 2,84%.Harga si pasir hitam masih mampu bertahan di atas level psikologis US$ 160.
Penurunan terjadi sejalan dengan China sebagai produsen batu bara terbesar dunia dengan aktivitas jasa mereka turun ke 51,8 pada Agustus, terendah dalam delapan bulan. Nilai ini juga melesat jauh dari perkiraan pasar yang berada 53,6.
Kendati demikian, permintaan batu bara Tiongkok pada bulan Agustus sebesar 44,3 juta atau rekor. Kenaikan terjadi akibat adanya gelombang panas di China pada Agustus. Seiring gelombang panas telah mencapai puncak, harga batu bara mengalami koreksi wajar.
Masih di Asia, Kementerian Kementerian Batu Bara di India pada hari Selasa meyakinkan bahwa terdapat jumlah batu bara yang cukup di negara ini untuk memenuhi peningkatan permintaan listrik dengan stok kumulatif sebesar 86 juta ton pada Agustus 2023.
Lesunya ekspor dan impor China juga menjadi faktor negatif buat batu bara.
China, kemarin, melaporkan ekspor mereka kembali terkontraksi 8,8% (year on year/yoy) menjadi US$ 284,9 miliar pada Agustus 2023 sementara impor mereka terkoreksi sebesar 7,3% (yoy) menjadii US$ 216, 51 miliar.
Artinya, ekspor sudah terkoreksi selama empat bulan beruntun sementara impor terkontraksi selama enam bulan beruntun.
Koreksi ekspor dan impor memang lebih rendah dibandingkan proyeksi pasar yakni 9,2% dan 14,5% dan lebih kecil dibandingkan pada Juli tetapi tetap mengundang banyak kekhawatiran.
"Secara umum, ada perbaikan dari ekspor impor China tetapi perdagangan China diperkirakan akan menyentuh bottomnya beberapa bulan ke depan. Ini akan menghantam banyak sektor di China," tutur Hao Zhou, analis dari Guotai Junan, dikutip dari CNBC International.
Sejumlah indikator menunjukkan perdagangan China masih akan lesu. Di antaranya adalah turunnya pengiriman barang dari Korea Selatan dan Jepang.
Ekonomi Eropa juga memburuk yang bisa mengancam ekspor China ke depan.
Masih terkoreksinya ekspor menandai jika permintaan dari global belum pulih. Kontraksi pada impor mencerminkan permintaan dalam negeri China yang masih rendah. Kondisi ini bisa berdampak besar terhadap ekonomi China yang lesu sejak awal tahun ini.
China adalah konsumen terbesar batu bara sehingga perkembangan di Tiongkok akan sangat menentukan harga batu bara.
Impor batu bara kokas India anjlok 10% secara bulanan akibat tingginya persediaan. Berkurangnya impor disebabkan oleh tambang batu bara terbesar India, Coal India Ltd (CIL), mengalami pertumbuhan produksi batu bara kokas pada Agustus sebesar 47% (yoy).
Dengan meningkatnya produksi dalam negeri dan terbatasnya ketersediaan bahan, impor diperkirakan akan turun dalam waktu dekat. Hal ini disinyalir menjadi faktor koreksinya harga si pasir hitam.
Beralih ke komoditas gas yang merupakan komoditas pilihan Eropa dan substitusi batu bara, pelaku pasar menunggu klarifikasi mengenai potensi pemogokan di fasilitas gas alam cair (LNG) Australia dan Norwegia yang terus membatasi pasokan.
Aksi mogok kerja di dua proyek LNG besar Chevron di Australia ditunda selama 24 jam karena kemajuan yang dicapai dalam perundingan mediasi, sehingga meningkatkan kemungkinan kedua pihak mendekati kesepakatan pembatalan yang menekan harga gas pada perdagangan sebelumnya.
Selain itu, pengiriman gas melalui pipa Norwegia ke Eropa masih sangat dibatasi di tengah perluasan beberapa pemeliharaan terencana dan tidak terencana.
Sentimen ketidakpastian pasokan gas ini diperkirakan menyebabkan adanya spekulasi pembelian, sehingga harga gas tidak selaras dengan batu bara. Harga gas alam Eropa EU Dutch TTF (EUR) melesat 5,41% ke 32,76 euro per MWh.
(mza/mza)