
Tiga Masalah BUMN Karya Ini Bikin Margin Jadi Tipis

- BUMN Karya menghadapi tiga masalah mulai dari ekosistem tidak sehat, tata kelola keuangan, dan tata kelola secara manajerial
- Ekosistem tidak sehat membuat persaingan tinggi dan perang harga terjadi yang berdampak pada margin tipis bahkan merugi.
- Eksekusinya tahun ini diharapkan bisa jadi tiga perusahaan dalam bentuk merger atau bisa juga holding sub holding.
Jakarta, CNBC Indonesia - Melansir dari pembicaraan rapat kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri BUMN RI pada Senin lalu (5/6/2023), salah satunya ada membahas tentang BUMN Karya yang hingga saat ini belum ada transformasinya.
Pada rapat tersebut, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo atau kerap disapa dengan Tiko menjelaskan BUMN Karya saat ini menghadapi tiga masalah utama yakni dari masalah persaingan yang terlalu ketat, tata kelola keuangan, dan tata kelola secara manajerial.
Tiko mengungkap masalah pertama BUMN Karya ini pada market nya sendiri karena jumlahnya banyak sehingga terjadi persaingan yang terlalu ketat akibatnya perang harga terjadi dan berdampak ke margin yang tipis bahkan sampai merugi. Jadi yang dilakukan hanya memutar cash flow saja.
Berikut beberapa perbandingan aktual dari emiten BUMN Karya untuk margin laba kotor dan margin laba bersih sebagai berikut:
Pada tabel tersebut terlihat baik dari margin laba kotor dan laba bersih, ADCP memimpin dengan nilai masing-masing 26,66% dan 11,71%. Sementara yang paling merugi terlihat dari WSKT yang mencatatkan margin laba bersih sampai -13,72%.
Berdasarkan tabel di atas untuk margin laba kotor memang terlihat mayoritas di atas dua digit kecuali untuk WIKA, WEGE, dan WTON. Hal tersebut menunjukkan pendapatan perusahaan masih positif dan bisa mengkompensasi beban bahan baku yang dikeluarkan.
Namun, untuk margin laba bersih terpantau tipis terutama untuk BUMN Karya besar seperti WSKT, ADHI, PTPP, dan WIKA. Margin laba bersih yang tipis bahkan ada yang rugi, artinya keuntungan bersih yang didapat belum bisa mengkompensasi dari tingginya beban operasional dan pajak perusahaan.
Margin tipis ini merupakan dampak dari persaingan di bidang konstruksi yang tinggi, hal ini juga semakin mengkonfirmasi pernyataan Wamen BUMN, Tiko bahwa persaingan tinggi membuat perang harga yang berujung pada ekosistem pasar tidak sehat.
Lebih lanjut, Tiko mengungkap masalah kedua yang dihadapi BUMN yakni tata kelola keuangan dimana ada dugaan beberapa korporasi yang memanipulasi laporan keuangan. Ada dua perusahaan yang disebutkan pada Rapat Kerja Senin lalu (5/6/2023) yaitu WSKT dan WIKA.
Namun, kabarnya saat ini masih dalam proses jika memang ada dugaan manipulasi keuangan atau fraud maka akan diusut tegas oleh pihak berwenang agar manajemen yang bertanggung jawab mendapat efek jera. .
Masalah ketiga yang dihadapi BUMN Karya selanjutnya ada dari tata kelola secara manajerial, menurut Tiko selama ini perusahaan tidak menerapkan sistem Enterprise Resource Planning (ERP) yang end-to-end, sehingga operasional perusahaan tidak bisa dilacak dan terintegrasi secara otomatis.
Lebih lanjut, TIko juga mengungkapkan bahwa selama ini hanya dengan selembar kertas sudah bisa menarik dana bank padahal tidak ada project apa-apa. Praktek seperti inilah yang membuat biaya operasional membengkak dan tidak jelas asal-usulnya
Oleh karena itu, penyelesaian masalah BUMN Karya ini diharapkan bisa selesai tahun ini. Wamen Tiko memperjelas bahwa yang penting setiap perusahaan harus memiliki spesialisasi dan kompetensi agar tidak terjadi benturan supaya ekosistem lebih sehat. Eksekusi nya diperkirakan akan ada tiga bisa dalam bentuk merger bisa juga dalam holding sub holding.
CNBCÂ INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(tsn/tsn)