CNBC Insight

Bukti Malapetaka Bumi, RI & 8 Negara Ini Dibuat Menderita

Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia
16 August 2023 08:15
A tourist walks on a trail during a 27 days long heat wave with temperatures over 110 degrees Fahrenheit (43 degrees Celsius), near Hole in the Rock in Phoenix, Arizona, U.S., July 26, 2023. On July 26 at 09:08 (GMT-7), a Flir One ProThermal camera registered a surface temperature of 117¡F (47¡C), with an air temperature of 84¡F (28¡C) according to the National Weather Service. REUTERS/Carlos Barria            SEARCH
Foto: REUTERS/Carlos Barria
  • Perubahan iklim yang drastis memicu kekeringan hingga banjir yang sangat ekstrem
  • Bencana alam membuat jalur distribusi logistik mengalami gangguan yang sangat parah
  • Besarnya malapetaka bumi membuat harga pangan terancam melonjak dan pasokan energi terganggu

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah kekeringan, gemuruh badai dan hujan deras, dunia merasakan getaran dari malapetaka perubahan iklim yang semakin parah. Dampak perubahan iklim yang terus memburuk akibat emisi karbon dari bahan bakar fosil, telah menciptakan gejolak volatilitas cuaca dan bencana alam yang melanda berbagai belahan bumi.

Salah satu indikator terlihat dari kenaikan suhu permukaan laut. Menurut data observatorium iklim Uni Eropa, suhu permukaan lautan naik menjadi 20,96 derajat Celsius (69,7 derajat Fahrenheit), pada 30 Juli.

Juru bicara Layanan Perubahan Iklim Copernicus UE mengatakan kepada AFP, Jumat (4/8/2023), rekor sebelumnya adalah 20,95 Celcius pada Maret 2016. Adapun, sampel yang diuji mengecualikan daerah kutub.

Selain itu, data Lembaga Lingkungan NOAA menunjukkan kenaikan suhu juga terjadi pada daratan. Per Juli 2023, data menunjukkan pada 2022 suhu telah menunjukkan anomali tertinggi sejak 1850 sebesar 1,12 derajat celcius. Ini menunjukkan adanya tren anomali peningkatan suhu terus menerus dari tahun ke tahun.

Melansir NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration), 2022 adalah tahun terpanas keenam yang tercatat berdasarkan. Dan lagi, 10 tahun terpanas dalam catatan sejarah semuanya terjadi sejak 2010.

Selain itu suhu yang lebih tinggi kemungkinan akan datang, diperparah fenomena El Nino, yang cenderung menghangatkan air.

Perkiraan cuaca memproyeksi di atas 95% bahwa El Niño akan berlanjut akibat laut Pasifik tropis timur-tengah cukup hangat. Secara khusus, metrik pemantauan El Niño utama, Indeks Niño3.4, suhu permukaan berada di 1.0° Celcius lebih hangat daripada periode panjang rata-rata jangka waktu di bulan Juli, menurut dataset NOAA

Para ilmuwan memperkirakan dampak terburuk El Nino saat ini akan dirasakan pada akhir 2023 dan berlanjut hingga tahun-tahun berikutnya. Tidak hanya di lautan, pemanasan global pun terasa hingga berbagai daratan dengan kekacauan yang terjadi di penjuru dunia.

Negara-negara di seluruh dunia, termasuk China, Korea Selatan, Tunisia, Terusan Panama, Amerika Serikat (AS), Spanyol, Jerman, dan Indonesia, terpaksa harus menghadapi dampak serius dari perubahan iklim ini.

1. China
Salah satu negara terbesar di dunia, telah merasakan konsekuensi pahit dari perubahan iklim. Badai dan hujan lebat melanda berbagai wilayah, memicu banjir dan kerusakan besar-besaran. Puncak dari kejadian ini adalah pemecahan rekor curah hujan yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan korban jiwa yang terus bertambah dan mencapai puluhan orang.

Sebelum di terjang badai dan hujan, China dihadapkan gelombang panas (heatwaves) yang meningkatkan penggunaan listrik batu bara untuk pendingin ruangan. Kekeringan yang terjadi menyebabkan pembangkit listrik tenaga air akan berkurang mengingat pasokan air surut.

Beralihnya ke pembangkit listrik tenaga batu bara malah bisa mengakibatkan gas karbon semakin parah, suhu dunia semakin panas, dan perubahan iklim semakin parah.

Otoritas China pada pertengahan Juli lalu menyebut adanya cuaca 'neraka', di mana suhu telah mencapai rekor 52,2 derajat Celcius (126 derajat Fahrenheit) di barat laut negara itu selama akhir pekan.

Warga dievakuasi dengan perahu karet melalui banjir di Zhuozhou di provinsi Hebei China utara, selatan Beijing, Rabu, 2 Agustus 2023. Ibu kota China itu mencatat curah hujan terberatnya setidaknya dalam 140 tahun selama beberapa hari terakhir. Di antara daerah yang paling terpukul adalah Zhuozhou, sebuah kota kecil yang berbatasan dengan barat daya Beijing. (AP Photo/Andy Wong)Foto: Warga dievakuasi dengan perahu karet melalui banjir di Zhuozhou di provinsi Hebei China utara, selatan Beijing, Rabu, 2 Agustus 2023. (AP/Andy Wong)
Warga dievakuasi dengan perahu karet melalui banjir di Zhuozhou di provinsi Hebei China utara, selatan Beijing, Rabu, 2 Agustus 2023. Ibu kota China itu mencatat curah hujan terberatnya setidaknya dalam 140 tahun selama beberapa hari terakhir. Di antara daerah yang paling terpukul adalah Zhuozhou, sebuah kota kecil yang berbatasan dengan barat daya Beijing. (AP Photo/Andy Wong)

 

2. Korea Selatan
Korea Selatan juga menghadapi tantangan serius akibat perubahan iklim. Gelombang panas yang intens telah mengakibatkan kematian petani yang berusia lanjut, yang sebagian besar menggantungkan hidupnya pada pertanian.

Rata-rata suhu yang melewati ambang batas kenyamanan telah mengakibatkan ancaman langsung terhadap kesejahteraan petani dan keberlanjutan pertanian.

Diketahui sebagian besar wilayah Korsel tengah berada di bawah peringatan gelombang panas, di mana rata-rata suhu telah melewati 35 derajat Celcius, sejak Selasa. Selama seminggu sebelumnya, tiga orang diyakini telah meninggal karena suhu panas.

3. Tunisia
Tunisia turut menjadi saksi bisu dari konsekuensi perubahan iklim. Meskipun telah lama mengalami kendala pasokan air, perubahan iklim telah memperburuk keadaan.

Kurangnya curah hujan selama empat tahun terakhir telah mengancam ketersediaan air yang diperlukan untuk pertanian dan kehidupan sehari-hari. Tingkat penampungan air yang kosong di negara itu bahkan mencapai 31%.

Tunisia Utara, yang sebelumnya merupakan lumbung roti dunia Romawi, kini terancam kelaparan akibat kekeringan dan kekurangan pasokan air.

Pemandangan danau Al Sejoumi yang mengering di Tunis, Tunisia, 22 Juli 2023. (REUTERS/Jihed Abidellaoui)Foto: Pemandangan danau Al Sejoumi yang mengering di Tunis, Tunisia, 22 Juli 2023. (REUTERS/JIHED ABIDELLAOUI)
Pemandangan danau Al Sejoumi yang mengering di Tunis, Tunisia, 22 Juli 2023. (REUTERS/Jihed Abidellaoui)

 

4.Terusan Panama
Jalur perdagangan penting yang menghubungkan Samudera Pasifik dan Atlantik, juga berjuang menghadapi perubahan iklim.

Kekeringan yang diperparah oleh El Nino telah menyebabkan penurunan permukaan air di Danau Gatun. Otoritas terpaksa membatasi jumlah kapal kargo yang dapat melewati jalur tersebut, berdampak pada perdagangan dunia dan rantai pasokan global.

5. Amerika Serikat (AS)

AS tidak luput dari ancaman perubahan iklim. Kekeringan yang melanda sejumlah negara bagian telah mengakibatkan kerugian serius bagi sektor pertanian. Wilayah Illinois bahkan mencatat rekor terkering pada bulan Juni, dengan dampak serius pada produksi pangan dan kesejahteraan petani.

Di Kansas, peternak hewan pangan juga mengeluhkan situasi kekeringan yang mengancam. Pasalnya, dengan suhu yang memanas dan kekeringan hewan ternak dikhawatirkan tidak dapat menahan kondisi tersebut dan akhirnya bisa mati.

Situasi serupa juga mengancam wilayah Barat Negeri Paman Sam. Di Negara Bagian Washington, otoritas setempat telah mengumumkan deklarasi kekeringan di 12 kabupaten wilayah itu.

Pada bulan Juni, negara bagian Washington hanya menerima 49% dari curah hujan biasanya, menghilangkan kelembaban terakhir dari tanah sebelum musim panas tiba.

Terbaru, kebakaran hutan hebat melanda Pulau Maui Hawaii. 
Jumlah korban tewas akibat kebakaran hutan di Maui, Hawaii  terus meningkat menjadi 99 orang. Para pejabat Hawaii berusaha untuk menyelidiki bagaimana kebakaran tersebut menyebar dengan cepat di pulau surga Maui tanpa adanya peringatan sebelumnya.

Kebakaran ini menjadi bencana alam paling mematikan dalam sejarah negara bagian tersebut, melebihi tsunami yang menewaskan 61 orang di Pulau Besar Hawaii pada tahun 1960, setahun setelah Hawaii bergabung dengan Amerika Serikat.

Suasana kebakaran hutan di Maui, Hawaii, Amerika Serikat (10/8/2023) waktu setempat. (AP/Ty O'Neil)Foto: Suasana kebakaran hutan di Maui, Hawaii, Amerika Serikat (10/8/2023) waktu setempat. (AP/Ty O'Neil)
Suasana kebakaran hutan di Maui, Hawaii, Amerika Serikat (10/8/2023) waktu setempat. (AP/Ty O'Neil)

6.Spanyol

Spanyol saat ini mengalami keadaan darurat regional akibat kekeringan yang berkepanjangan. Protokol darurat pemerintah telah meminta warga untuk mengurangi penggunaan air, mencerminkan eskalasi dari masalah yang telah ada sejak tahun 2022.

"Kami sudah mengalami kekeringan selama 30 bulan," kata Direktur Badan Air Catalan (ACA) Samuel Reyes, dikutip Anadolu Agency Selasa (8/8/2023).

Sayangnya, kebijakan tersebut "seringkali kontraproduktif karena warga mulai mengisi bak mandi atau menimbun air saat dinyalakan. Sebaliknya, kami mendorong mereka untuk memasang peralatan yang menurunkan tekanan air," tambah Reyes.

7.Jerman

Negara industri terkenal di Eropa, Jerman,  juga tidak bisa menghindari konsekuensi perubahan iklim. Pendangkalan Sungai Rhein, yang merupakan arteri perdagangan penting, telah mengakibatkan kerugian bagi ekonomi dan distribusi logistik.

Gangguan dalam pengiriman minyak mentah dan gas alam telah mengganggu rantai pasokan global dan menyebabkan dampak ekonomi yang serius. Sungai sepanjang 1.230 km itu adalah arteri komersial untuk 80% pengiriman barang ke pedalaman Jerman.

"Sebagai patokan, jika ketinggian air di Kaub turun di bawah 78 sentimeter selama 30 hari berturut-turut, seperti yang terjadi pada tahun 2022 dan 2018, produksi industri turun sebesar 1%," menurut Kiel Institute for the World Economy.

Feri penumpang Rhein Nixe menghentikan operasinya karena air surut di sungai Rhine di Bonn, Jerman, 16 Agustus 2022. (REUTERS/Benjamin Westhoff/File Photo)Foto: Feri penumpang Rhein Nixe menghentikan operasinya karena air surut di sungai Rhine di Bonn, Jerman, 16 Agustus 2022. (REUTERS/BENJAMIN WESTHOFF/File Foto)
Feri penumpang Rhein Nixe menghentikan operasinya karena air surut di sungai Rhine di Bonn, Jerman, 16 Agustus 2022. (REUTERS/Benjamin Westhoff/File Photo)


8. 
Indonesia
Negara kepulauan dengan populasi yang besar, merasakan dampak nyata dari perubahan iklim. Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengungkapkan tingginya harga gabah dan beras belakangan disebabkan karena saat ini sedang memasuki musim tanam gadu.

Khudori, Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)menyatakan empat faktor penyebab krisis ini.

Pertama, siklus panen memang sedang memasuki musim gadu, sehingga harga gabah/beras akan menjadi lebih tinggi dari musim panen raya. Faktor yang kedua, menurut Khudori, karena perkiraan produksi beras yang menurun, sehingga terdapat ketidakseimbangan pasokan dan permintaan yang berujung pada ekspektasi harga naik.

Faktor yang ketiga karena adanya El Nino. Meskipun El Nino bukanlah hal yang baru, tetapi pemberitaan dan eksposur El Nino cukup luas, terutama dampaknya pada sektor pertanian. Kemudian faktor yang keempat, terjadinya dinamika global yang tercermin dari kebijakan negara-negara eksportir beras yang cenderung restriktif, salah satunya India sebagai pemasok beras terbesar Indonesia.

Seorang petani mengamati padi yang mengalami kekeringan di Desa Kramat, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu, (9/8/2023). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)Foto: Seorang petani mengamati padi yang mengalami kekeringan di Desa Kramat, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu, (9/8/2023). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Seorang petani mengamati padi yang mengalami kekeringan di Desa Kramat, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu, (9/8/2023). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

 

Salah satu wilayah Desa Ridogalih di wilayah Jawa Barat misalnya, melaporkan sumur dan sungai sudah mengering sejak bulan Juni lalu. Persawahan yang tadinya subur dilaporkan mulai berubah menjadi tanah gersang dengan batang-batang padi yang sudah layu mencuat dari permukaan tanah.

Channel News Asia (CNA) melaporkan prediksi miris di mana sekitar 48,5 juta orang di seluruh Indonesia akan mengalami akses air bersih yang berkurang.

Krisis perubahan iklim bukan hanya ancaman terhadap lingkungan alamiah, tetapi juga merupakan ancaman serius terhadap masyarakat dan ekonomi. Negara-negara di seluruh dunia harus bersatu dan mengambil langkah-langkah konkret untuk menghadapi tantangan ini.

9. Inggris

Pasokan bahan pangan Inggris tengah terancam karena buah dan sayuran segar terancam "malapetaka" baru bumi yakni kekeringan yang terjadi di Eropa akibat perubahan iklim.

Inggris selama ini mengimpor bahan-bahan tersebut dari Mediterania. Namun, dalam data Energy and Unit Intelijen Iklim (ECIU) semua buah dan sayur ke depan akan menjadi lebih mahal dan lebih sulit diperoleh

"Ini juga terkait lebih dari setengah lemon dan paprika Inggris berasal dari Mediterania dan dua pertiga jeruk serta 40% anggur meja. Minyak zaitun juga terancam, di mana Inggris mendapat 80% pasokannya dari wilayah tersebut," tutur ECIU.

Berdasarkan data 2022, lebih dari seperempat impor makanan Inggris atau 9,8 miliar kg (senilai lebih dari 16 miliar poundstreling) berasal dari wilayah Mediterania. Spanyol salah satunya dengan sumbangan 7% dari impor makanan Inggris atau senilai 4 miliar poundstreling.

"Karena dampak perubahan iklim cenderung membuat makanan sehat yang seharusnya kita makan menjadi lebih mahal, bahkan menjadi lebih sulit diakses oleh masyarakat termiskin," kata Kepala Program internasional Unit Intelijen Energi & Iklim, Gareth Redmond-King, dimuat The Guardian.

10. India

India telah bergulat dengan gelombang panas berulang dan musim hujan yang tidak menentu, berdampak pada produksi pertanian. Kekeringan yang lebih panjang dan musim hujan yang lebih lebat pasalnya berdampak buruk pada produksi tanaman.

Ketakutan akan kekurangan juga menimbulkan penimbunan. Beras berfungsi sebagai makanan pokok bagi sekitar setengah dari populasi dunia, dengan Asia saja menyumbang sekitar 90% dari konsumsi beras dunia.

Pada April lalu, India dihantam gelombang panas yang menghantam produksi beras dan menewaskan puluhan orang. April lalu, Departemen Meteorologi India menunjukkan sejumlah 48 stasiun cuaca mencatat suhu lebih dari 42 derajat Celsius, dengan suhu tertinggi 44,2 derajat Celsius di negara bagian timur Odisha.

Akibat gelombang panas, setidaknya 13 orang meninggal dunia di negara bagian Maharashtra setelah menghadiri upacara penghargaan negara pada Minggu (16/4/2023).

Sementara itu, antara 50-60 orang dirawat di rumah sakit akibat menghadiri acara di Navi Mumbai saat panas terik menyerang. Gelombang panas di anak benua ini juga membuat otoritas Tripura dan Benggala Barat memerintahkan untuk menutup sekolah.
Di sisi lain, Kementerian Tenaga Kerja India turut mengeluarkan imbauan kepada semua negara bagian untuk memastikan keselamatan pekerja, terutama pekerja luar ruangan. Keselamatan tersebut termasuk menyediakan air minum yang cukup, kompres es darurat, dan istirahat lebih sering.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

 

(mza/mza)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation